Puisi kontroversial “ibu Indonesia” yang dibacakan oleh Sukmawati menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Narasi penistaan agama tentu saja menjadi isu utama. Namun, ada beberapa narasi lain sebagai dampak dari kontroversi tersebut, yakni kontradiksi agama dan budaya. Dua entitas yang dalam khazanah nusantara menjadi pondasi peradaban nusantara mulai dibenturkan. Agama seolah terpisah bahkan bertentangan dengan budaya dan begitu juga sebaliknya.
Perbincangan menjadi liar dengan membandingkan dan mempertentangkan secara serampangan mana budaya dan mana ajaran agama. Jilbab, cadar, konde, adzan menjadi kata kunci yang akan melebar pada membenturkan identitas kultural tertentu dengan menyerang identitas kultural lainnya. Perdebatan demikian tentu tidak perlu dibumbui dan diperlebar.
Dalam arus kontroversi yang menjadi liar dan dapat berdampak pada aspek kehidpuan bangsa, integrasi agama dan budaya perlu dikuatkan kembali dengan pandangan bahwa agama memberi ruh relijius pada budaya dan budaya memberi ruang kontekstualisasi ajaran agama. Keduanya tidak bisa dicampuradukkan, tetapi tidak bisa dipisahkan apalagi dipertentangkan. Menjadi relijius tidak berarti menanggalkan budaya, dan menjadi berbudaya tidak berarti bertentangan dengan agama.
Budaya adalah bagian tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Manusia makhluk berbudaya karena ia hidup dalam melestarikan budaya dan adat istiadat serta selalu mengembangkan kebudayaan baru. Budaya selalu bersifat dinamis dan kontinyu menyesuaikan dengan perubahan tantangan kehidupan manusia.
Agama datang dalam kehidupan manusia tidak dalam ruang kosong budaya. Terdapat adat istiadat, norma, nilai dan budaya yang telah lama menjadi framework kehidupan manusia. Agama datang dengan mengakomodasi budaya yang ada dengan membingkai ajaran agama dalam kultur adat dan tradisi masyarakat. Dan dipastikan tidak ada satupun agama lahir yang membabat habis kebudayaan pada zamannya. Agama menyerap kebudayaan sekitarnya dan memberikan makna baru dalam kehidupan manusia. Karenanya, agama tidak pernah kehilangan relevansinya karena ia melebur dalam kebudayaan masyarakat.
Dalam relasi agama dan budaya kita mengenal setidaknya tiga pola. Pertama, pola konfrontatif. Dalam kacamata ini agama selalu dihadapkan secara diametral dengan budaya. Ajaran agama dianggap bertentangan dengan budaya dan adat setempat. Akibatnya, agama selalu menjadi hakim yang menghakimi kebiasaan, adat istiadat dan norma yang ada. Corak beragama yang kaku seperti ini akan sulit diterima di tengah keragaman kultural masyarakat yang kuat.
Kedua, pola sinkretik. Dalam pandangan ini, agama dipadukan dengan budaya kadang menjadi kabur mana ranah agama dan mana entitas budaya. Dalam prakteknya munculnya entitas baru perpaduan agama dan budaya.
Ketiga, pola integral. Dalam pola ini agama mengakomodasi budaya sebagai media menyampaikan nilai agama kepada masyarakat. Budaya menjadi landasan yang melembutkan agama masuk dalam kehidupan masyarakat. Agama menjadi lebih bermakna dan tidak kaku ketika menjadikan budaya sebagai media berinteraksi dengan masyarakat.
Integrasi agama dan budaya menjadi corak peradaban bangsa. Negara Pancasila mampu membangun sebuah falsafah dan cara pandang bangsa tentang masyarakat yang relijius dan berbudaya. Sebuah bangsa yang mampu mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam kebudayaan nusantara. Karena itulah, corak agama yang masuk ke nusantara menampilkan sebuah ekspresi keagamaan yang khas bumi nusantara. Agama dan budaya menjadi pondasi bagi pembentukan karakter peradaban bangsa.
Pada titik inilah, sangat tidak bijak apabila membenturkan agama dan budaya. Baik agama maupun budaya telah menjadi bahan pokok dari racikan pembentukan karakter bangsa. Agama menjadi semakin lestari di bumi nusantara karena mampu merawat budaya. Dan budaya semakin beradab dengan masuknya nilai-nilai agama.
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…
View Comments