Banyak Jalan bagi Perempuan untuk Kampanye Literasi Media

Banyak Jalan bagi Perempuan untuk Kampanye Literasi Media

- in Narasi
1223
0

Gempuran arus informasi di era digital tak bisa dibendung. Konten-konten berisi pelbagai persoalan dan isu terus beterbaran di linimasa media sosial. Kini, hampir setiap orang tak bisa dilepaskan dari internet, dari dunia maya, dari media sosial. Di tengah riuhnya arus informasi di era digital tersebut, muncul orang-orang tak bertanggungjawab yang terus memproduksi konten-konten negatif, menyuarakan kebencian, hoax, bahkan paham-paham radikal. Akibatnya, tak sedikit yang terpengaruh, sehingga muncul sikap-sikap arogan, hate speech, dan saling serang.

Di tengah kondisi tersebut, menjadi sangat penting mengkampanyekan literasi media. Literasi media membekali kemampuan berpikir kritis, juga membentengi setiap orang dari virus konten-konten negatif yang belakangan semakin marak, khususnya di era digital. Literasi media menjadi agenda penting yang harus dikampanyekan, dipraktikkan, dan terus dibudayakan agar masyarakat kita tumbuh menjadi masyarakat yang cerdas bermedia, bukan masyarakat yang gampang diprovokasi dan diadu domba.

Kampanye literasi media telah menjadi agenda bersama. Pemerintah, melalui Kominfo telah berupaya mengkampanyekan pentingnya literasi media, baik lewat kerja sama dengan perguruan tinggi dan berbagai institusi pendidikan, maupun melalui pendekatan langsung pada masyarakat secara luas lewat dengan menggandeng pelbagai organisasi dan komunitas. Namun, kampanye saja tentu tak cukup. Kampanye tak berarti tanpa aksi, gerakan, atau tindakan langsung yang benar-benar dibangun dan dibiasakan. Nah, dalam hal kampanye literasi media, perempuan memiliki peran yang strategis untuk menjadi agen literasi media.

Sosok perempuan, dengan segala peran maupun karakternya, menyimpan potensi besar untuk menyuarakan, menumbuhkan, dan membudayakan literasi media. Menurut penulis, ada beberapa jalan yang bisa ditempuh setiap perempuan dalam mengkampanyekan literasi media sesuai tugas yang diemban dan diperankan.

Pertama, sebagai seorang ibu, perempuan memiliki peluang besar untuk membentuk dan mendidik anak menjadi generasi yang cerdas bermedia. Peran ini bisa dilakukan lewat pola asuh dan didikan yang diberikan terkait perannya sebagai orang tua pada anaknya. Misalnya, dengan mengajak anak agar terbiasa membaca, bercerita, berdiskusi, dan membangun hubungan yang harmonis dengan orang lain. Hal ini bisa dibangun lewat kebiasaan sehari-hari di lingkungan keluarga. Contohnya, dengan berlangganan surat kabar, membuat perpustakaan di rumah, membiasakan mengajak anak membeli buku setiap pekan/tiap bulan, membacakan buku pada anak, dan sebagainya.

Di samping itu, lewat aturan-aturan yang dibuat, terutama dalam mendampingi anak saat menggunakan media, baik dalam hal mengkonsumsi informasi, game, maupun menonton pelbagai jenis tontonan digital, seorang ibu bisa menetapkan batas-batas yang dirasa perlu untuk melindungi anak dari pengaruh konten negatif. Bagaimanapun, anak butuh dampingan orang tua dalam memanfaatkan perangkat digital. Sebab, konten-konten digital tak jarang berisi hal-hal negatif yang berisi kekerasan, kata-kata kasar, dan sebagainya.

Kedua, melalui karya. Perempuan bisa menyuarakan pentingnya literasi media lewat karya-karya yang diciptakan, baik dalam bentuk karya tulis (artikel) yang dipublikasikan, karya sastra, maupun bentuk karya lainnya. Jika sebagai seorang ibu perempuan bisa mendidik anak di rumah, maka lewat karyanya, seorang perempuan bisa menginspirasi dan menggerakkan orang lain secara luas untuk berpikir kritis dan cerdas dalam mengkonsumsi media.

Kita tahu, tak sedikit penulis-penulis perempuan yang telah menghasilkan karya-karya luar biasa yang menginspirasi banyak orang. Sekadar menyebut beberapa nama, N.H Dini, Dewi Lestari, Asma Nadia, Ayu Utami, adalah sederet penulis yang membuktikan bahwa perempuan memiliki potensi besar untuk mengasilkan karya-karya hebat yang bisa memengaruhi masyarakat. Lewat pelbagai hikmah dan pesan yang terkandung dalam karya-karya yang mereka ciptakan, secara tidak langsung mereka telah menjadi perempuan yang menginspirasi dan mencerahkan pembacanya untuk berpikir lebih dewasa, terbuka, toleran, sekaligus kritis. Kita tahu, aspek-aspek tersebut merupakan modal penting untuk membangun masyarakat cerdas dan kritis.

Ketiga, melalui kekuasaan dan aksi langsung. Misalnya, dengan menjadi pejabat publik atau di parlemen, atau dengan bergiat di organisasi atau komunitas. Dengan menjadi pejabat atau menduduki posisi strategis di pemerintahan, misalnya, di samping memperjuangkan isu-isu perempuan, di saat bersamaan perempuan juga bisa menyuarakan pentingnya kecerdasan bermedia dan menjaga nilai-nilai keadaban di era keterbukaan dan kebebasan berpendapat sekarang.

Kita tahu, isu-isu perempuan berhubungan erat dengan pendidikan; peningkatan kecerdasan sekaligus keadaban. Di sini, ide-ide dan setiap gagasan perempuan untuk meningkatkan kecerdasan bermedia bisa diterjemahkan dalam setiap kebijakan yang dihasilkan. Adapun dengan aktif dan bergiat di komunitas atau organisasi, perempuan bisa menyuarakan dan membangun budaya literasi media, baik pada para anggota maupun masyarakat luas melalui pelbagai kegiatan sesuai kreativitas bidang kegiatan masing-masing.

Perempuan punya banyak jalan menyuarakan, menanamkan, dan membudayakan literasi media atau mencerdaskan masyarakat di era informasi saat ini. Setiap peran dan posisi selalu menyimpan ruang yang bisa diisi dan dimanfaatkan. Akhirnya, tugas membangun kecerdasan bermedia—yang di era sekarang mutlak dibutuhkan, pada dasarnya menjadi tugas kita bersama sesuai peran dan tugas masing-masing.

Facebook Comments