Rasulullah Saw lahir di tengah-tengah masyarakat yang sarat dengan kekerasan dan tindakan teror. Bahkan hal tersebut menjadi budaya dan seakan-akan kekerasan dan teror menjadi kewajiban dalam memerangi dan membunuh orang lain. Jafar bin Abi Tholib ketika tiba di Habashah (Ethiopia), mengatakan kepada Raja Najasy. “ Wahai Sang Raja, dulu kami adalah kaum yang musyrik, menyembah berhala, memakan bangkai, menindas tetangga, menghalalkan yang haram dan saling menumpahkan darah antara sesama, tidak ada kata halal dan haram dalam kehidupan kami……” Ucapan sahabat Nabi ini yang hijrah ke Habashah menunjukkan betapa kondisi kekerasan dan tindak teror yang tidak berprikemanusiaan terjadi pada masa Rasulullah Saw.
Islam yang memiliki esensi perdamaian, kesejahteraan, persamaan hak, kerukunan dan pengabdian secara total kepada sang pencipta tidak akan mungkin terwujud dalam kondisi kehidupan yang penuh dengan kekerasan, tindak terorisme dan dekadensi moral yang menyeluruh. Oleh karena itu, dalam mewujudkan misi yang diembannya, Rasulullah terlebih dahulu berusaha menciptakan iklim yang kondusif dan menanamkan nilai-nili positif kepada pengikutya agar mampu menekan fenomena masyarakat yang tidak menguntungkan risalah tersebut.
Dalam menanggulangi fenomena yang mengerikan itu, Rasulullah menempuh beberapa metode dengan menggunakan pendekatan-pendekatan sebagai berikut:
Menanamkan mawas diri terhadap sahabat-sahabatnya
Rasulullah meyakini bahwa kewaspadaan terhadap diri dan mawas diri akan menekan tindak kekerasan terorisme pada diri seseorang. Setiap sahabat harus selalu bersikap mawas diri karena dengan demikian seseorang akan mampu memahami kewajibannya terhadap Allah dan terhadap manusia di sekitarnya dan akan meyakini bahwa apapun yang dilakukan oleh seseorang selalu dalam pemantauan Allah dan malaikat-malaikatnya. Dengan demikian, seseorang akan selalu berusaha mengontrol dirinya dan mengoreksi setiap apa yang telah dan akan dilakukan karena telah sadar bahwa tuhan selalu ada padanya sebagaimana sabda Nabi “Sembahlah Tuhan-Mu seakan-akan Ia melihatmu”.
Kesadaran akan diri sendiri dan fungsi-fungsi yang diwajibkan pada diri seseorang akan membuat setiap individu menemukan eksistensinya dan pada gilirannya akan mendorong untuk tidak melakukan tindakan kekerasan dan terorisme yang bertentangan hati nuraninya dan nilai-nilai agama.
Menyebarkan nilai-nilai positif di tengah-tengah masyarakat
Setelah metoda di atas, Rasulullah kemudian selanjutnya menekankan pentingnya menyebarkan nilai-nilai positif di tengah-tengah masyarakat. Rasulullah memandang bahwa sebuah lingkungan di mana manusia itu hidup berdampingan dengan orang lain mutlak membutuhkan sebuah iklim yang kondusif, aman dan damai. Nilai tersebut harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dengan setiap elemen masyarakat. Ia memandang bahwa kerukunan, keadilan dan pemerataan di antara semua elemen masyarakat harus diwujudkan tanpa ada perbedaan suku, ras dan keyakinan. Ia melarang keras saling membenci, saling mengintimidasi dan saling menindas serta saling bermusuhan hanya karena perbedaan yang tidak prinsipil.
