Sekolah: Dari Ramah Perbedaan Menuju Rumah Peradaban

Sekolah: Dari Ramah Perbedaan Menuju Rumah Peradaban

- in Narasi
1366
0
Sekolah: Dari Ramah Perbedaan Menuju Rumah Peradaban

Besar dan majunya suatu bangsa tergantung pada kualitas generasi bangsa. Pendidikan menjadi media utama dalam mewujudkannya. Pendidikan penting hadir dalam setiap entitas, mulai dari keluarga, sosial kemasyarakatan, sekolah, pesantren, seminari, dan lainnya.

Sekolah dengan beragam bentuknya memiliki peran strategis dalam membangun karakter dan kualitas anak bangsa. Tentu tidak sekadar aspek akademik, namun juga budi pekerti, religiositas, nasionalisme, hingga pemahaman antiradikalisme.

Salah satu upaya transformasi pendidikan multiaspek di sekolah adalah melalui penanaman toleransi dan iklim ramah perbedaan. Sekolah dapat menjadi miniatur sosial bagi siswa. Meskipus sekolah homogen dari segi agama, etnis, atau lainnya, namun dipastikan masih akan ada sisi perbedaan meski kecil. Seberapapun perbedaan tersebut, siswa mesti dididik untuk menghargai perbedaan. Keramahan perbedaan merupakan kunci kemajuan dan kedamaian peradaban. Untuk itu sekolah yang ramah perbedaan akan menjadi miniatur rumah peradaban.

Peran dan Fungsi Sekolah

Sekolah memiliki hubungan erat dengan kehidupan masyarakat. Menurut Suwarno (2018), sekolah memiliki beberapa peran penting. Sekolah merupakan refleksi atau cerminan kehidupan masyarakat, sehingga sekolah tidak melepaskan diri dari kenyataan-kenyataan di dalam masyarakat. Sekolah sebagai evaluator kondisi di masyarakat dan selanjutnya melakukan pembinaan. Sekolah sebagai lingkungan pengganti keluarga dan pendidik sebagai pengganti orang tua. Sekolah juga sebagai lembaga yang menerima hak waris untuk mendidik anak, jika anak tidak mempunyai keluarga.

Selain peran penting, sekolah juga memiliki beberapa fungi (Purwanto, 2018). Pertama, Sekolah bertugas untuk mengembangkan pribadi anak didik secara menyeluruh. Fungsi sekolah yang lebih penting sebenarnya adalah menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan yang cerdas. Fungsi sekolah dalam pendidikan intelektual dapat disamakan dengan fungsi keluarga dalam pendidikan moral. Peningkatan kecerdasan, keterampilan dan sikap sebagai modal penting untuk pembangunan. Selain itu dengan pengalam belajar, segala tindakan yang dilakukan akan berdasarkan ilmu. Hal ini yang akan membuat hidup lebih bermutu.

Kedua, sekolah memiliki fungsi spesialisasi. Spesialisasi sebagai konsekuensi makin meningkatnya kemajuan masyarakat ialah maki bertambahnya diferensiasi sosial yang melaksanakan tugas tersebut. Fungsi sekolah adalah sebagai lembaga sosial yang spesialisasinya dalam bidang pendidikan dan pengajaran. Sementara itu, menurut Karsidi penerapan sistem sekolah dimaksudkan untuk memberikan komeptensi-kompetensi jenis keahlian dalam lahan pekerjaan yang terbentang luas kompleksitasnya. Siswa menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan sesuai dengan spesialisasinya dan kebutuhan dunia pekerjaan atau setidaknya mempunyai modal untuk mencari nafkah.

Ketiga, fungsi efisiensi. Fungsi sekolah adalah sebagai lembaga sosial yang berspesialisasi di bidang pendidikan dan pengajaran, maka pelaksanaan pendidikan dan pengajaran dalam masyarakat menjadi lebih efisiensi. Jika tidak ada sekolah dan pekerjaan mendidik hanya dipikul oleh keluarga, maka hal ini tidak akan efisien, karena orang tua terlalu sibuk dengan pekerjaannya, serta banyak orang tua tidak mampu melaksanakan pendidikan.

Keempat, fungsi sekolah untuk sosialisasi. Fungsi sekolah yakni sebagai proses untuk membantu perkembangan individu menjadi makhluk sosial, makhluk yang dapat beradaptasi dengan baik di masyarakat. Proses sosialisasi di dalam masyarakat yang bersifat heterogen dan pluralistik, merupakan fungsi yang cukup penting karena tugas pendidikan sekolah adalah mensosialisasikan pentingnya persatuan melalui beberapa macam mata pelajaran.

