Maulid Nabi Muhammad SAW adalah momen penting bagi umat Islam di seluruh dunia. Peringatan ini tidak hanya untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi juga sebagai waktu yang tepat untuk merenungkan nilai-nilai luhur yang beliau ajarkan, terutama dalam hal toleransi.
Nabi Muhammad SAW tidak hanya membawa ajaran Islam kepada umat manusia, tetapi juga memberikan contoh nyata bagaimana menjadi sosok yang penuh kasih dan pengertian dalam menjalani kehidupan sehari-hari, termasuk dalam berinteraksi dengan orang-orang yang berbeda agama, suku, atau latar belakang budaya. Sifat toleransi Nabi ini menjadi salah satu teladan utama yang perlu terus dipelajari dan dipraktekkan, terutama dalam menghadapi dunia yang semakin kompleks dan plural.
Salah satu contoh nyata toleransi Nabi adalah ketika beliau menerima tamu dari kalangan Nasrani Najran di Madinah. Kala itu, delegasi Nasrani dari Najran datang untuk bertemu Nabi Muhammad SAW guna membahas beberapa hal terkait keyakinan dan hubungan antara umat Islam dan Nasrani.
Dalam pertemuan tersebut, Nabi memperlakukan tamu-tamunya dengan penuh rasa hormat dan persahabatan, meskipun ada perbedaan agama di antara mereka. Nabi bahkan mempersilakan mereka untuk melaksanakan ibadah di dalam masjid, sesuatu yang sangat jarang terjadi di zaman tersebut. Peristiwa ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak hanya mengajarkan Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh alam), tetapi juga menerapkannya dengan sikap toleran yang tinggi dalam kehidupan nyata.
Perjanjian Hudaibiyah juga menjadi salah satu contoh toleransi Nabi yang patut direnungkan. Perjanjian ini dibuat antara kaum Muslimin dan kaum Quraisy Mekkah pada tahun keenam Hijriah. Meskipun beberapa poin dalam perjanjian ini tampak lebih menguntungkan pihak Quraisy, Nabi tetap menyetujui kesepakatan tersebut.
Bagi beliau, menjaga perdamaian dan menghindari pertumpahan darah adalah hal yang lebih utama daripada keuntungan jangka pendek yang bersifat duniawi. Nabi melihat bahwa stabilitas dan keamanan lebih penting untuk masa depan Islam dan umatnya. Melalui sikapnya ini, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk mendahulukan perdamaian dan kesatuan di atas ego atau kepentingan kelompok semata.
Toleransi Nabi juga terlihat dalam perlakuannya terhadap para tawanan perang. Setelah Perang Badar, Nabi Muhammad SAW memperlakukan tawanan dengan sangat manusiawi. Para tawanan diberikan makanan dan perlindungan yang layak, bahkan lebih dari yang bisa dibayangkan pada masa itu. Nabi memerintahkan para sahabatnya untuk memperlakukan tawanan seperti mereka memperlakukan keluarga mereka sendiri.
Sikap ini mencerminkan prinsip kemanusiaan yang tinggi dalam ajaran Islam, di mana bahkan musuh sekalipun harus diperlakukan dengan adil dan bermartabat. Perilaku Nabi ini bukan hanya bukti dari kebaikan hatinya, tetapi juga cerminan dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya kasih sayang dan keadilan, bahkan terhadap orang-orang yang berada di sisi berlawanan.
Piagam Madinah adalah contoh lain dari bagaimana Nabi Muhammad SAW menerapkan prinsip toleransi dalam skala yang lebih luas. Piagam ini merupakan sebuah konstitusi yang dirumuskan oleh Nabi setelah hijrah ke Madinah, dan menjadi pedoman kehidupan masyarakat Madinah yang sangat plural. Piagam ini menjamin hak dan kewajiban setiap warga Madinah, baik yang Muslim maupun yang non-Muslim.
Setiap kelompok memiliki hak untuk menjalankan ajaran agamanya masing-masing dan dijamin keamanan serta kebebasannya. Selain itu, piagam ini juga menekankan pentingnya persatuan dan solidaritas antarwarga Madinah dalam menghadapi ancaman eksternal. Dengan menyusun Piagam Madinah, Nabi Muhammad SAW menunjukkan bahwa Islam mengakui dan menghormati keragaman sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat yang harmonis.
Selain contoh-contoh besar tersebut, ada juga cerita sederhana namun penuh makna tentang bagaimana Nabi Muhammad SAW memperlakukan tetangganya yang berbeda agama. Nabi selalu menekankan pentingnya berbuat baik kepada tetangga, tak peduli apa pun agama atau sukunya. Ada kisah yang menyebutkan tentang seorang tetangga Yahudi yang sering kali menyakiti Nabi dengan melemparkan kotoran di depan rumahnya.
Namun, Nabi tidak pernah membalas dendam. Justru, ketika suatu hari Nabi tidak melihat kotoran tersebut, beliau mencari tahu dan mendapati bahwa tetangga tersebut sedang sakit. Nabi kemudian menjenguknya dan mendoakannya, yang pada akhirnya membuat sang tetangga tersentuh oleh kebaikan hati Nabi dan akhirnya memeluk Islam. Sikap ini menunjukkan betapa besarnya toleransi dan kasih sayang Nabi Muhammad SAW, yang selalu berupaya membalas keburukan dengan kebaikan.
Dalam setiap peringatan Maulid Nabi, umat Islam diingatkan untuk tidak hanya merayakan kelahiran Rasulullah, tetapi juga meneladani sifat-sifat luhur beliau, terutama dalam hal toleransi. Toleransi yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah pelajaran yang sangat relevan dalam konteks dunia saat ini, di mana perbedaan sering kali menjadi sumber konflik dan ketegangan. Nabi mengajarkan bahwa perbedaan adalah kenyataan yang harus dihormati dan dikelola dengan bijaksana, bukan sebagai alasan untuk bermusuhan atau menyingkirkan satu sama lain.
Melalui peringatan Maulid, kita dapat memperkuat tekad untuk mengikuti jejak Nabi dalam membangun masyarakat yang lebih damai dan harmonis. Toleransi bukan hanya sekadar konsep, tetapi harus menjadi nilai yang diwujudkan dalam tindakan sehari-hari, mulai dari cara kita berinteraksi dengan keluarga, tetangga, hingga komunitas yang lebih luas. Dengan belajar dari toleransi Nabi, kita tidak hanya memperbaiki diri sebagai individu, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan berkeadilan.