Trilogi Jihad Santri: Memadukan Antara Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan

Trilogi Jihad Santri: Memadukan Antara Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan

- in Narasi
447
0
Trilogi Jihad Santri: Memadukan Antara Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan

Tugas santri sejatinya tidak hanya berkutat pada wilayah agama semata. Sejak dulu, santri mempunyai tiga tugas sekaligus, yaitu himayah al-din (peran keagaman); himayah al-ummah (peran keummatan/kemanusiaan), dan himayah al-daulah (peran kebangsaan).

Fakta sejarah menunjukkan bahwa santri mengemban tugas itu sekaligus. Agama, negara, dan kemanusian adalah ibarat tiga sisi dalam lingkaran segi tiga, yang di dalam garis tiga sisi itu santri menjadi aktor yang aktif membela dan memperjuangkannya.

Dalam diri santri ketiga peran itu terintegrasi, berada dalam satu tarikan nafas. Santri bukan hanya bisa jadi teladan dalam beragama, melainkan juga harus bisa jadi teladan dalam berbangsa, bernegara, serta dalam lalu lintas pergaulan kemanusiaan.

Artinya, sejak dini dalam diri santri tidak ada benturan antara Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusian. Ketiganya sudah mengalir dan bercampur dalam diri santri.

Belakangan ada upaya membentur-benturkan ketiganya. Keislaman bertentangan dengan Keindonesiaan atau Keislaman tidak sejalan dengan Kemanusiaan. Narasi itu dengan mudah dijumpai di media sosial.

Narasi ini, sayangnya datang dari sebagian mereka yang mengaku sebagai santri juga, yang jika ditelusuri lebih lanjut adalah para pengusung paham trans-nasional yang mendaku sebagai santri, yang pada hakikatnya sebenarnya tidak tahu apa hakikat santri itu.

Tentu ini problematik. Ada dua model santri. Satu adalah kelompok yang memadukan ketiga nilai fundamental itu, satu selagi adalah kelompok yang justru menabrakkan ketiganya. Di sinilah letak masalahnya.

Oleh sebab itu, perlu jihad untuk mengembalikan makna asli santri itu ke khittah-nya, yakni manusia-manusia yang menjadikan Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan sebagai satu tarikan nafas, yang tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Dua Bentuk Jihad

Ada dua jihad yang harus dilakukan santri. Pertama, adalah –seperti yang disebutkan di atas –mengembalikan makna santri yang asli, di mana nilai Keislaman, Keindonesiaan, dan Kemanusiaan, harus terintegrasi, bukan justru berkonflik.

Jihad ini juga diikuti jihad untuk menangkal narasi di media sosial tentang narasi radikal, yang berusaha untuk membentur-benturkan ketiganya. Tentu, santri mempunyai modal yang cukup dan kompetensi yang layak untuk melakukan kerja-kerja kontra narasi itu.

Santri adalah aktor yang menebarkan persatuan, kedamaian, kenyamanan, lapang dada, toleransi, dan penghargaan terhadap keberagaman. Bila ada ujaran kebencian, provokasi, rasisme dalam perkataan dan laku individu-individu tertentu, maka ia pada hakikatnya tidak pantas disebut santri.

Kedua, ketiga nilai ini masih mengawang-awang, atau kalau bahasa agak kasar, masih melangit di jiwa para warga Indonesia, terkhusus para milenial. Sebagai anak bangsa, santri mempunyai kewajiban untuk membumikan tiga nilai fundamental itu. Sekali lagi, hubungan ketiga nilai ini ibarat tiga sudut siku-siku yang saling membahu dan memperkuat.

Keindonesiaan merupakan perwujudan dari jati diri bangsa ini. Dia adalah identitas dan atribut pertama dan utama ketika setiap anak bangsa dilahirkan. Atribut keindonesiaan sudah ada sebelum ada atribut-atribut lainnya.

Santri harus mengampanyekan bahwa setiap anak bangsa harus menyadari ini, di atas segalanya, Keindonesiaan –makan, minum, bernafas, bersujud, dan mengekspresikan diri selalu berada di bumi NKRI.

Gus Dur, seorang guru bangsa yaang berasal dari kelangan santri juga, pernah melontarkan pernyataan yang tepat dikutip dalam konteks ini, “Kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam, bukan orang Islam yang kebetulan tinggal di Indonesia.” Sebenarnya Gus Dur menekankan kepada seluruh anak bangsa, bahwa ini adalah wujud konkrit dari nasionalisme.

Tertanamnya nilai Keindonesiaan, mau tidak mau harus mengikutkan nilai Kemanusiaan. Para pendiri bangsa ini sudah menyadari hal itu dengan mencantumkannya dalam Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab.

Kemanusiaan mengajarkan akan cinta damai, belas kasih, toleransi, gotong royong, saling membantu dan segala nilai positif lainnya di satu sisi, dan menolak kekerasan, teror, aksi rasisme, intoleransi, dan segala nilai negatif lainnya, di sisi yang lain. Pendek kata, setiap anak bangsa dalam mewujudkan kedamaian dan persatuan di bumi NKRI ini harus tetap dalam koridor memanusiakan manusia.

Jihad santri tentu belum selesai, kedua bentuk jidah ini harus terus-menerus dilakukan oleh santri. Menjadi aktor yang bisa menangkal narasi destruktif yang membenturkan ketiga nilai itu, sekaligus menjadi aktor utama untuk membumikan ketiga nilai itu kepada segenap anak bangsa.

Facebook Comments