Narasi

Jurnalisme Damai untuk Demokrasi Bermartabat

Menjadi keniscayaan bahwa jurnalisme menjadi bagian penting dalam pengokohan demokrasi, bisa jadi tanpanya demokrasi akan pincang karena tidak ada media independen yang memainkan peran sebagai katalisator atas proses demokratisasi yang berlangsung. Oleh karenanya kehadiran jurnalisme yang ber-etika dan memegang teguh prinsip menjadi keharusan.

Dalam perkembangnnya, masyarakat global tidak hanya disuguhi produk jurnalistik yang berbasis media cetak. Secara massif, produk jurnalistik yang disuguhkan dewasa ini telah bergeser ke produk yang lebih modern, Deni Elliot dan Amanda Decker menyebutnya sebagai New Media yakni dengan munculnya media massa online (internet), termasuk didalamnya keberadaan media sosial yang seringkali digunakan oleh para netizen untuk memposting berita. Adapun menilik lebih jauh atas perkembangan New Media dengan kematangan demokrasi para netizen atau publik secara umum, Deni Elliot dan Amanda Decker dalam esainya New Media and an old Problem Promoting Democracy (2011) menjelaskan bahwa kemajuan teknologi mampu menngkatkan partisipasi warga. Namun, kemauan teknologi juga sekaligus  menimbulkan tantangan tentang tanggung jawab warga untuk secara aktif berpartisipasi dalam urusan politik (demokratisasi kenegaraan). Pada konteks yang lebih jauh keberadaan internat, khususnya media massa berbasis online mampu mendorong proses demokrasi deliberatif, dimana diskusi politik yang dilakukan oleh publik  mampu terekspose dan menjadi sarana pembelajaran demokrasi yang membangun (progersif)

Sudah menjadi kewajiban bagi para insan jurnalis untuk menghadirkan informasi yang berimbang, akurat, dan faktual sehingga diskursus yang terjadi di ruang publik mampu mendorong partisipasi dan ruang kritik yang sehat. Adanya kampanye hitam melalui media massa yang terjadi dalam kurun waktu Pemilu legislatif dan presiden empat tahun yang lalu tidak lain dikarenakan adanya banalitas informasi yang kemudian dipolitisir sedemikian rupa sehingga alih-alih mendapatkan feed back (konfirmasi) yang benar namun justru semakin memperparah situasi.

Rangkaian konstestasi politik telah dimulai tahun ini dan jurnalisme sudah tentu menjadi bagian yang sangat penting untuk memberikan kontrol dan sharing informasi yang berimbang bagi publik. Jangan sampai ada keberpihakan sehingga akan menegasikan etika jurnalisme itu sendiri, meskipun tidak bisa dipungkiri keberpihakan dan framing atas informasi yang berkembang di linimasa media sosial atau media massa online secara umum menjadi suatu keniscayaan. Kondisi seperti inilah yang harus segera dieliminir agar tidak berulang lagi di tahun politik saat ini. Sekiranya penting kemudian untuk menyadarkan kembali pentingnya cerdas dalam bermedia sosial, utamanya dalam mengakses informasi. Pun, seturut dengan hal tersebut konteks cerdas juga berlaku dalam dunia jurnalisme dimana menghadirkan informasi yang faktual dan akurat tanpa keberpihakan merupakan keniscayaan yang harus dipegang teguh.

Kedepan proses demokratisasi kita akan membayar mahal jika mekanisme yang berjalan tidak mengindahkan norma dan etika. Merujuk pada konsep utilitarianisme pada konteks demokrasi deliberatif, bahwa setiap orang memiliki kewajiban untuk membentuk opini yang baik demi kebaikan bersama. Utilitarianisme adalah konsep normatif dimana keputusan yang baik harus menghasilkan konsekuensi yang baik. Pemahaman inilah yang seharusnya dibangun dalam komunikasi politik, pun termasuk didalamnya jurnalisme itu sendiri, sehingga dialektika yang terjadi menjadi suatu pembelajaran dan kontrol atas informasi yang berkembang.

Publik modern sudah seharusnya menjadi lebih matang dan dewasa dalam mengakses informasi. Seturut dengan hal tersebut, kematangan dalam mengakses informasi juga sangat dipengaruhi oleh keberadaan jurnalis-jurnalis yang handal dan non partisan, artinya jurnalisme sebagai suatu pemikiran, sikap, dan perilaku mampu menjawab kegelisahan publik dengan konten konten informasi yang mencerahkan. Jurnalisme damai adalah keniscayaan bagi proses demokratisasi kita saat ini, dan berpijak dari pemahaman itulah semoga kontestasi politik dan pembelajaran demokrasi bangsa ini berjalan dengan damai, adil, dan non diskriminatif.

Agung SS Widodo, MA

Penulis adalah Peneliti Sosia-Politik Pusat Studi Pancasila UGM dan Institute For Research and Indonesian Studies (IRIS)

Recent Posts

Hijrah Sejati Tak Pernah Melahirkan Takfirisme

Setiap tahun baru hijriah datang membawa pesan sunyi dari masa lalu: sebuah perjalanan agung yang…

2 hari ago

Kebebasan yang Melukai: Saat Ekspresi Menabrak Batas Kesucian; Refleksi Penghinaan Majalah LeMan

Baru-baru ini, majalah satir asal Turki, LeMan, menuai kecaman setelah menerbitkan karikatur yang diduga menggambarkan sosok…

2 hari ago

Hijrah Yang Terlupa: Dari Sekat Sempit Menuju Kebersamaan Madani

Pada malam kamis, 26 Juni 2025 – Jum’at, 27 Juni 2025 umat Islam merayakan tahun…

2 hari ago

How to Train Your Dragon dan Menjadi Viking yang Khoiru Ummah

Berkisah tentang Hiccup, remaja Viking yang tinggal di pulau Berk, tempat di mana bangsa Viking…

3 hari ago

Makna Hadis “Iman Kembali Ke Madinah”; Universalisme Kemanusiaan Sebagai Jawaban atas Krisis Global

Ada sebuah hadist yang cukup populer di kalangan umat Islam. Yakni hadist tentang kembali ke…

3 hari ago

Tradisi Suran dan Titik Terendah dari Hijrah

Apa yang tampak baik, dan secara sekilas seperti hal yang dianjurkan, terkadang adalah hal yang…

3 hari ago