Dari ‘Revolusi Akhlaq’, Kita Jangan Terjebak dalam Ruang Intoleransi dan Radikalisme

Dari ‘Revolusi Akhlaq’, Kita Jangan Terjebak dalam Ruang Intoleransi dan Radikalisme

- in Narasi
1630
0

Beberapa hari lalu, dan hingga saat ini, kepulangan imam besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Syihab telah menciptakan euforia keberislaman yang luar biasa di sebagian umat muslim Indonesia. Di hari kepulangannya ke Tanah Air, beribu-ribu pendukungnya menyambutnya dengan semangat yang luar biasa.

Dilansir dari detik.com, dari saking banyak massa FPI yang menyambut kepulangan sang Habib ke Bandara Soekarno-Hatta, hal itu setidaknya telah menyebabkan mejumlah penumpang pesawat yang hendak terbang ke berbagai wilayah terjebak kemacetan di Tol Sedyatmo arah Bandara Soekarno-Hatta. Kemacetan terjadi akibat banyaknya massa yang hendak menjemput Pimpinan FPI Habib Rizieq Syihab.

Kepulangan Habib Rizieq Syihab pada 10 November lalu adalah kepulangannya yang pertama sejak menetap di Arab Saudi pada kurun waktu 2017 lalu. Dalam hemat penulis, mengenai kepulangan Habib Rizieq yang pertama ini ada yang menarik untuk didiskusikan. Yang mana hal itu tak lain adalah agenda kepulangan Habib Rizieq yang disebut-sebutnya sebagai ‘Revolusi Akhlak’.

Revolusi akhlak, adalah sebuah agenda yang cukup menarik saya kira. Sebab, dengan mengamati perkembangan sosial-kehidupan kita beberapa tahun terakhir, revolusi akhlak memang dibutuhkan. Lebih-lebih untuk umat muslim itu sendiri. Sebab, sebagaimana ditegaskan dalam salah satu hadits Nabi Muhammad Saw. bahwa salah satu misi Nabi Saw diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak; budi pekerti yang baik.

Sepintas, dalam pandangan penulis, agenda mulia Habib Rizieq Syihab ini perlu kita dukung. Atau setidaknya kita contoh untuk merevolusi akhlak dalam komunitas kita sendiri. Sebab, dengan revolusi akhlak, yang dalam hemat penulis mengimpikan sebuah tatanan akhlak yang baik dalam menjalani kehidupan, akan turut serta membentuk kepribadian kehidupan berbangsa yang baik. Karena, akhlak adalah modal penting untuk bisa hidup sesuai norma dan aturan.

Sekali lagi saya ingin menegaskan bahwa; dengan memperhatikan perkembangan sosial kehidupan kita saat ini, revolusi akhlak adalah hal yang penting. Tapi, jangan sampai karena alasan mau melakukan revolusi akhlak itu, kita malah terjebak masuk dalam ruang mengerikan bernama intoleransi dan radikalisme.

Bisakah hal itu terjadi? Jawabannya sangat bisa. Sebab, jika kita tak bisa bersikap dewasa dalam melakukan revolusi akhlak, kita akan cenderung mengorbankan hak orang lain dan keberagaman yang ada. Contohnya, saat pergi ke pasar, misalnya, lalu di situ kita menemukan orang bermaksiat, lalu dengan alasan mau revolusi akhlak, lalu kita memukulinya, hal itu tidak benar. Apalagi sampai melakukan penjarahan terhadap tempat-tempat yang dianggap sarangnya maksiat, itu tidak benar juga. Itu bukanlah revolusi akhlak, melainkan tindakan radikalis dan intoleransi yang dibungkus dengan bumbu-bumbu revolusi akhlak.

Islam, sejak dulu sudah mengampanyekan revolusi akhlak. Ya, salah satunya melalui Rasulullah Saw itu yang terbukti mampu mengubah moral masyarakat Arab Jahiliah yang carut-marut kala itu. Tapi, perlu kita ketahui, kala itu Rasulullah Saw. melakukan revolusi akhlak dengan cara-cara yang santun, penuh kedamaian dan cinta-kasih kepada sesama. Bukan dengan kekerasan dan caci-maki yang memuakkan.

Jadi, mari kita revolusi akhlak dengan cara-cara yang sudah diajarkan oleh Rasulullah Saw yang menyejukkan. Sementara, jika ada yang mengajak untuk revolusi akhlak, tapi dengan cara-cara kekerasan dan intoleran, sudah sepatutnya kita tinggalkan.

Revolusi akhlak itu penting. Tapi, jangan karenanya kita terjebak dalam ruang intoleransi dan radikalisme berkelanjutan. Wallahu a’lam.

Facebook Comments