Narasi

Resolusi Kaum Muda Lawan Radikalisme

“Jangan mewarisi abu Sumpah Pemuda, tapi warisilah api Sumpah Pemuda. Kalau sekedar mewarisi abu, Saudara-saudara akan puas dengan Indonesia yang sekarang sudah satu bahasa, satu bangsa, dan satu tanah air. Tapi ini bukan tujuan akhir,”

(Bung Karno)

Kutipan pidato Bung Karno di atas menegaskan pada kita semua sebagai generasi muda untuk menjadikan momentum sumpah pemuda itu sebagai titik tolak kemajuan peradaban bangsa. Dengan cara terus meningkatkan kapasitas untuk mengisi kemerdekaan bangsa dengan inovasi-inovasi yang produktif. Dengan begitulah kita akan menjadi generasi yang berbakti pada negeri, bukan malah menjadi generasi yang durhaka, yang terus ingin mengoyak keutuhan NKRI, seperti yang dilakukan oleh kelompok radikalisme.

Memang problem kebangsaan kita yang paling kronis ialah maraknya ideologi radikalisme. Infiltrasi ideologi radikal ini bisa berbentuk hate speech, yang bertujaun memecah belah bangsa ini. Dan hebatnya lagi mereka menggunakan pemuda sebagai martir untuk menjalankan aksi liarnya. Mengingat pemuda masih labil dan masa-masa pencarian jati diri, sehingga mudah untuk dirasuki ideologi radikal yang sangat berbahaya.

Padahal eksistensi pemuda dalam kancah perjuangan bangsa ini memiliki peran yang sangat sentral. Lihatlah panglima besar jenderal Sudirman, Bung Karno, Wahid Hasyim, semuanya generasi muda yang telah menorehkan tinta emas dalam kanvas perjuangan bangsa ini. Mereka semua berjuang untuk Indonesia merdeka dan mengisi kemerdekaan dengan penuh tanggung jawab.

Melalui momentum sumpah pemuda tahun ini, dengan gerakan kampus se Indonesia untuk serentak melawan radikalisme telah memberi bukti bahwa keberadaan ideologi radikal ini sangat mengkhawatirkan. Pemuda yang seharusnya belajar untuk mengisi kemerdekaan di hari esok, bisa pula menjadi radikal dan teroris akibat pengaruh ideologi bahaya itu, sehingga malah akan menjadi ancaman yang nyata bagi negeri.

Bukti idelogi radikal dan kekerasan sudah merambah dalam dunia pendidikan kita ialah, Survei Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LaKIP), yang diketuai oleh Prof Dr Bambang Pranowo guru besar sosiologi Islam di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, pada Oktober 2010 hingga Januari 2011, mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju tindakan radikal.

Data itu menyebutkan 25% siswa dan 21% guru menyatakan Pancasila tidak relevan lagi. Sementara 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju dengan penerapan Syariat Islam di Indonesia.

Ini sungguh fakta yang sangat membahayakan dan bisa menjadi ancaman yang serius bagi bangsa ini ke depannya. Maka kita semua harus membendung radikalisme ini secara simultan dan komprehensif.

Cara Pemuda Era Kini Lawan Radikalisme

Dahulu sebelum jauh kemerdekaan Indonesia pemuda kita telah tepat melakukan sikap resolusinya, yakni dengan bersatu padu melawan penjajah lewat ikrar sumpah pemuda. Kini kontekstualisasi sumpah pemuda saya kira bisa dilakukan dengan menguatkan kembali wawasan kebangsaan untuk membentengi anak muda dari raikalisme. Cara yang bisa kita lakukan sebagai pemuda antara lain; pertama, menguatkan kembali wawasan pancasila kita. Pancasila akan kuat apabila kita memahami dan mengamalkan nilai-nilainya, otomatis radikalisme akan sirna. Seperti nilai saling menghargai perbedaan, egaliter, sikap optimis memandang yang lain dan sebaginya. Kedua, kenalkan Islam yang ramah dan toleran, karena sejatinya Islam memang seperti itu, bukan garang dan bengis.

Nah, dengan begitu kita semua akan mampu menatap masa depan yang gemilang bebas dari virus radikalisme. Satukan tekad dalam resolusi kaum muda lawan radikalisme. Mari semua turun tangan untuk berbakti pada negeri. Wallahu a’lam

Lukman Hakim

Penulis adalah Peneliti di Sakha Foundation, dan aktif di gerakan perdamaian lintas agama Yogyakarta serta Duta Damai Yogya.

Recent Posts

Nasionalisme, Ukhuwah Islamiah, dan Cacat Pikir Kelompok Radikal-Teror

Tanggal 20 Mei berlalu begitu saja dan siapa yang ingat ihwal Hari Kebangkitan Nasional? Saya…

2 jam ago

Ironi Masyarakat Paling Religius: Menimbang Ulang Makna Religiusitas di Indonesia

Indonesia kembali dinobatkan sebagai negara paling religius di dunia menurut dua lembaga besar seperti CEOWORLD…

2 jam ago

“Ittiba’ Disconnect”; Kerancuan HTI Memahami Kebangkitan Islam

Meski sudah resmi dibubarkan dan dilarang beberapa tahun lalu, Hizbut Tahrir Indonesia alias HTI tampaknya…

6 jam ago

Kebangkitan Nasional, Ki Hadjar Dewantara, dan Kejawen

Nasionalisme, sejauh ini, selalu saja dihadapkan pada agama sebagaimana dua entitas yang sama sekali berbeda…

24 jam ago

Membangun Sinergi Gerakan Nasional dan Pembaruan Keagamaan

Kebangkitan Nasional pada awal abad ke-20 bukan sekadar momentum politis untuk meraih kemerdekaan. Lebih dari…

1 hari ago

Cahaya dari Madinah: Pendidikan dan Moderasi sebagai Denyut Nadi Peradaban

Pada suatu masa, lebih dari empat belas abad silam, Yatsrib, sebuah oasis di tengah gurun…

1 hari ago