Kelima, fungsi sekolah untuk konservasi dan transmisi kultural. Fungsi sekolah adalah memelihara warisan budaya yang hidup dalam masyarakat dengan jalan menyampaikan warisan kebudayaan (transmisi kultural) kepada generasi muda. Dalam hal ini tentunya adalah anak didik. Vembriarti memaparkan fungsi sekolah sebagai transmisi kebudayaan masyarakat, diantaranya transmisi pengetahuan dan keterampilan serta transmisi sikap, nilai-nilai dan norma-norma.

Keenam, sekolah sebagai tansisi dari rumah ke masyarakat. Ketika berada di keluarga, kehidupan anak serba menggantungkan diri pada orang tua, maka memasuki sekolah ia mendapat kesempatan untuk melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab sebagai persiapan sebelum masuk ke masyarakat.

Ketujuh sekolah sebagai kontrol sosial. Menurut Karsidi, sekolah memiliki sistem pengendalian sosial. Secara mendasar pengendalian sosial bertujuan untuk mencapai keserasian antara stabilitas dengan perubahan-perubahan dalam masyarakat atau suatu sistem pengendalian, yang bertujuan untuk mencapai keadaan damai melalui keserasian antara kepastian dengan keadilan.

Kebangsaan dan Peradaban Damai

Narasi menuju Indonesia dan peradaban dunia yang damai mesti menjadi asa dan misi semua pihak. Pembelajaran yang tepat di sekolah dengan ramah perbedaan diharapkan dapat menunjang perkembangan mental dan jiwa sosial. Tidak hanya sekolah, semua pihak memegang peran penting dalam mengupayakan strategi edukasi anak tersebut.

Pertama adalah orang tua. Orang tua memegang peran sentral. Hal ini dikarenakan orang tua memiliki ikatan batin dan lebih banyak berinteraksi dengan anak. Orang tua penting memahami secara konsep dan aplikasi terkait kecerdasan emosional anak. Sinergi dapat dilakukan orang tua dengan sekolah, lembaga sosial, atau psikolog. Alih-alih memberikan pendidikan anti-radikal, orangtua jangan sampai memberikan keteladanan kekerasan dalam rumah tangga. Orang tua harus mampu menjadi panutan sekaligus teman. Apapun materi yang didapat anak di luar dengan demikian selalu terkomunikasikan dalam keluarga. Keluarga merupakan senjata utama dalam deradikalisasi.

Kedua adalah sekolah dan pendidik. Orientasi membangun kecerdasan emosional anak mesti dikuatkan oleh sekolah dan guru. Pendidikan mesti menerapkan pengembangan kecerdasan jamak secara seimbang, tidak hanya berpatokan pada kecerdasan intelegensia saja. Media berupa buku kendali anak dapat membantu mengenali dinamika anak sehari-hari. Komunikasi dengan orang tua penting diintensifkan agar terjadi kesinambungan pendidikan anak di sekolah dan rumah. Kurikulum anti kekerasan mesti ditonjolkan. Sekolah dapat melakukan pemantauan terkait dinamika berpikir anak guna mengidentifikasi masuknya ajaran radikal.

Ketiga adalah pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum mesti kondusif dan representatif bagi pengembangan kecerdasan emosial dan sosial anak didik. Target-target capaian pendidikan penting tidak hanya diukur dalam nilai kuantitatif berbasis akademik. Penilaian kualitatif yang salah satunya mendeskripsikan perkembangan kecerdasan emosional anak juga penting disertakan. Buku dan kurikulum yang mengarahkan pada perdamaian mesti dikuatkan. Sebaliknya penting pengawasan dan penindakan penyebaran radikalisme melalui media pendidikan.

Output pendidikan di sekolah yang ramah perbedaan kelak ketika menginjak usia dewasa dan berinteraksi di masyarakat akan mampu mengelola emosi diri dan mendayagunakannya dalam hal-hal positif. Ajaran kekerasan umumnya merasuk pada seseorang yang emosionalnya sering meledak-ledak dan kurang terkendali. Kuncinya adalah optimalisasi dan sinergi antara peran orang tua membangun ketahanan keluarga serta sekolah dalam mendidik karakter sosialnya.

Facebook Comments