Revolusi kognitif manusia modern dimulai sekitar 70.000 tahun silam. Revolusi ini ditandai dengan cara berpikir dan komunikasi yang berbeda dibandingkan manusia sebelumnya. Para peneliti percaya bahwa revolusi ini terjadi akibat terjadinya perubahan mutasi genetik pada manusia modern, sehingga manusia modern memiliki cara baru dalam berpikir dan komunikasi kepada sesamanya dibandingkan manusia yang hadir sebelumnya.
Menurut Yuval Noah Harari, tidak ada yang tahu pasti mengapa manusia mengalami mutasi genetik. Yang pasti, mutasi genetik itulah yang kemudian memunculkan istilah mutasi pohon ilmu pengetahuan. Dalam penjelasannya, ilmu pengetahuan itu dapat disebut dengan ilmu komunikasi. Ilmu komunikasi meliputi bahasa yang tersusun dan bisa dipahami. Bahasa bukanlah sesuatu hal yang spesial bagi manusia. Sebab, makhluk lainnya juga melakukan komunikasi yang serupa dengan manusia.
Namun, perlu diperhatikan bahwa terdapat perbedaan mendasar pada komunikasi manusia dengan mahkluk lainnya, komunikasi yang dilakukan hewan misalnya. Hewan dapet berkomunikasi dengan sesamanya namun hanya sebatas pada menyampaikan informasi dengan kelenturan bahasa yang terbatas. Sedangkan beda halnya dengan manusia, dia mampu berkomunikasi dengan sesamanya dengan tingkat kelenturan bahasa yang sangat tinggi. Contoh konkretnya dapat dijumpai dalam penjelasan para pakar Zoologi.
Oleh karena itu, tradisi manusia modern pun mulai mengalami perubahan yang signifikan. Manusia modern mulai mengembangkan komunikasi dengan bahasa yang kemudian disebarluaskan lewat berbagai pesan. Media yang dipakai dari dulu dan hingga saat ini masih bertahan adalah “menggosip”. Dengan menggosip, manusia modern mampu merekayasa berbagai pesan semenarik mungkin. Kebiasaan rekayasa itulah kemudian melebar ke berbagai sektor dalam kehidupan.
Sifat Dasar Manusia
Dalam tradisi keilmuan orang Arab, terdapat pepatah yang berbunyi, “Al-insaan mahal al-khoto’ wa an-nisyaan”. Pepatah tersebut dapat diartikan dengan “Manusia tempatnya salah dan lupa”. Dari situlah dapat dipahami bahwa manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan dan kelupaan, tidak terkecuali pun dengan nabi. Nabi juga seorang manusia biasa, namun karena ia merupakan orang terpilih dan kemudian dijaga, ia memiliki sifat maksum, terbebas dari dosa dan kesalahan.
Oleh karena itu, manusia memerlukan cermin untuk melihat cerminan dalam dirinya. Dalam hal ini, cermin yang penulis maksud adalah orang lain. Sebab manusia tidak bisa melihat dirinya secara langsung. Dia membutuhkan orang lain untuk melihat dirinya. Jika dirinya melakukan kesalahan, ia akan tahu dengan pengetahuan yang disampaikan oleh orang lain. Dengan begitu, kesalahan yang telah diperbuat dapat dievaluasi dan diperbaiki. Konsep ini kemudian disebut dengan istilah “kritik”.
Setiap orang memiliki kebebasan untuk mengkritik orang lain. Dan yang paling penting, yang dikritik bukanlah fisicly yang sudah melekat pada orang lain, melainkan produk yang dibuat oleh orang tersebut. Oleh karena itu, sesungguhnya mengkritik dengan menghina tentulah berbeda.
Dalam bahasa Inggris, mengkritik adalah to critize, sedangkan menghina adalah to insult. Mengkritik adalah kegiatan yang berorientasi pada adanya evaluasi terhadap produk yang telah dibuat oleh seseorang. Sedangkan menghina adalah kegiatan yang berorientasi pada memandang rendah seseorang dengan cara mengolok-olok sesuatu yang sudah melekat pada seseorang dan biasanya bersifat fisicly.
Substansi yang membedakan di antara keduanya adalah kritik berorientasi kepada perbaikan, sedangkan menghina tidak. Oleh karena itu, perbedaan ini harus benar-benar dipahami. Kegagalpahaman dalam menangkap substansi keduanya tidak hanya dapat merusak hubungan orang lain, melainkan juga mematikan ruang berdemokrasi. Sebab menghina dilarang dalam kehidupan bernegara.
Selain itu, cara penyampaian keduanya juga berpengaruh pada konsepsi penamaannya. Jika mengkritik dan menghina disampaikan secara langsung atau setidaknya menggunakan media yang dapat mengantarkan pesan kepada orang tersebut, maka konsepsi penamaannya adalah mengkritik dan menghina. Sedangkan jika mengkritik dan menghina disampaikan secara “tidak langsung”, maka konsepsi namanya adalah gosip atau ghibah.
Sebab aktivitas kritik hanya akan menjadi disorientasi pada niat awal. Jika awalnya orientasi kritik adalah perubahan, namun karena penyampaian yang tidak tepat, maka orientasi kritik akan berubah menjadi sama halnya dengan menghina. Dan perbedaan penyampaian keduanya, sungguh memiliki respon yang berbeda.
Dalam konteks ini, sebagai orang yang baik, tentunya harus menyampaikan kritik dengan baik, yaitu tidak menyampaikannya secara tidak langsung. Sebab penyampaian secara tidak langsung, merupakan kegiatan yang telah dilakukan manusia modern sejak 70.000 tahun yang lalu. Yang membedakannya, manusia modern dahulu hanya berbicara tentang fisicly saja. Sedangkan manusia modern sekarang mampu mengembangkannya dengan berbicara tentang produk atau ide seseorang. Wallahu a’lam bi al-showwab.