3 Upaya Memperkuat Pola Rekruitmen Pegawai yang Steril dari Paham Terorisme

3 Upaya Memperkuat Pola Rekruitmen Pegawai yang Steril dari Paham Terorisme

- in Narasi
452
0
3 Upaya Memperkuat Pola Rekruitmen Pegawai yang Steril dari Paham Terorisme

Pergeseran pola infiltrasi paham terorisme ke sektor pemerintahan yang melahirkan teroris kelas menengah. Hal ini sebagai strategi baru untuk merobek bangsa ini dari dalam. Perannya, memengaruhi orang-orang sekitar seperti seluruh pegawai pemerintahan layaknya BUMN dan menebar propaganda radikal-teroris secara aman dan transparan.

Maka, menjadi penting dalam upaya memperkuat pola rekruitmen pegawai yang steril dari paham terorisme itu. Upaya ini tentunya dapat dilakukan dengan 3 hal.

Pertama, telitilah background keagamaannya; baik secara pemahaman/pemikiran/sikap serta orientasi keagamaan yang dimiliki calon atau seorang pegawai itu sebelum diterima. Hal ini sebagai bentuk (identifikasi personal) untuk mengungkap fakta-fakta, apakah orang tersebut condong inklusif/eksklusif. Dari tips tersebut, akan mudah memahami apakah calon pegawai tersebut cenderung ke pemahaman keagamaan yang tolerant atau tidak.

Melihat personal background keagamaan tentunya akan semakin membuka ruang identifikasi secara kompleks dengan memahami (jejak keseharian). Bahkan bisa melihat organisasi keagamaan apa yang sedang diikuti dan bisa menggunakan inteligensi research berbasis psikologis. Agar, semua jawaban yang dimiliki, bisa diphamai apakah berbohong atau tidak.

Kedua, seleksilah secara ketat perihal “rasa kebangsaan” yang dimiliki calon pegawai. Hal ini dapat dilihat dengan memahami serta mencari tahu gerak-gerik serta aktivitas yang dimiliki dalam kesehariannya. Hal ini tentunya mengacu ke dalam orientasi berpikir dan sikap nasionalis yang dimiliki apakah ada atau tidak. Serta memahami kecenderungan calon pegawai tersebut terhadap NKRI dan ideologi Pancasila serta semangat Kebhinekaan serta bagaimana penerimaan atas prinsip bernegara yang kita miliki saat ini.

Point ini menjadi satu hal yang sangat selektif dalam menerima pegawai, baik di lingkungan pemerintahan maupun di Swasta. Hal ini sebagai satu jalan mengungkap fakta, apakah calon tersebut memiliki potensi ke dalam lingkup “seorang radikal-teroris” atau tidak. Tentunya, rasa kebangsaan yang dimaksud bukan sekadar persaksian semata, melainkan sebagai bentuk dari pemahaman kepribadian yang berkaitan dengan semangat kebangsaan itu sendiri.

Ketiga, meneliti (jejak digital) yang dimiliki calon pegawai secara ketat. Hal ini menjadi sangat penting untuk kita lakukan. Sebab, motif penyelundupan kelompok radikal-teroris ke ranah pemerintahan tentunya akan bergerak menyebar propaganda dengan memanfaatkan ruang digital (media sosial). Seperti kasus tersangka teroris DE sebagai karyawan PT KAI yang ternyata telah berbaiat sebelum masuk ke ranah BUMN.

Sosial media ibarat kata sebagai (rekaman kehidupan) seseorang dalam sehari-hari. Jadi, meneliti jejak digital, apakah calon karyawan tersebut pernah ikut-andil dalam menyebarkan propaganda radikal atau tidak. Menelusuri jejak digital apakah calon pegawai tersebut gemar menyebar narasi intolerant/pemecah-belah atau tidak.

Tentu tak sekadar dalam konteks seleksi penerimaan pegawai yang harus ketat. Dalam lingkungan internal, pengawasan di ranah pegawai BUMN atau-pun swasta terkait motif penyelundupan kelompok radikal ini menjadi penting. Secara orientasi, peka terhadap kondisi pegawai apakah benar-benar berada di jalan yang lurus “bukan kelompok radikal” atau tidak sedang dalam kontaminasi ajaran radikal.

Oleh karena itu, sangat penting untuk ketat dalam seleksi penerimaan pegawai di ranah pemerintahan/swasta dengan melihat 3 hal tersebut. Juga, di ranah internal pegawai harus benar-benar butuh pengawasan agar tidak kecolongan dan tidak dijadikan lumbung kontaminasi ajaran radikal-teroris. Demi terjaganya kemaslahatan bangsa dari kejahatan kemanusiaan yang berdalih jihad keagamaan itu.

Facebook Comments