Pemuda, Jadilah Hero Zaman Now

Pemuda, Jadilah Hero Zaman Now

- in Narasi
1952
0

“Hero”, apalagi disematkan kata “Super” sebelumnya, sehingga menjadi “Super Hero”. Agaknya sebutan itu sudah tidak asing lagi bagi kita. Ya, karena bersamanya senantiasa dilekatkan sesuatu yang istimewa. Persisnya ia senantiasa dilabeli sebagai pahlawan pembela kebenaran atau kebajikan, pencegah kemungkaran, melawan penindasan, penolong kemanusiaan, dan lain sebagainya. Dan, agaknya pahlawan itu barangkali sering kita dapati di cerita-cerita atau dongeng dan bahkan film.

Begitupun juga jika kita membahas tentang pahlawan pada dewasa ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, bahwa Pahlawan adalah “Orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.” Dan seringkali ungkapan itu diasosiasikan kepada orang yang secara fisik telah berjuang bertempur dengan senjata melawan penjajah. Utamanya pada masa kolonialisme saat itu.

Pertanyaan besarnya adalah, adakah hero saat ini? Bisakah orang-orang pada dewasa ini bisa menjadi hero? Barangkali itulah pertanyaan yang lahir dari hati sanubari kaum pemuda, yakni kaum yang sedang mengalami gejolak jiwanya, yang berbagai embel-embel seperti semangat kepeloporan, idealisme tinggi dan lain sebagainya melekat bersamanya.

Pertanyaan seperti di atas mendesak untuk dijawab, agar kaum muda mendapatkan angin segar untuk menyalurkan berbagai embel-embel yang melekat bersamanya tadi. Jangan sampai misalnya, semangat kepeloporan itu, dan juga keberaniannya, disalurkan pada sesuatu yang tidak saja membahayakan dirinya sendiri, apalagi orang lain termasuk membahayakan bangsa.

Sebab, bersamanya juga melekat godaan-godaan sekaligus ancaman yang bisa menjerumuskan dirinya. Setidaknya, godaan-godaan itu adalah, pertama, adanya sindrome masochisme moral. Menurut Komarudin Hidayat (2008), masochisme moral ialah hilangnya rasa malu dan sakit hati untuk mencabik-cabik martabat bangsa sendiri. Jika pemuda sudah terjangkit sindrom tersebut, maka ia tidak segan-segan untuk bertindak semaunya sendiri (semau gue).

Ya kalau yang dikerjakannya itu bermanfaat bagi umat? Jika tidak, atau malah justru merugikan, sudah tentu hanya akan melahirkan problem-problem sosial yang makin runyam. Saat ini sudah bisa kita saksikan, tidak sedikit pemuda yang melakukan tindakan kekerasan, pesta narkoba, seks, tawuran, dan lainnya.

Pada saat sindrom tersebut sudah berkembang dan tumbuh subur dalam diri pemuda, mengutip Komar, ia tidak segan-segan mengatakan: “Apa yang kami lakukan ini belum seberapa efeknya dibandingkan dengan tindakan para wakil rakyat yang melakukan korupsi dan sejenisnya, yang efeknya begitu besar bagi bangsa ini?”. Betapa hal ini sangat tidak kita inginkan.

Kemudian ancaman selanjutnya adalah radikalisme-terorisme. Berbeda dari tadi yang di atas, yang cenderung sudah mengamini berbuat kerusakan, meskipun yang bersifat kecil. Yang kedua ini acapkali dilakukan oleh jiwa kepeloporan, yang mereka klaim sebagai kebenaran. Semangat yang dipakai adalah semangat jihad, membela agama, menjadi pahlawan agama, dan sejenisnya. Alih-alih atas nama agama, kelompok ini merasa bahwa perbuatannya adalah baik, padahal yang didapatkan tidak lain hanyalah kerusakan.

Wajah agama tak terkecuali Islam hanya akan buram. Ini pun akan semakin menguatkan persepsi keliru sebagian orang yang menganggap bahwa Islam adalah agama teroris, agama radikal, dan sejenisnya. Padahal, jika meminjam istilah Prof. Kentjoro bin Soeparno, tindakan demikian ialah bahasa orang kalah. Karena, bagi pelaku teror, teror merupakan alternatir terakhir sebuah perjuangan. Ini sangat logik, karena setelah ia meledakkan diri misalnya, umat Islam tetap saja tidak berubah menjadi lebih baik, justru sebaliknya semakin mendapatkan stigma buruk. Dan semangat heroik tersebut tentu tidak dapat dibenarkan.

Oleh sebab itu, pemaknaan kepahlawanan (hero) tidak boleh diartikan secara sepintas lalu, hitam-putih. Perlu adanya pemaknaan yang lebih mendalam dan lebih memadai. Sebab sejatinya, meski tidak diakui, terdapat banyak pahlawan tanpa tanda jasa yang telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk kemaslahatan bangsa. Termasuk di antaranya adalah, tukang sampah misalnya. Jika tidak ada tukang sampah, bisa dibayangkan bagaimana keadaan lingkungan di sekitar kita. Tentu sangat buruk.

Pahlawan Zaman Now

Apalagi sebagai kaum muda, tentu akan ada banyak hal positif yang bisa dilakukan, dan itu sebetulnya memiliki nilai-nilai semangat kepahlawanan yang tinggi. Di era zaman sekarang ini (zaman now), banyak sekali tugas yang harus dituntaskan oleh para pemuda. Tidak disangsikan lagi bahwa salah satu ancaman dunia global saat ini, termasuk Indonesia, adalah radikalisme-terorisme. Dunia informasi diwargani dengan adu domba, hoax, dan sejenisnya. Dan inilah yang dikhawatirkan oleh pemerintah saat ini.

Oleh sebab itu, sudah saatnya pemuda memahami situasi dan kondisi ini. Kita tidak boleh diam saja, karena negara sudah diancam oleh pihak lain. Kita harus melawan mereka. Tetapi bukan untuk saling menumpahkan darah. Karena bagaimanapun juga, di antara mereka adalah saudara kita, anak bangsa. Hanya saja dia sedang tersebangkiti virus berbahaya.

Setidaknya ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan oleh pemuda untuk melawan kelompok ini, di antaranya adalah: Pertama, sebagai promoter narasi perdamaian. Ini penting untuk dilakukan terlebih di era informasi teknologi digital seperti dewasa ini. Kita tidak bisa memungkiri adanya hoax dan sejenisnya di dunia informasi ini. Karena itu, pemuda harus siap menjadi duta damai di era globalisasi ini.

Kedua, menjadi komunitas yang mampu menghargai kebersamaan dan hak berpendapat. Maka membingkai keragaman itu menjadi penting. Harapannya, setiap pemuda mampu menjadi duta-duta kebersamaan di daerahnya masing-masing. Sehingga pada gilirannya akan lahir masyarakat yang kuat, kokoh, tidak mudah terpecah belah. Selain itu yang tak kalah penting adalah pemuda bersedia ikut serta dalam perumusan kebijakan pembangunan sosial dan penanggulangan paham ekstrimis itu. Wallahu’alam

Facebook Comments