Di dalam Islam, tidak ada satu-pun perintah di dalam Al-Qur’an tentang jihad peperangan di tengah kondisi negeri yang damai. Sebab, perintah jihad berperang di dalam Al-Qur’an, itu mengacu ke dalam konteks-situasi (sedang diperangi). Jadi, konteks hukum jihad perang itu tidak berlaku selama kondisi damai atau tidak dalam peperangan/diperangi.
Seperti di dalam kebenaran mutlak (Qs. Al-Baqarah 2:190) “Dan Perangi-lah mereka di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu. (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas” itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah”.
Umat harus cerdas memahami ayat di atas, agar tidak terjebak atas propaganda kelompok radikal-teroris di dunia maya. Karena ayat di atas, memiliki konteks (jika umat Islam diperangi). Artinya, peperangan dalam konteks ayat di atas tentunya tidak berlaku jika dalam kondisi (damai) atau dalam Istilah Islam dalam Al-Qur’an, adalah non-muslim yang tidak boleh diperangi yaitu kafir dzimmi.
Jadi, jangan mudah terpengaruh oleh siapa-pun itu, yang mengajak kita untuk jihad memerangi aparat penegak hukum atau menyerang non-muslim. Kita harus membantah perilaku zhalim mengatasnamakan itu jihad dan itu dianggap ajaran agama. Sebab, peperangan/jihad bisa dilakukan selamat diperangi dan jika kondisi dalam kedamaian, maka haram hukumnya melakukan peperangan karena itu mengacu ke dalam perilaku (kemudharatan/kezhaliman dan melanggar nilai-nilai kemanusiaan).
Di dalam (Qs. Al-Maidah: 32) melakukan aksi teror di negeri yang damai lalu mengatasnamakan jihad. Maka, itu merupakan bentuk kesesatan penafsiran dan perilaku yang dihukumi oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an sebagai (pelanggaran kemanusiaan). Karena membunuh satu nyawa manusia, ibaratkan membunuh seluruh nyawa di dunia ini.
Ayat tersebut adalah: “Oleh karena itu, kami tetapkan suatu (hukum) bagi Bani Israil. Bahwa barang siapa yang membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau karena berbuat kerusakan di bumi. Maka seakan-akan dia telah membunuh orang lain. Atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi. Maka seakan-akan dia telah membunuh semua umat manusia. Barang siapa yang memelihara kehidupan seseorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia. Sesungguhnya rasul kami telah datang kepada mereka dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas. Tetapi kemudian banyak di antara mereka setelah itu melampaui batas”.
Pada hakikatnya, perang dalam Islam mempunyai prinsip pembelaan bukan justru mendukung kekerasan terhadap kemanusiaan yang tidak bersalah. Pada masa kepemimpinan Nabi Muhammad SAW, selalu melarang umatnya untuk memerangi, sebelum diperangi.
Begitu juga dalam (QS Al-Anfal:61). “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condong lah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang maha mendengar lagi maha mengetahui”. Bahwa, Islam begitu menjunjung perdamaian, menghindar peperangan dan konteks peperangan-pun mengacu ke dalam perilaku (membela diri).
Motif jihad berperang di negeri yang damai adalah perilaku kezhaliman yang tidak dibenarkan di dalam Islam. Sebab, Islam di dalam Al-Qur’an memiliki prinsip diperbolehkan melakukan jihad peperangan ketika mengacu ke dalam: diperangi, diusir dari tanah airnya, dan dilarang beribadah (diskriminasi keagamaan). Secara orientasi, Islam lebih condong membenarkan peperangan ke dalam konteks (membela diri).
Menjaga Perdamaian adalah Kebenaran Jihad
Jihad di negeri yang damai di dalam al-Qur’an tentunya mengacu ke dalam sikap (menjaga tatanan) yang majemuk agar tidak berpecah-belah. Sebab, kemajemukan adalah sunnatullah yang harus dijaga betul dan menjaga perdamaian serta keharmonisan merupakan inti dari ajaran Islam yang rahmat.
Argumen di atas, sejatinya dibenarkan di dalam Islam dalam potongan (Qs. Al-Hujuraat:13) bahwasanya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha mengenal”.