Diaspora Relawan Perdamaian Dunia

Diaspora Relawan Perdamaian Dunia

- in Narasi
1560
0

Perdamaian dunia adalah segala-galanya. Konsekuensinya seluruh bangsa mesti bergandengan dan satu suara dalam meraihnya sekaligus menyingkirkn segala rintangannya. Rintangan utama pewujudan perdamaian dunia adalah radikalisme dan terorisme.

Upaya deradikalisasi globlal membutuhkan banyak strategi yang optimal. Salah satunya melalui pencegahan berbasis pendidikan. Indonesi penting menawarkan pendekatan pencegahan dan resolusi berkedamaian. Cerita sukses dalam negeri terkait deradikalisasi dan resolus konflik dapat menjadi bahan peneladanan.

Indonesia banyak memiliki anak negeri yang kini menjadi diaspora di seluruh penjuru dunia. Hal ini dapat dioptimalkan sebagai agen atau relawan dalam pendidikan anti radikalisme dan misi perdamaian dunia. Konsekuensinya pendidikan antiradikalisme mesti optimal di dalam negeri sendiri sebagai percontohan.

Tantangan Pendidikan

Pendidikan merupakan kunci fundamental memajukan bangsa. Bangsa ini bahkan memiliki dua hari nasional terkait pendidikan, yaitu Hari Pendidikan Nasional setiap 2 Mei dan Hari Guru Nasional setiap 25 November. Hari Guru ini yang baru saja kita peringati bersama.

Guru menjadi elemen penting dalam sektor pendidikan. Guru dalam filosofi Jawa disebut merupakan kepanjangan “digugu lan ditiru” atau terjemah bebasnya adalah menjadi sosok yang diperhatikan dan diikuti. Sedangkan secara umum guru dikenal pula sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Kepahlawanannya diakui meski tanpa penghargaan formal dan belum layak penghargaan finansialnya. Namun tren positif mulai terasa dengan pemberlakuan anggaran pendidikan 20 persen dan adanya sertifikasi guru.

Selain kurikulum, guru memegang peranan penting dalam membentuk karakter siswa. Guru sebagai pihak utama yang menjalankan kurikulum memiliki beban dalam memahami dan mengaktualisasikan kurikulum yang ada. Untuk itu kualitas dan karakter guru juga penting dibentuk secara baik. Disamping itu kurikulum berbobot sesuai kebutuhan juga mendesak dipenuhi secara komprehensif.

Dewasa ini dunia pendidikan memiliki tantangan terkait radikalisme global. Tantangan pertama bahwa dunia pendidikan menjadi target empuk penyebaran dan ideologisasi radikalisme. Penyebaran ini tidak mesti masuk secara resmi dalam kurikulum. Namun terbuka dalam ranah-ranah di luar kurikulum. Hal ini mengingat anak didik menjadi sasaran potensial dan mudah dimasuki secara ideologis. Iklim akademik di dunia pendidikan menjadikannya terbuka dan kondusif bagi masuk dan berkembangnya radikalisme

Tantangan kedua adalah potensi kontribusi dunia pendidikan dalam melakukan upaya deradikalisasi melalui pendidikan anti-radikalisme. Pendidikan anti radikalisme dapat dilakukan melalui kurikulum maupun muatan non kurikuler. Masukknya pendidikan antiradikalisme dapat dikuatkan melalui mata pelajaran eksisting secara proporsional.

Tantangan ketiga adalah hadirnya praktik radikalisme mulai dari yang kelihatannya kecil di dunia pendidikan. Radikalisme ini dapat lahir dari guru maupun siswa,seperti dalam bentuk tawuran, klithih, kenalan ramaja, kekerasan fisik dalam pembelajaran, bullying, kekerasan seksual, dan lainnya.

Strategi Optimalisasi

Keseimbangan dan optimlisasi dua hal yaitu pendidikan anti radikalisme dan anti radikalisme pendidikan mesti diwujudkan oleh institusi pendidikan. Pendidikan anti radikalisme mesti diberikan sejak dini. Hal yang perlu diperhatikan adalah definisi dan batasan radikalisme sejak awal mesti dalam persepsi yang sama. Anak penting diberikan pengertian agar selalu waspada. Namun tidak berlebihan dengan pemahaman menggenaralisasi atau stigmaisasi yang salah alamat.

Iklim tabayyun atau klarifikasi penting dilakukan. Jika ada dugaan atau indikasi masukknya pemahaman radikal, maka langkah pertama adalah permintaan klarifikasi. Bukan dikedepankan pemberian label secara prematur atau bahkan main hakim sendiri dengan hukum rimba. Deradikalisasi menempatkan aspek pencegahan dalam skala prioritas. Pendidikan anti radikalisme menjadi salah satu bagia penting dalam upaya pencegahan tersebut.

Praktik radikalisme juga mesti diminimalisasi hingga dihilangkan dalam kehidupan dunia pendidikan. Kelakuan radikal meski kecil-kecil dapat menjadi pintu masuk yang empuk pemahaman radikalisme yang lebih luas dan besar. Pendidika karakter dan keagamaan justru harus dikuatkan baik dalam kurikulum formal maupun non formal. Peran serta OSIS, Rohis, atau komunitas lainnya dapat dioptimalkan.

Sektor pendidikan juga mesti melakukan sinergi, karena masuk dan berkembangnya radikalisme tidak selamanya terjadi di sekolah. Penguatan komunikasi dengan orang tua mesti dilakukan dengan arah penguatan ketahanan keluarga. Selain itu juga terhadap komunitas-komunitas sosial khususnya dimana anak dan remaja banyak berdinamika. Pemerintah penting meningkatkan fasilitasi guna program penguatan ketahanan keluarga, penguatan ikatan sosial, penguatan karakter remaja dan pemuda, penguatan keagamaan, dan lainnya.

Facebook Comments