Rasulullah Saw bersabda “Sesungguhnya Allah itu sangat belas kasihan, suka kedamaian dan tidak menyukai kekerasan. Ia memberikan sesuatu kepada mereka yang suka berbelas kasihan dan tidak memberikan kepada mereka yang suka kekerasan dan tidak memberikan juga kepada siapapun kecuali yang suka berbelas kasihan dan berdamai (Kitabul Bir wa Assila wal Fadl , Babu fadl Rifq (2593). Dalam hal hubungan antara sesama dengan orang lain, Rasulullah telah banyak mencontohkan perilaku seperti ini dalam kehidupan sehari-harinya. Dalam sebuah riwayat disebutkan “Suatu ketika seorang Yahudi mendatangi Rasulullah Saw, lalu Yahudi itu menyapa Rasulullah dengan ucapan Assyam Alaikum (Syam keselamatan atasmu), Lalu, Aisyah menjawab Waalaikum Syam wa llaknat (keselamatan atas kamu syam dan laknat), Rasulullah lalu berkata “ Sebentar Ya Aisya tunggu…..Lalu Rasulullah bersabda “Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang suka berbelas kasihan dan kedamaian dalam segala hal”. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah telah bersabda “ Waspadalah terhadap kekerasan dan kekejian”
Kemudian dalam konteks ini, Rasulullah juga memandang bahwa menyebarkan sikap saling memaafkan atau toleransi terhadap mereka yang melakukan kesalahan merupakan unsur penting yang juga harus ditanamkan di tengah-tengah masyarakat. Sikap ini akan melahirkan kerukunan antara sesama dan saling mencintai serta menghormati antara sesama.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa “Ketika Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya sedang duduk dalam masjid, tiba-tiba seorang badui datang dan kencing di Masjid. Para sahabat langsung meneriakinya dan minta berhenti. Lalu Rasulullah mengatakan biarkanlah sampai ia selesai kencing. Setelah orang itu selesai barulah Rasulullah memanggilnya dan menyampaikan bahwa masjid ini adalah untuk sholat dan berdoa serta membaca Alquran bukan tempat kencing. Lalu Rasulullah meminta sahabatnya untuk mengambil sebuah timba untuk menyiram dan membersihkan kencing itu”. Demikianlah Rasulullah Saw menghadapi mereka yang melakukan kesalahan secara bijaksana tanpa menggunakan kekerasan dan menakut-nakuti mereka secara kejam atau menuduh mereka kafir atau zholim dan lain-lain sebagainya.
Mengharamkan Pembunuhan terhadap sesama
Selain kedua hal tersebut di atas yang dianggap sebagai unsur penting dalam menciptakan kehidupan yang bebas dari kekerasan dan terorisme, ia juga secara tegas melarang pembunuhan atau pembantaian terhadap sesama karena Allah telah menciptakan manusia sebagai makhluk yang paling mulia dibanding dengan makhluk-makhluk lainnya dan memasukkan para pelaku pembunuh sebagai pelaku kekejaman dan dosa besar yang tidak dapat dianulir dalam Islam . Allah berfirman “Dan janganlah kamu membunuh jiwa-jiwa yang telah diharamkan oleh Allah padamu kecuali dalam kebenaran” (QS. Al Isra Ayat 33) . Kemudian selanjutnya Allah mengkategorikan kekejaman tersebut sebagai bentuk pelanggaran besar sebagaimana firman Allah Swt “Seandainya penduduk bumi dan langit bersekutu untuk menghalalkan darah seseorang, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka jahanam”.
Oleh karena itu, jika seseorang berkongsi atau bersekutu membunuh seseorang maka yang demikian itu dianggap sebagai dosa besar dan pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka. Larangan yang telah ditekankan oleh agama terhadap umatnya bukan saja terhadap sesama muslim tetapi juga terhadap pemeluk agama lain. Rasulullah juga melarang keras melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan ketakutan seseorang atau masyarakat tertentu karena hal tersebut dianggap akan memicu ketegangan.
Larangan menciptakan ketakutan terhadap manusia
Melakukan tindakan-tindakan atau ancaman yang dapat menimbulkan ketakutan di tengah-tengah masyarakat merupakan tindakan yang tidak dapat ditolerir dalam Islam. Hal ini telah ditekankan oleh Rasulullah kepada sahabat-sahabatnya agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat. Selain tindakan tersebut dapat menimbulkan kerusakan di tengah masyarakat yang sangat dibenci oleh Allah juga akan menimbulkan ketidaktentraman dalam masyarakat Rasulullah Saw bersabda “ Tidak diperbolehkan seorang muslim untuk menakut-nakuti sesama muslim” . Dalam riwayat lain disebutkan “Barang siapa yang mengancam saudaranya dengan besi maka malaikat akan melaknatnya”
Membuat ketakutan di tengah masyarakat merupakan bentuk perusakan baik secara fisik maupun secara kebatinan. Sikap seperti itu sangat dicelah oleh Allah Swt bahkan pelakunya harus dijauhkan dari masyarakat. Tindak-tindak kekerasan atau teror bagian dari bentuk pengrusakan atau haraba dalam Islam yang ganjaranya cukup keras dan tegas. Oleh karena itu, Rasulullah mengajak sahabat-sahabatnya agar membebaskan masyarakat dari pengrusakan sehingga kehidupan yang rukun dan damai dapat tercipta dalam masyarakat. Allah Swt berfirman “ Sesungguhnya balasan bagi mereka yang memerangi Allah dan Rasulnya dan melakukan pengrusakan di atas muka bumi adalah dibunuh atau disalib atau dipotong kakinya atau diasingkan. Demikianah balasan yang hina bagi mereka di dunia dan bagi mereka siksa api neraka di akhirat nanti (QS. Almaida 33).
Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…
Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…
Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…
Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…
Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…
Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…