Narasi

Penguatan Nilai Pancasila sebagai Vaksinasi Ideologi Transnasional

Globalisasi adalah fakta. Kita tak bisa menghindarinya. Untuk itu, eksespositif maupun negatif dari globalisasi harus disikapi dan direspon dengan tepat dan jeli. Arus globalisasi yang diiringi oleh kemajuan teknologi menjadikan tantantang tersendiri bagi bangsa ini, terutama yang berkaitan dengan krisis identitas oleh generasi muda sebagai salah satu dampak negatif globalisasi.

Pada konteks inilah, identitas nasional bangsa Indonesia yang termanifestasi dalam nilai-nilai Pancasila harus dikuatkan, bahkan Pancasila sebagai bintang pemandu (leitztern) bangsa Indonesia harus benar-benar diteguhkan dan dikuatkan supaya generasi muda kuat dan dalam wawasan kebangsaannya serta ideologi lain akan mental dengan sendirinya ketika hendak mencoba merasuk ke pikiran generasi saat ini. Inilah yang disebut sebagai Pancasila sebagai vaksin terhadap virus ideologi trans-nasional.

Meneguhkan Pancasila sebagai bintang pemandu bangsa Indonesia juga tidak hanya penting dilakukan. Lebih dari itu, adalah sebuah keniscayaan terlebih di saat seperti sekarang ini; ideologi transnasional seperti khilafah, komunisme dan liberalisme begitu kencang melakukan gerakan dan menginfiltrasi generasi muda bangsa ini.

Jika tidak ada upaya-upaya serius dan keberlanjutan untuk meng-counter ideologi transnasional tersebut, niscaya Pancasila sebagai ideologi final bangsa ini akan rapuh, bahkan ‘tumbang’ karena dirong-rong oleh kelompok ideologi lain. Dalam uraian Agus Widjojo (2016) Gubernur Lemhanas RI, pemantapan nilai-nilai ideologi Pancasila untuk penguatan ketahanan nasional.

Maka, benar apa yang ditegaskan oleh Mawaddah, bahwa Pancasila harus menjadi karakter (Jalan Damai, 08/6/2020). Karena kalau Pancasila sudah menjadi karakter bangsa ini, maka Pancasila akan mengakar dan menjadi nafas kultural dan kebangsaan seluruh masyarakat.

Baca Juga : Dari Piagam Madinah ke Pancasila: Ikhtiar Membumikan Islam Rahmat dalam Konsensus Bernegara

Dengan demikian, wawasan kebangsaan yang nilai-nilainya bersumber dari ideologi Pancasila, harus menjadi satu kesadaran yang utuh bangi seluruh komponen bangsa ini; mulai dari instansi pemerintah, lembaga pendidikan, partai politik, tokoh agama, pelaku ekonomi, kalangan muda hingga ojek online (Arief Hidyat, 2016).

Masih Relevankah Pancasila sebagai Bintang Pemandu Bangsa?

Meskipun pertanyaan ini muncul di tengah deraian arus ideologi transnasional membanjiri negeri ini, penulis berkeyakinan bahwa Pancasila masih dan akan selalu relevan sebagai bintang pemandu bangsa ini dalam meraih cita-cita dan tujuan bersama.

Setidaknya ada beberapa alasan mendasar. Pertama, Pancasila digali dan sesuai denga karakter masyarakat Indonesia. Di sinilah keunggulan Pancasila berada sehingga ia menjadi nilai dasar yang bersifat universal. Karakteristik semacam ini sangat penting karena Indonesia adalah negara yang heterogen, sehingga Pancasila sangat relevan dan akan terus menyatukan bangsa ini.

Kedua, sesuai dengan watak bangsa Indonesia. Pancasila sebagai jati diri dan identitas bangsa yang digali dari berbagai sumber yang sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia sebagaimana disebut pada poin pertama, adalah juga terkait dengan prinsip-prinsip tertentu yang mencirikan watak Indonesia lama dan modern; persaudaraan, ramah-tamah, dan gotong-royong (Suteki, 2016). Watak tersebut hanya bisa dilestarikan dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara.

