Memahami Dua Sisi Nabi Muhammad; Antara Misi Profetik dan Peran Domestik

Memahami Dua Sisi Nabi Muhammad; Antara Misi Profetik dan Peran Domestik

- in Narasi
430
0
Memahami Dua Sisi Nabi Muhammad; Antara Misi Profetik dan Peran Domestik

Membaca kisah hidup Rasulullah, kita akan dihadapkan pada sosok yang memiliki dimensi kehidupan yang dualistik. Nabi Muhammad di satu sisi dicitrakan sebagai sosok pemimpin spiritual yang agung. Ia menerima wahyu dari Allah Swt, lalu berjuang sekuat tenaga menyebarkan pesan keilahian itu ke seluruh umat manusia.

Tugas kenabian Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam itu diwarnai oleh beragam tantangan. Di fase awal, ia harus berhadapan dengan intimidasi para elite Quraisy yang menganggap Nabi Muhammad berkhianat dari kepercayaan nenek moyang. Di fase selanjutnya, ia juga menghadapi kekuatan-kekuatan besar yang menghalangi dakwah Islam.

Dalam menjalankan misi profetik ini, Nabi tidak pelak beberapa kali terlibat peperangan, baik itu dalam konteks membela diri, maupun dengan tujuan invasi. Misi profetik yang dijalani Rasulullah inilah yang menjadikan sosoknya identik dengan kesan kuat sebagai sosok pemimpin kharismatik dan ikonik.

Namun, di bagian-bagian lain kisah hidupnya, kita akan menemui kisah ihwal bagaimana Rasulullah menjahit bajunya yang koyak, membetulkan terompahnya yang rusak, bercengkerama dengan cucu, atau bermanjaan dengan para istrinya. Gambaran Nabi Muhammad dalam menjalani peran domestik ini tentu juga menjadi bagian penting dari biografinya.

Ironisnya, acapkali peran domestik Rasulullah ini justru kurang dieksplorasi lebih jauh. Kisah hidup Nabi Muhammad kadung didominasi oleh narasi heroisme Rasulullah dalam perannya menjalankan misi profetik. Hal ini bukan tanpa menimbulkan persoalan. Pemahaman umat akan kisah hidup Rasulullah yang didominasi nalar heroik ini melatari munculnya beberapa residu persoalan.

Memahami Nabi Muhammad Secara Komprehensif

Pertama, munculnya glorifikasi terhadap Nabi Muhammad. Yaitu pemujaan berlebihan pada sosok Rasulullah yang melewati batas. Di dalam Islam, sikap glorifikatif pada sosok tertentu merupakan periaku ghuluw yang dilarang agama.

Kedua, adanya pengkultusan terhadap sosok Rasulullah. Yakni sikap fanatik terhadap Rasulullah yang justru akan membuat umat gagal memahami pesan kenabian yang dijalaninya. Kultus individu mewujud dalam banyak fenomena, misalnya seperti upaya menduplikasi gaya hidup Rasulullah tanpa mengkontekstualisasikannya dengan ruang dan waktu.

Ketiga, munculnya ortodoksi pemahaman keagamaan. Yaitu perilaku memahami ajaran Islam secara harfiah, kaku, dan tekstualis yang justru membuat Islam terjebak dalam dogmatisme. Pemahaman keislaman yang ortodoks ini cenderung melahirkan sikap eksklusif dan intoleran seperti kita lihat belakangan ini.

Maka dari itu, memahami sosok Nabi Muhammad kiranya tidak boleh dilakukan secara parsial. Nabi Muhammad harus dipahami dalam perspektif dua sisi yang dilakoninya. Yakni sepak terjangnya dalam menjalankan misi profetik sekaligus perannya di ranah domestik. Misi profetik Rasulullah ini secara garis besar dapat dirangkum ke dalam sejumlah poin.

Pertama, menyampaikan ajaran tauhid di tengah masyarakat Arab yang gandrung pada tradisi paganisme yang berkarakter politeistik (menyembah banyak Tuhan). Tugas Nabi Muhammad adalah mengembalikan bangsa Arab dan umat manusia pada umumnya untuk kembali ke tauhid.

Kedua, menyempurnakan akhlak manusia. Dalam artian, Islam yang dibawanya menjadi ajaran yang meyempurnakan agama-agama sebelumnya. Ketiga, menyebarkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin, yakni membawa keberkahan dan keselamatan bagi alam semesta beserta isinya.

Sosok Rasulullah yang Humanis

Beda halnya dengan peran Rasulullah di ranah domestik yang lebih menggambarkan sosoknya yang humanis, layaknya manusia pada umumnya. Peran domestik yang dijalani Rasulullah membuktikan bahwa seoarang utusan Allah pun pada dasarnya adalah manusia biasa yang terikat oleh hukum domestik dan sosial.

Di dalam rumah, Rasulullah menjalankan peran domestiknya sebagai ayah dan suami. Di titik ini ia menampilkan diri sebagai sosok yang penyayang, mandiri, dan supportif kepada anak dan istrinya. Ia mau berbagi pekerjaaan domestik bersama istrinya. Jauh sebelum dunia modern memperkenalkan istilah kesetaraan gender atau relasi kesalingan (mubadalah) dalam keluarga, Nabi Muhammad sudah mempraktikkan itu semua.

Peran domestik ini menunjukkan sisi humanis Rasulullah. Ia seolah tengah mengirim pesan pada umatnya bahwa sebesar apa pun peran kita di ruang publik, kita tidak boleh melupakan tanggung jawab kita di ranah domestik. Tidak hanya itu, di kehidupan sosial, Nabi Muhammad juga digambarkan sebagai sosok humanis.

Ia dikenal sebagai sosok yang hormat dan sayang pada tetangga. Ia membina hubungan baik dengan semua individu dengan beragam latar belakang suku dan agama. Pendek kata, ia menempatkan prinsip kemanusiaan di atas sekat kesukuan dan keagamaan. Memahami dua dimensi Nabi Muhammad, yakni peran profetik dan domestik ini penting.

Tujuannya agar umat bisa mendapatkan pemahaman yang komprehensif. Dengan begitu, umat tidak akan mudah terjebak pada pendekatan simbolik dan formalistik dalam memahami ajaran Rasulullah. Selama ini, ada kesan bahwa sebagian muslim cenderung parsial dalam memahami ajaran Nabi. Alhasil, umat pun acapkali salah kaprah dalam menerapkan gaya hidup sunnah.

Sebagian muslim masih kerap menganggap bahwa menjalankan sunnah yang kaffah itu sekedar memanjangkan jenggot atau memakai celana di atas mata kaki. Namun, disaaat yang sama mereka justru berlaku otoriter dan patriarkis di rumah tangga.

Padahal, seorang suami yang mau mengerjakan pekerjaan domestik itu pada dasarnya juga tengah mengamalkan sunnah Rasul. Demikian juga, berbuat baik pada kelompok lain itu juga merupakan wujud dari pengalaman ajaran Rasulullah.

Facebook Comments