Natal : Dialog Agama dan Kebangsaan

Natal : Dialog Agama dan Kebangsaan

- in Narasi
124
0
Natal : Dialog Agama dan Kebangsaan

Pada momentum Hari Natal tanggal 25 Desember 2023 kemarin perlu kita refleksikan secara bersama. Ditengah situasi jelang pemilihan presiden 2024. Kita harus selalu menjaga nilai-nilai kebangsaan, termasuk nilai-nilai toleransi beragama harus dijunjung tinggi pada setiap pemeluk agama. Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia sekaligus sebagai fondasi dasar membangun toleransi beragama harus selalu dikedepankan. Prinsip kerukunan merupakan nilai yang universal. Umat beragama melalui agamanya diharapkan untuk dapat hidup berdampingan secara damai, saling menghargai, dan saling menghormati di antara perbedaan keyakinan dan agamanya. Untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama adalah melalui dialog antar umat beragama, dialog dalam berbagai bentuknya.

Intoleransi beragama menjadi fenomena yang sangat mengkhawatirkan bagi kehidupan bangsa Indonesia saat ini. Merebaknya aksi kekerasan atas nama agama harus direduksi sejak dini. Sesama umat beragama yang lainya harus saling menghargai dan mampu mentoleransi setiap perbedaan keyakinaan dan ajaran yang dipeluknya.

Karena itu, dialog merupakan salah satu metode yang paling efektif dan meyakinkan sebagai upaya transformasi manusia menuju komunitas manusia sosial. Perbedaan-perbedaan yang ada seperti perbedaan pada wilayah agama, suku, ras, budaya, ekonomi, gender dan sejarah, harus dipandang sebagai kekuatan dan bukannya sebagai musuh yang harus dihadapi dengan kekerasan atas nama agama.

Dialog Antar Agama

Dialog antar agama juga merupakan salah satu langkah yang harus di tempuh dalam menciptakan kehidupan yang harmonis dan kedamaiaan. Dialog antaragama ini perlu dilakukan sebagai langkah konstruktif dalam mengatasi munculnya klaim kebenaran (truth claim), di mana setiap pemeluk agama menganggap bahwa ajaran dan keyakinannya yang paling benar dan kepercayaan agama lainnya salah. Pemahaman yang sangat ekstrim itulah yang mungkin dapat menyebabkan munculnya konflik sosial-keagamaan terhadap kaum minoritas harus dihindari, karena pancasila mengajarkan untuk sikap saling menghargai diantara perbedaan keyakinan dari mulai agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protesta, Hindu, Budha dan Konghucu. Sehingga perlu direduksi untuk meminimalisir terjadinya aksi kekerasan atas nama agama hingga politik.

Hans Georg Gadamer, dalam karyanya “Wahrheit und Methode” (1960), menempatkan dialog pada posisi yang penting sebagai suatu esensi pemahaman umat beragama dan tindakan perbaikan diri. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa sikap berdialog mengajak kepada orang untuk memiliki kemampuan dalam memahami sesuatu, termasuk terhadap pikiran orang lain.

Hidup Damai dalam umat beragama merupakan pilar yang paling fundamental bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang majemuk saat ini. Karena itu, untuk meningkatkan kerukunan hidup umat beragama bisa dilakukan dengan dialog, diskusi, dan kunjungan silaturrahmi. Dengan cara dialog ini diharapkan bisa mencapai perdamaiaan dan tercipta keharmonisan dalam beragama.

Kerukunan merupakan nilai yang universal dan terhadapnya. Umat manusia melalui agamanya diharapkan untuk dapat hidup berdampingan secara damai, saling menghormati dan bekerjasama dalam menangani persoalan kemanusiaan. Di antara usaha-usaha untuk mewujudkan kerukunan hidup umat beragama adalah melalui dialog antar umat beragama, dialog dalam berbagai bentuknya.

Dalam konteks ini, dialog antar agama, Paul F Knitter dalam karyanya “Introducing: Theologies of Religions” (2002), mencoba memberikan tawaran solusi dalam pemecahan konflik antar agama. Pertama, yakni dengan mendialogkan antara agama dan etika sosial, di mana wilayah agama akan menjadi kekuataan dasar bagi manusia untuk membentuk sebuah etika dan perilaku manusia menjadi lebih baik dan toleran terhadap perbedaan agama dan keyakinan. Sehingga umat beragama bisa mengimplmentasikan nilai-nilai toleransi beragam.

Kedua, yakni dengan cara melakukan komunikasi antar kepercayaan masing-masing perbedaan agama, sehingga dengan suasan berdialog dan berkumpul untuk mengatasi problem sosial-keagamaan dan bahkan konflik serta peperangan atas nama agama ini sangat diperlukan guna menubuhkan rasa persaudaraan di antara umat Islam untuk mencapai perdamaiaan dan kasih sayang terhadap sesamanya.

Dengan demikian, melalui dialog umat beragama yang mempunyai dan memiliki tradisi, keyakinan, kepercayaan, dan prasangka masing-masing, sehingga manusia harus juga mengakui akan suatu keterbatasan-keterbatasan dalam diri manusia. Dengan begitu, upaya dialog dapat dilakukan tanpa adanya pengakuan pendapat orang lain yang paling benar.

Dialog merupakan langkah yang strategis dalam rangka menemukan cara yang lebih efektif untuk mengelola kemajemukan dan keragaman agama. Dialog adalah salah satu cara yang paling cerdas dan efektif untuk menjembatani konflik sosial keagamaan di Indonesia. Dengan demikian, dialog merupakan sebuah keniscayaan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi bagi umat beragama dalam merajut nilai-nilai toleransi. Semoga*.

Facebook Comments