IDEOLOGISASI ‘BHINNEKA TUNGGAL IKA” DAN “NKRI” HARGA MATI

IDEOLOGISASI ‘BHINNEKA TUNGGAL IKA” DAN “NKRI” HARGA MATI

- in Narasi
2212
0

Tanggal 17 Juli 2017 ini merupakan awal tahun ajaran pendidikan 2017/2018. Ada anak yang baru masuk sekolah atau naik kelas. Pendidikan merupakan kunci mencapai kema­juan pembangunan dan daya saing bangsa di kancah global. Banyak tokoh telah memberi­kan inspirasi bagi pengambil kebijakan dan pelaku pendidikan. Hal yang paling penting ba­gaimana menyebarkan inspirasi sebagai energi positif pengembangan pendidikan.

Dunia pendidikan mesti mampu mencetak generasi, tokoh, kader, dan pegiat pendidikan handal demi pendidikan yang kualitas dan berke­adilan. Kehadiran jutaan guru menjadi modal yang mesti dioptimalkan kualitasnya. Peme­rintah wajib memperhatikan kesejahteraan guru demi kebangkitan kualitas pendidikan.

Salah satu tantangan kontemporer dunia pendidikan adalah implementasi pendikan dalam penguatan ideologi kebangsaan. Indonesia pasca-reformasi telah menguatkan ideologi kebangsaan yang ada menjadi 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Antara lain terdiri dari NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhineka Tunggal Ika. Upaya ideologisasi 4 pilar tersebut tentunya menjadi harga mati.

Tulisan kali ini akan fokus pada upaya ideologisasi untuk Bhineka Tunggal Ika dan NKRI. Ideologisasi yang optimal tentu menjadi target dengan tidak sekadar memberikan sosialisasi untuk dihafalkan. Ideologisasi memang penting dilandasi pondasi pemahaman. Generasi mendatang penting dibekali penguatan historiografi sekaligus filosofi pentingnya Bhineka Tunggal Ika dan NKRI.

Kata ideologi berasal dari bahasa Yunani “idea” dan “logos”. “Idea” mengandung arti mengetahui pikiran, melihat dengan budi. Sedangkan kata “logos” mengandung arti gagasan, pengertian, kata, dan ilmu. Dengan demikian, ideologi berarti kumpulan ide atau gagasan, pemahaman-pemahaman, pendapat-pendapat, atau pengalaman-pengalaman. Kata Ideologi sendiri pertama sekali diperkenalkan oleh filsuf Prancis Destutt de Tracy pada tahun 1796.

Ideologisasi penting dilakukan sejak dini. Seluruh sektor dapat dioptimalkan, seperti pendidikan, keagamaan, sosial, budaya, hukum, politik, dan lainnya. Pendidikan memegang peran sentral karena dinamika kesehariannya menyuguhkan transformasi pemikiran.

Hal yang perlu diperhatikan bahwa pendidikan yang dimaksud tentunya tidak sekadar formal. Pendidikan non formal juga penting dioptimalkan. Kurikulum penting dikemas agar ideologisasi kebangsaan ini menarik dan tetap meningkatkan daya berpikir dan kritis anak didik. Pendidikan ideologi tidak sekadar menghafalkan, namun dengan penghayatan dan penerapan. Ideologisasi juga penting masuk dalam semua mata pelajaran secara proporsional.

Ideologisasi membutuhkan keteladanan. Generasi yang lebih tua atau dewasa patut memberikan keteladanan melalui kehidupan keseharian. Bhineka Tunggal Ika dapat diaktualisasikan dengan toleransi terhadap orang lain. Toleransi penghormatan bukan pencampuradukan. Dalam al-Quran, Allah SWT Berfirman “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…” (Q.S. Al-Hujurat: 13).

Ideologisasi dapat dimulai dari kecintaan simbolik, seperti belajar mencintai logo Garuda Pancasila, bendera merah putih, dan atribut serupa lainnya.

NKRI merupakan wadah yang disepakati para pendiri. Hal ini mesti dipahami akar sejarah dan kebatinannya. Dengan demikian siapa yang tinggal dan menikmati bumi nusantara ini konsekuensinya mesti mengakui dan mencintai NKRI. Jiwa nasionalisme menjadi pegangan dan pondasinya.

Nasionalisme atau cinta tanah iar juga memiliki rujukan keagamaan yang mestinya tidak perlu dipertentangkan. Cinta negeri sama halnya cinta jiwa dan harta; merupakan tabiat dan fitrah manusia. Allah SWT berfirman “Dan sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka:”Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampungmu”, niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka” (QS. An-Nisa’: 66).

Dalam hadits riwayat at-Tirmidzi dan lainnya dengan nilai shahih orang mati karena mempertahankan hartanya adalah termasuk syahid, maksudnya syahid akhirat, yakni mendapat pahala sebagaimana orang yang mati syahid. Termasuk juga dalam riwayat itu orang yang mati karena mempertahankan tanah air yang akan dirarnpas sebagaimana dalam perang kemerdekaan kita di masa yang lampau.

Pemimpin penting memberikan keteladanan terkait kebhinnekaan dengan implementasi keadilan. Akses ekonomi tidak hanya untuk golongan atau parpol yang mendukung penguasa. Pembangunan dilakukan merata, tidak bias Jawa, bias kota, atau memilih pada kantong konstituen penguasa.

Ideologi NKRI penting pula diteladankan pemimpin. Aset-aset strategis dan potensial bangsa, seperti ekonomi mestinya tidak mudah dijual ke pihak asing. Keberpihakan domestik mestinya diprioritaskan. Semua ini akan memudahkan proses ideologisasi kepada rakyat dan generasi yang cenderung semakin meningkat daya kritisnya.

Facebook Comments