Gejala khilafah di negeri ini begitu lihai dalam memanfaatkan moment. Sebagaimana, momentum pemilu 2024 ini, patut kita waspadai akan penyebaran-nya. Muncul dengan berbagai corak-karakter yang memecah-belah, melahirkan skala konflik dan permusuhan.
Tentu, yang harus kita pahami dari karakter khilafah pada dasarnya tidak sekadar menawarkan/propaganda ideologis. Melainkan menjadi “benalu” memecah-belah, mengadu-domba dan memprovokasi agar penuh dengan konflik. Fungsinya agar bangsa ini terjadi kekacauan.
Kalau kita mengaca terhadap hajatan pemilu di tahun 2014 atau 2019 yang lalu. Gejala khilafah muncul ke luar permukaan dengan wajah ganda. Membakar api kebencian antar pihak lawan politik. Membawa segumpal fitnah-fitnah serta adu-domba antar kubu.
Produksi hoax begitu berserakan di berbagai platform media sosial. Berbagai narasi tentang sosok pemimpin kafir yang sengaja ingin menggenjot umat Islam. Serta, narasi ketidakadilan dalam hasil pungutan suara. Sehingga melahirkan kekacauan dalam aksi-aksi demo yang melahirkan anarkisme masyarakat.
Dari sinilah kiranya perlu kita waspadai gejala khilafah menjelang pemilu 2024 itu. Setidaknya ada beberapa hal yang harus kita kenali corak-karakternya. Sehingga, kita tidak mudah terpengaruh dan tetap menjaga keadaan agar tenang, damai, kondusif, sehat dan hajatan kita berjalan sukses.
Dalam contoh kasus, kita mungkin akan menemui (dalam waktu ke depan) sebuah narasi-narasi pemimpin yang dianggap mewakili umat Islam. Narasi ini sebetulnya mencoba untuk menggiring kesadaran umat. Agar, memiliki cara pandang yang eksklusif dan fanatik atas oknum tertentu.
Kondisi ini tentu akan melahirkan berbagai macam klaim bahwa ini bagian dari perjuangan agama. Sehingga, ketika pihak tersebut gagal dalam pemilu 2024 (misalnya). Maka, kelompok khilafah akan melanjutkan dengan sebuah narasi fitnah bahwa pemerintah penuh kebencian atas umat Islam.
Dari sinilah kesempatan besar kelompok khilafah mudah memecah-belah dan membangun bara konflik antar anak bangsa. Tentu, tujuan pokok dari kelompok khilafah ini memang ingin membuat bangsa ini terjadi kekacauan. Sehingga, dengan mudah mereka akan menjalarkan narasi-narasi penegakan negara khilafah itu.
Kita tentu dapat mengenal gejala khilafah di momentum pemilu 2024 ini bukan tentang “negara Islam” atau “negara Khilafah”. Melainkan, memanfaatkan momentum ini sebagai satu moment untuk mengacaukan tatanan. Moment penting layaknya pemilu merupakan yang paling mudah untuk dipecah-belah.
Pada tahun 2019 yang lalu, kita telah menghadapi situasi pahit terhadap gejala khilafah dalam bentuk politik agama. Arus yang semacam ini tentu melahirkan siklus demokrasi yang tak sehat. Berbagai argument teologis disampaikan jika bangsa ini dipimpin oleh orang yang mengamalkan ajaran Islam maka akan melahirkan kesejahteraan.
Lalu, muncul kesempatan yang dimiliki kelompok khilafah adalah “menawarkan” secara perlahan. Agar, ideologi khilafah bisa diterima secara lapang-dada di dalam kehidupan masyarakat. Sehingga, ketergantungan itu mulai muncul secara perlahan dan di situlah orientasi khilafah sukses memanfaatkan moment tersebut.
Oleh karena itulah kita harus waspada akan gejala khilafah menjelang pemilu 2024. Dengan menumbuhkan spirit kehati-hatian sejak saat ini terhadap segala bentuk motif, corak dan karakter khilafah. Agar, kita tidak terkecoh dengan penumpang gelap di pemilu 2024 nanti agar bersih dari penularan-nya.