Dengan demikian, mengapa kita hendak menempuh bidang-bidang kehidupan dengan mengidolakan cara hidup dan beridentitas ideologi lain? Bukankah Pancasila sudah lebih dari sekedar cukup atau bahkan merupakan ideologi yang paling cocok untuk masyarakat Indonesia? Kiranya uraian singkat di atas dapat memahamkan kita semua bahwa Pancasila masih relevan sebagai bintang penuntun bangsa ini.

Meneguhkan Pancasila sebagai Bintang Pemandu Bangsa

Agar Pancasila hidup, bukan sekedar ornamen yang dipajang di dinding-dinding kantor, sekolah dan rumah, maka Pancasila harus selalu hadir menjadi dasar dan spirit dalam berbagai aspek kehidupan.

Pertama, sebagai dasar negara. Mengandung arti bahwa Pancasila digunakan sebagai dasar dalam merumuskan segala kebijakan dan keputusan yang menyangkut hajat orang banyak (Prasetyo, 2014, h. 23). Turunan dari aspek ini adalah mewujudkan negara yang makmur, berkeadilan, menghapus eksploitasi, damai, tertib, dan berkemajuan.

Kedua, sebagai pandangan hidup. Yaitu pedoman bagi setiap arah dan kegiatan manusia Indonesia di segala bidang. Dengan kata lain, setiap masyarakat Indonesia tanpa terkecuali, setiap menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus bersandar dan tidak melenceng dari nilai-nilai Pancasila (Lihat: Kaelani, 2010, h. 26).

Ketiga, sebagai kepribadian bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila merupakan ciri khas bangsa atau negara Indonesia laiknya bendera merah putih sebagai ciri khas Indonesia yang membedakan dengan bangsa lain.  Sehingga, Pancasila sebagai kepribadian bangsa harus dicerminkan melalui sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang selaras dengan Pancasila. Jika aspek-aspek di atas sudah berjalan secara konsisten dalam diri setiap manusia Indonesia, maka Pancasila sebagai bintang pemandu bangsa Indonesia untuk meraih cita-cita dan kemajuan bersama benar-benar akan menjadi nyata dan dapat dirasakan oleh semua orang serta akan menjadi sebuah kebanggaan. Pada saat yang sama, virus berupa ideologi trans-nasional akan lenyap seiring dengan penguatan nilai-nilai Pancasila.

This post was last modified on 22 Juni 2020 1:54 PM

Kumarudin Badi’uzzaman

bergiat di Bilik Literasi, Peradaban dan Keragaman Nusantara (BiLadena) Jakarta

Recent Posts

Alarm Kearifan Nusantara: Pulang, Sebelum Terasing di Rumah Sendiri

Di tengah riuh rendahnya panggung digital, sebuah paradoks ganjil tengah melanda bangsa ini. Secara fisik,…

12 jam ago

15 Tahun BNPT: Siap Jaga Indonesia

Tahun 2025 menandai usia ke-15 Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai sebuah lembaga strategis penanggulangan terorisme…

14 jam ago

Reorientasi Dakwah; Dari Konversi Iman ke Harmoni Keagamaan

Bagi sebagian kalangan muslim, keberhasilan dakwah itu dinilai jika mampu menarik umat agama lain untuk…

14 jam ago

Menakar Kekuatan Dakwah Transnasional dan Dakwah Nusantara

Seiring terbukanya akses informasi global, arus dakwah transnasional masuk tanpa filter melalui media sosial, platform…

1 hari ago

Menghadapi Infiltrasi Dakwah Trans-nasional dengan Kebijaksanaan Lokal

Di era keterbukaan informasi saat ini, media digital telah mengubah cara umat beragama, khususnya umat…

1 hari ago

Bagaimana Seorang Da’i Berkompromi dengan Keberagaman?

Seorang pendakwah sesungguhnya memikul dua amanah besar di tengah masyarakat. Di satu sisi, pendakwah adalah…

1 hari ago