Narasi

Desiminasi Deradikalisasi Deradikalisasi Pasca Bubarnya JI

Pada tanggal 30 juni 2024 publik Indonesia dikejutkan dengan kabar bubarnya organisasi radikal Jamaah Islamiyyah. Kabar tersebut menjadi berita gembira karena organisasi yang berpaham radikalisme satu persatu mulai tutup buku di Indonesia. Selain mendeklarasikan pembubaran organisasi tersebut, 16 tokoh senior JI pun menyatakan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terlepas dari berita bubarnya JI dan kembalinya 16 tokoh ke NKRI, ada pertanyaan tentang apakah bubarnya JI karena massifnya gerakan deradikalisasi yang dilakukan oleh pemerintah dan juga pihak-pihak terkait seperti ormas keagamaan? Seperti yang kita ketahui bahwa pemerintah sudah mengatur UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pemerintah dalam hal ini Densus 88, BNPT dan instansi terkait sangat serius menanggapi isu-isu soal radikalisme, ekstrimisme dan juga terorisme. Terbukti dengan banyaknya penggerebekan yang dilakukan oleh Densus 88 Anti Teror terhadap kelompok-kelompok teroris.

Hal pencegahan dan diseminasi deradikalisasi juga dilakukan oleh Fahmina Institute melalui Konsolidadi Pemuda Penggerak Lingkar Fahmina untuk mengajak seluruh pihak yang masuk ke dalam jaringan Fahmina Institute untuk mendiseminasikan kontra radikalisasi di lingkungan masyarakat seperti contoh pada tanggal 12-13 juni 2024, Fahmina Institute mengajak pemuda lintas Iman dan komunitas-komunitas pemuda dari wilayah tiga Cirebon untuk berkunjung ke kantor ormas keagamaan seperti Kantor Pusat Pengurus Muhammadiyah dan Markas Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Kegiatan tersebut bertujuan untuk meluruhkan perasangka yang ada dan juga membangun kolaborasi bersama serta menyebarluaskan virus toleransi terutama kepada masyarakat.

Hal demikian harus tetap digalakkan walaupun pasca pembubaran JI karena paham-paham radikal, ekstrimisme dan terorisme masih tetap menjadi momok yang sangat menakutkan bagi Indonesia. Massifnya gerakan yang berlawanan dengan paham tersebut membuat ruang gerak kelompok-kelompok tersebut menjadi sempit dan bisa dipantau oleh pemerintah dan juga masyarakat.

Pembubaran JI masih menuai banyak spekulasi dari masyarakat karena bisa jadi pembubaran tersebut hanyalah kamuflase dan rebranding agar gerakan serta tujuan utama dari JI masih tetap bisa disebarkan kepada masyarakat luas. Menurut IPAC, setidaknya ada tiga faktor para pentolan Jamaah Islamiyah ini membubarkan organisasinya. Pertama, pengaruh tokoh intelektual Jamaah Islamiyah yang menginginkan perjuangan mendirikan negara Islam dengan dakwah; kedua, motif melindungi aset besar mereka berupa sekolah dan pesantren; serta ketiga, berhasilnya program deradikalisasi BNPT terhadap pentolan Jamaah Islamiyah. (Koran Tempo, 8/7/2024)

Menurut Tempo, hal paling masuk akal dari bubarnya Jamaah Islamiyah adalah untuk melindungi aset berupa sekolah dan pesantren, pasalnya pada saat mengumumkan pembubarannya, tak satupun menyangkut cita-cita mendirikan negara Islam. JI menyatakan siap untuk mentaati hukum yang berlaku di Indonesia dan menjamin kurikulum pesantren yang jauh dari gerakan ekstrimisme. Menurut BNPT, ada sekitar 198 pesantren yang terafiliasi dengan organisasi terorisme dengan aset berupa tanah dan gedung yang bernilai tinggi. Pernyataan bubar ini membuat aset JI selamat dari pembekuan dan obyek rampasan negara.

Gerakan yang harus dilakukan secara bersama pasca pembubaran JI adalah melakukan deradikalisasi dan mitigasi terhadap eks organisasi tersebut agar nantinya mereka tidak menyebarkan ideologinya dan mendoktrin masyarakat. Penting untuk tetap melakukan verifikasi dan pendampingan terhadap aset pendidikan JI agar tidak menjadi ruang baru bagi penanaman indoktrinasi pada masyarakat. 

Cara lain agar organisasi semacam ini mudah dipantau adalah dengan membuatnya inklusif seperti halnya yang dilakukan Fahmina Institute dengan mengunjungi mereka dengan tujuan meluruhkan perasangka untuk mengenal lebih dalam seperti apa mereka dan juga memassifkan kolaborasi antar berbagai pihak baik itu lintas agama maupun lintas generasi. 

Bagaimana pun ideologi tidak selalu sejalan dengan organisasi. Walaupun secara organisatoris dibubarkan, ideologi tidak mudah hilang dan punah. Belajar dari HTI yang hanya dibubarkan, tetapi ideologinya masih terus masif. Belajar dari FPI yang sudah dibubarkan, tetapi mengganti baju menjadi organisasi lain. 

 

M Nasrul Abdillah

Recent Posts

Bahaya Pemahaman Tekstual Al Wala’ wal Bara’ Untuk Perdamaian Antar Agama

Secara etimologi, al Wala' berarti kesetiaan. Sedangkan al Bara' artinya terlepas atau bebas. Istilah ini…

1 hari ago

Cinta dan Kasih Mempertemukan Semua Ajaran Agama

Dalam dunia yang semakin terpolarisasi, kasih sayang dan persaudaraan antar umat beragama menjadi salah satu…

1 hari ago

Lebih dari Sekadar Salaman dan Cium Tangan, Telaah Gestur Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal

Momen simbolis penuh hangat antara Paus Fransiskus dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar bukan…

1 hari ago

Membaca al Wala’ wal Bara’ dalam Konteks Ke Indonesiaan

Yang harus ditegaskan adalah, apakah al wala' wal bara' kontradiktif dengan ajaran Islam? Tidak. Selama…

2 hari ago

Regenerasi Kepala BNPT dan Agenda Penanggulangan Terorisme di Era AI

Rabu, 11 September 2024, Presiden Joko Widodo secara resmi melantik Inspektur Jenderal Polisi (Irjen Pol)…

2 hari ago

Risalah Rasulullah kepada Kristen Najran; Dokumen Perdamaian Berharga Islam-Kristen di Abad ke-7 M

Ada semacam paradoks di tengah kultur sosial keagamaan kita, yaitu munculnya kelompok-kelompok yang mengaku mengikuti…

2 hari ago