Pancasila dan Bahayanya Makar Teodisi

Pancasila dan Bahayanya Makar Teodisi

- in Narasi
1680
0
Pancasila dan Bahayanya Makar Teodisi

Belakangan ini memang banyak di antara mereka yang menolak Pancasila sebagai ideologi bangsa dan sekaligus anti persatuan. Mencoba mengakrabkan diri dengan berargumentasi bahwa “Jika Pancasila dengan Agama itu sama, maka lebih baik memilih agama”. Artinya membangun kondisi aman “berdamai” untuk tidak terus terang mengungkapkan sebuah penolakan terhadap ideologi Pancasila dan fungsinya. Tetapi diam-diam membangun resonansi propaganda penolakan yang sifatnya dinamis dan esoteris.

Maka di tengah realitas yang semacam ini saya kira jauh lebih berbahaya dari pada mereka yang terus terang menolak Pancasila dengan lantang di ruang-ruang publik. Karena kita bisa siaga dan antisipasi. Dari pada mereka berusaha untuk mengakrabkan diri dan seolah tidak bergerak untuk mencari celah di ruang publik tanpa kita sadari mereka siap untuk meng-kudeta Pancasila dan menghancurkan persatuan bangsa.

Maka sebetulnya kondisi yang semacam ini pula merupakan rancangan premis secara ideologis yang membangun propaganda dengan sistem “percontohan”. Misalnya mereka membanding-bandingkan ke ruang publik terkait fungsi agama dan Pancasila. Keutamaan akhirat “Theodicy” dari pada dunia atau dengan istilah yang paling familiar disebut sebagai keadilan Tuhan yang harus ditegakkan. Jelas fenomena-fenomena ini masih mengakar dan melebarkan sayapnya di sekitar kita dan banyak diminati.

Karena percobaan-percobaan kudeta ideologi Pancasila saat ini, bukan lagi lahir dari sebuah gerakan-gerakan kekerasan yang berantai yang mudah dilumpuhkan. Tetapi sifatnya mengikrarkan pemikiran masyarakat untuk bergerak dengan propaganda satu kelas transendental di dalam menghancurkan stabilitas bangsa ini. Dengan mengungkapkan hal yang sifatnya (ketuhanan dan idealisme hidup).

Fenomena ini, hadir pada ranah “Theodicy” atau “keadilan Tuhan” yang masih dianggap sebagai hal-hal yang sifatnya ideal untuk mencapai rasa aman dalam kehidupannya kelak di akhirat. Karena yang mereka bawa adalah membandingkan Pancasila dengan agama yang dibangun melalui resonansi imajiner bagaimana keadilan Tuhan harus terjawab di Indonesia misalnya. Karena dalam Pancasila misalnya dianggap melindungi orang kafir atau non Islam yang jelas Tuhan melaknat mereka.

Dengan pandangan-pandangan yang ideal dalam hidup masyarakat yang cukup agamis sekaligus awam akan nilai-nilai kebangsaan. Niscaya mereka akan lebih menyukai atau memilih agama dari pada Pancasila. Walaupun secara idealisme dan ijtihad, Pancasila memang mengambil nilai-nilai Agama yang dilakukan oleh para ulama terdahulu. Tetapi dalam ranah itulah orang akan mudah terkontaminasi dan enggan memperjuangkan bangsa ini.

Melihat bagian potongan agama yang mereka ajarkan adalah perihal tentang “keadilan Tuhan” tetapi sifatnya adalah politik praktis untuk mengejar kekuasaan. Penyelewengan ini justru tidak dikenali oleh masyarakat secara umum. Seolah apa yang dijadikan sandaran adalah murni agama, tetapi sebetulnya itu hanya wadah untuk membentangkan politik praktis yang akan menghancurkan bangsa dan ideologi Pancasila.

Karena, idealisme hidup masyarakat Indonesia yang agamis. Tentu harapan untuk membangun kehidupan yang baik di akhirat atau rasa aman dari siksaan, itu jauh lebih kuat dari pada hal-hal yang sifatnya keduniaan. Sehingga titik lemah ini seseorang bisa saja menolak ideologi Pancasila dalam diam dan bahkan dalam tahapan ini pula mereka akan dibimbing oleh mereka yang mencoba mengakrabkan antara agama dan Pancasila lalu dituntut untuk memilih agama dan membenci Pancasila lalu diberikan refleksi mengenai arti “keadilan Tuhan” yang masih memiliki arah dan tujuan untuk memusnahkan mereka yang dianggap kafir.

Facebook Comments