Konflik Palestina-Israel dan Refleksi Cara Kita Berbangsa

Konflik Palestina-Israel dan Refleksi Cara Kita Berbangsa

- in Narasi
1402
0
Konflik Palestina-Israel dan Refleksi Cara Kita Berbangsa

Konflik perebutan wilayah antara Palestina-Israel sejatinya merupakan konflik lama dalam lembaran sejarah negara modern. Peristiwa yang terus menguras air mata dan darah dalam setiap perjuangan merebut dan mempertahankan kedaulatan negara. Kata penjajahan, kemerdekaan, penindasan dan pembebasan merupakan istilah yang mengiringi narasi konflik antar dua wilayah tersebut.

Konflik klasik dua negara dengan wilayah yang suci dalam tradisi keagamaan semitik tidak hanya menjadi persoalan domestik. Konflik ini menimbulkan resonansi yang luar biasa di tingkat global dengan polarisasi politik dan kepetingan antar negara. Tidak lagi hanya menjadi konflik dua negara, tetapi intervensi dan kepentingan negara-negara sekitar dan adu negara adi daya semakin memperumit keadaan.

Indonesia sebagai negara yang juga merasakan betapa pedihnya masa penjajahan dan betapa sulitnya meraih kemerdekaan dan kebebasan. Dengan tegas komitmen anti penjajahan pun disuarakan dalam konsitusi sebagai sikap politik luar negeri yang cukup mantap. Sikap bangsa ini terhadap berbagai penjajahan di berbagai negara bukan pada posisi blok perseteruan, tetapi komitmen untuk menghapus segala bentuk penjajahan di muka bumi ini agar tercipta perdamaian abadi.

Sikap bangsa ini terhadap konflik dan penjajahan di luar negeri adalah tercipta setelah bangsa ini menyelesaikan cara pandangan kebangsaannya sendiri. Sebagai bangsa yang multikultural seluruh masyarakat telah mengikat diri dalam perjanjian suci berupa konsensus nasional. Komitmen ini harus diperkuat terlebih dahulu sebelum bangsa ini menegaskan diri untuk ikut berpartisipasi dalam terwujudnya perdamaian antar bangsa-bangsa.

Bangsa Indonesia dan masyarakat Indonesia harus tuntas tentang identitas kebangsaan dan segala problemnya. Jika tidak, konflik luar negeri akan menyeret masyarakat dalam polarisasi identitas yang dapat merobek identitas kebangsaan. Apa yang terjadi akhir-akhir ini tentang konflik Palestina-Israel yang justru membelah pandangan masyarakat bukan pada mendukung, tetapi saling menuding. Konflik dua negara yang nyata sebagai bentuk kedaulatan politik justru mendengungkan narasi yang saling menuding antar warga negaranya.

Ada yang belum tuntas tentang cara pandangan kebangsaan kita. Politik identitas mudah masuk dalam pusaran kepentingan dan politik yang sangat berbahaya dan bisa menjadi bom waktu perpecahan. Palestina dijadikan isu sebagai kepentingan politik untuk meraup simpati electoral. Palestina dijadikan isu sebagai penanaman ideologi islamisme. Dan Palestina dijadikan isu dengan narasi untuk membenci yang berbeda.

Cara masyarakat menangkap konflik klasik dua negara ini tidak dalam konteks cara pandang kebangsaan yang telah digariskan dalam amanah konstitusi kita. Cara pandang yang sangat didominasi politik identitas sejatinya merupakan kerapuhan yang patut diwaspadai. Bukan hanya persoalan Palestina, tetapi akan banyak kejadian luar negeri yang bisa ditangkap dalam cara polarisasi politik identitas yang tidak produktif.

Lihatlah bagaimana isu Palestina-Israel bahkan menjadi salah satu topik untuk memilih calon pemimpin di Indonesia dalam rangka menilai seseorang bukan apakah orang itu teguh mematuhi konstitusi, tetapi menilai komitmen keagamaan seseorang. Isu Palestina diletakkan sebagai cara pandang kita melihat polarisasi identitas, bukan untuk melihat kebangsaan dan amanah konsitusi dalam mengutuk berbagai bentuk penjajahan.

Sejatinya, jika bangsa ini sudah tuntas tentang cara pandang kebangsaan tentu isu Palestina-Israel bukan suatu isu yang bisa mempolarisasi pandangan di dalam negeri. Cukup tegas sejak dulu Bapak Proklamator bangsa ini telah menjalin erat dengan Palestina. Bahkan Indonesia selalu konsisten mendukung kemerdekaan Palestina sebagai wujud amanah konstitusi yang tidak boleh tidak harus dipatuhi.

Bukan sekali ini konflik Palestina-Israel berkecamuk, tetapi bangsa Indonesia selalu konsisten mengecam kekerasan dan pelanggaran perang serta mendukung negara dalam meraih kemerdekaannnya. Artinya, sejatinya konflik kali ini adalah hal baru yang membuka wacana pro Palestina dan pro Israel dalam negeri dalam bingkai politik identitas.

Harus diakui bahwa polarisasi itu sebagai efek dari kontestasi politik dalam negeri yang belum selesai dan tuntas. Dalam kerangka yang lebih besar masyarakat sejatinya belum tuntas dalam melihat konflik politik dalam bingkai kebangsaan. Polarisasi mudah membelah apalagi dengan narasi politik identitas yang hari ini menjadi dagangan yang cukup marketable.

Tentu, dalam konteks ini, penguatan kebangsaan dalam arti komitmen negara terhadap konflik luar negeri dan amanah konstitusi terhadap perlawanan segala bentuk penjajahan harus menjadi satu topik yang penting disosialisasikan. Selain itu, literasi masyarakat dalam mengkonsumsi informasi harus diperkuat sehingga tidak mudah terhasut dan terprovokasi dalam isu murahan.

Facebook Comments