Narasi

Muslim Sejati Anti Rasisme dan Rangkul Semua Golongan

Pada 19 Juli lalu, Parlemen Israel membuat dunia Internasional gempar, dengan keputusannya mengesahkan undang-undang (UU) Negara Bangsa Yahudi. Dalam UU tersebut, ditegaskan bahwa Israel adalah Tanah Air bangsa Yahudi yang bersejarah, sehingga mereka punya hak eksklusif menentukan nasib sendiri di dalamnya.

Maka, logis jika banyak kalangan yang menyayangkan dan menolak pemberlakuan UU tersebut. UU itu bukannya membawa semilir angin perdamaian, melainkan menyulut api kebencian dan permusuhan. Bahwa konsekuensi logis dari aturan itu, bangsa di luar Yahudi menjadi ‘bangsa kelas dua’, yang tentu memiliki keterbatasan akses ke berbagai aspek kehidupan. Bangsa di luar Yahudi di Israel, rentan mendapat diskriminasi. Artinya, keamanan mereka terancam. Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, juga menyayangkan adanya aturan tersebut. Menurutnya, UU itu telah mematikan hak-hak warga Palestina yang ada di Israel dan mengancam penyelesaian konflik two state solution. (okezone.com)

Mencermati putusan Parlemen Israel, ingatan kolektif kita barangkali akan tertumbuk pada pemberlakuan politik apartheid di Afrika Selatan pada awal abad ke-20, puluhan tahun lalu. Kebijakan yang bangkrut pada 1994, digulingkan -salah satunya- oleh Nelson Mandela ini, telah menyebabkan diskriminasi politik dan ekonomi yang memisahkan ras hitam, campuran, dan putih.

Lebih parahnya lagi, Apartheid Afrika Selatan ini dilakukan secara sistematis, melalui tangan kekuasaan, di mana Partai Nasional meresmikannya melalui UU. Beberapa dekade setelah diundangkan, banyak UU susul-menyusul diundangkan pula, untuk menentukan ras dan membatasi kehidupan sehari-hari serta hak-hak warga Afrika Selatan non-ras-unggul (kulit putih). Salah satunya adalah, UU larangan perkawinan campuran tahun 1949 yang dimaksudkan untuk melindungi ‘kemurnian’ ras kulit putih. (african.union.org)

Coba cermati, bukankah apa yang dilakukan Israel hari ini sama persis dengan Politik Apartheid Afrika Selatan puluhan tahun lalu? Dampaknya, hanya jurang pemisahlah yang kian kuat, dan semakin jauhnya cita-cita persatuan. Ras unggul kian berkuasa, sementara ‘ras kelas dua’ kian sengsara. Patutkah aturan semacam itu dipertahankan? Nelson Mandela, jika masih hidup, boleh jadi akan berjuang mati-matian menentang diskriminasi rasial yang dilakukan Israel melalui UU. Karena hal itu sangat bertentangan dengan semangat kemanusiaan.

Muslim Anti Rasisme dan Rangkul Semua Golongan

UU Negara Bangsa Yahudi telah menciderai kemanusiaan -hal yang sangat dijunjung warga dunia dan juga agama-agama. Bagi muslim, juga tidak asing dengan ajaran Islam yang sangat anti diskriminasi. Salah satunya, dan ini yang paling mendasar, adalah ajaran tauhid. Bahwa konsep tauhid, mengajarkan pemeluk Islam untuk berjiwa merdeka, bebas dari perbudakan oleh manusia. Yang berhak memperbudak manusia hanyalah Tuhan semata. Lain tidak.

Tidak ada manusia yang lebih unggul hanya karena rasnya. Karenanya, aturan yang menegaskan keunggulan ras tertentu, sangat menyalahi ajaran agama, dan wajib bagi umat beragama untuk melawan.

Ada beberapa nash al-Qur’an yang bisa dijadikan seorang muslim untuk melawan diskriminasi atas golongan atau individu tertentu. Pertama adalah surat ar-Rum ayat 22 yang berbunyi: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.

Adapun kedua adalah, surat al-Hujurat ayat 13 yang berbunyi: … menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling takwa di antara kamu.

Dengan tegas, dua ayat tersebut menjelaskan bahwa keanekaragaman suku, bangsa, bahasa, dan warna kulit adalah bukti kekuasaan Tuhan. Di dalamnya terdapat pelajaran -misal, perbedaan membuat kehidupan menjadi lebih berwarna-, dan hanya orang-orang berpikirlah yang mampu menangkapnya. Dan yang juga tidak kalah pentingnya adalah, predikat terbaik di antara manusia tidak ada yang tahu, kecuali Tuhan. Sehingga, tidak ada alasan bagi manusia dari belahan dunia manapun untuk mengunggulkan rasnya.

Muslim sejati, selalu anti dengan rasisme -karena tidak sesuai ajaran Islam- dan juga merangkul semua golongan -karena hakikatnya manusia itu dari satu nenek moyang, yakni Adam.

Imron Mustofa

Admin Online Blog Garawiksa Institute. PU LPM Paradigma Periode 2015/2016

Recent Posts

Demistifikasi Agama dan Politik Inklusif untuk Kemanusiaan

Agama dan politik di Indonesia selalu menjadi isu yang sensitif sekaligus penting. Keduanya memiliki kekuatan…

16 jam ago

Merawat Hubungan Agama dan Politik yang Bersih dari Politisasi Agama

Sesungguhnya, agama tidak pernah bertentangan dengan politik. Agama dan politik itu sifatnya integratif. Agama dapat…

16 jam ago

Agama (Tidak) Bisa Dipisahkan dalam Politik?

Pada mulanya politik adalah sebuah jalan untuk mencapai tujuan yang mulia. Politik adalah seni untuk…

16 jam ago

Ruang Maya Sehat, Demokrasi Kuat

Menjelang Pilkada Serentak 2024, ruang digital di Indonesia menjadi semakin sibuk. Media sosial, yang telah…

2 hari ago

Mencegah Mudharat “Jualan Agama” Pada Pilkada 2024

Tahun 2024 adalah tahun politik. Pesta demokrasi melalui Pemilu telah. Kini masyarakat siap menyambut pemilihan…

2 hari ago

Prinsip Teo-Antroposentrisme Kuntowijoyo, Jembatan antara Dimensi Ilahi dan Realitas Sosial

Kelompok konservatif seperti Hizbut Tahrir Indonesia selalu menjadikan agama sebagai palang pintu terakhir segala problematika…

2 hari ago