Kesenjangan Bermedia dan Dampaknya terhadap Konflik Identitas

Kesenjangan Bermedia dan Dampaknya terhadap Konflik Identitas

- in Narasi
416
0
Kesenjangan Bermedia dan Dampaknya terhadap Konflik Identitas

Media sosial saat ini menjadi sarana komunikasi yang paling dominan digunakan oleh manusia di seluruh dunia, terlebih di Indonesia. Masyarakat saat ini mempunyai ketergantungan yang sangat besar terhadap media sosial sebagai alat komunikasi. Media tak ubahnya kebutuhan primer dalam kehidupan manusia. Bagi orang-orang, media sosial sebagai sarana informasi dan komunikasi, sebagian yang lain menjadikan media sosial untuk mengekspresikan karya dengan menjadikannya sebuah konten.

Akhir-akhir ini, media sosial di tanah air tak ubahnya seperti gelombang pasang air laut: membawa pasir dan terkadang sampah. Fenomena media sosial di Indonesia saat ini sangatlah ironi. Segenap platform meda sosial seperti facebook, tiktok, instagram, twitter, acapkali dipenuhi dengan konten-konten yang tidak edukatif. Lebih mirisnya lagi, media sosial dijadikan sebagai ruang provokatif yang akhirnya akan berimplikasi pada disintegrasi sosial.

Mengikuti Trend

Konten provokatif biasanya berupa hoax yang ujung-ujungnya hanyalah untuk mengganggu stabilitas sosial. Hal seperti inilah yang menghasilkan perilaku kekerasan, gosip, flexing, bullying, dan perbuatan amoral lainnya. Hoax dalam percakapan media sosial telah menimbulkan keresahan dan kerusuhan dalam sektor pedidikan, sosial, politik, dan sektor bisnis, atau bahkan ketegangan dalam sektor agama (Syahputra, 2019). Arus ini bahkan kerap kali disebut-sebut sebagai fenomena global dalam kultur dunia siber yang sulit untuk diurai.

Tak hanya di media sosial, stasiun televisi saat ini sudah kehilangan fungsi dan esensinya. Televisi merupakan media yang mempunyai tiga fungsi utama yaitu; hiburan, penyebaran informasi, dan pendidikan (Vera, 2008). Namun program hiburan lebih mendominasi ketimbang program edukatif sebagai media pendidikan. Fungsi televisi saat ini sudah tergerus oleh dinamika zaman.

Televisi kerap kali memproduksi sesuatu yang viral meskipun itu kurang bermanfaat sebagai konsumsi publik. Demikian bisa dilihat ketika ada sesuatu yang viral di media sosial, stasiun televisi seketika itu mengundang sesorang yang sedang viral meskipun program tersebut tidak mempunyai unsur edukatif. Betapa Ironinya industri televisi saat ini yang hanya mengejar rating tanpa mempertimbangkan implikasi terhadap perkembangan sumber daya manusia.

Aktifitas ruang digital kita sudah penuh dengan konten yang tidak edukatif. Tentu hal ini mempunyai implikasi negatif terhadap perkembangan masyarakat apalagi generasi penerus bangsa. Jika hal semacam ini dibiarkan begitu saja tanpa memprioritaskan konten edukatif, maka impian untuk menjadi negara maju hanyalah sebuah ilusi belaka.

Mengatasi Kesenjangan Bermedia dan Konflik Identitas

Fenomena demikian oleh (Renald Kasali, 2017) disebut sebagai era disruption yang merupakan kondisi di mana terjadinya inovasi yang menyebabkan perubahan secara besar-besaran atau mendasar ke dalam sistem yang baru. Kesenjangan bermedia merupakan masalah yang kompleks dan berdampak luas pada masyarakat. Dalam upaya mengatasi konflik identitas kita perlu berusaha untuk menciptakan media yang lebih inklusif dan mendorong dialog pemahaman yang lebih baik antara kelompok yang berbeda dalam masyarakat.

Selain itu, mengatasi kesenjangan bermedia dapat dilakukan dengan cara menjadikan media sebagai wadah untuk mencerminkan keberagaman masyarakat, bukan saling menjatuhkan satu sama lain. Dalam konteks ini, masyarakat harus berpartisipasi dalam dialog terbuka tentang isu-isu media dan identitas baik suku, agama, ras, ataupun antargolongan. Hal ini menjadi penting untuk mengurangi ketegangan sosial dan mempromosikan pemahaman antar-kelompok.

Media dalam berbagai bentuknya telah menjadi bagian integral yang merasuki sendi-sendi kehidupan dalam berbagai arah. Dalam era globalisasi yang serba digital, media mempunyai peran signifikan dalam membentuk pandangan dunia dan identitas individu maupun kelompok. Akhirnya, marilah kita menggunakan media dengan cara sehat dan bijaksana tanpa menggunakan isu atau narasi kebencian terhadap suatu individu atau kelompok.

Facebook Comments