Baru saja bom bunuh diri mengguncang dunia. Setelah Turki dan Belgia, bom bunuh diri menghentakkan Lahore, Pakistan. Ada 73 yang meninggal dan melukai 200 orang yang lain. Tragedi ini sangat memilukan, karena bom bunuh diri dilakukan dalam rangka membela “Islam”. Padahal, Islam sendiri bermakna damai, dan selalu menebarkan kedamaian. Setiap berjumpa dengan sesama, Islam mengajarkan untuk mengulurkan salam “Assalamu’alaikum…” , kedamaian untuk kalian.
Terkait dengan salam ini, al-Quran sudah tegas menjelaskan:
“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu” (QS. An-Nisa’, ayat 86)
Dalam ayat ini, ulama’ menandaskan bahwa menjawab salam hukumnya wajib. Dijawab dengan lebih baik atau yang sepadannya. Bagi mereka yang tak mau menjawab salam, Rasulullah sangat membencinya. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa jika seorang muslim mengulurkan salam kepada saudara muslim lainnya, maka malaikat akan menebarkan kasih sayang sebanyak tujuh puluh kali. Sebaliknya, kaum muslim yang tidak mau menjawab juga akan dilaknat sebanyak tujuh puluh kali.
Di manapun berada, umat Islam dianjurkan untuk selalu menebarkan salam penghormatan dan kedamaian. Setiap pergerakan hidup yang dijalani diharapkan selalu dihiasi dengan wajah sumringah dan salam kedamaian. Ketika masuk rumah atau meninggalkan rumah, pastikan kita mengulukkan salam. Bahkan ketika anak kecil menebarkan salam, ulama’ juga menganjurkan agar kita tetap menjawab salamnya dengan penuh cinta dan kasih sayang.
Dengan jalan menebar salam inilah, Rasulullah menjelaskan bahwa surga akan didapatkan. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairoh, Rasulullah berkata, “kalian tidak akan masuk surga sehingga kalian beriman (dengan iman yang sempurna). Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai. Tidakkah aku tunjukkan kalian pada sesuatu yang bila kalian mengerjakannya, maka kalian akan saling mencintai, yakni tebarkanlah salam diantara kalian”.
Penjelasan Rasulullah menjadi penanda sangat istimewa bagi para penebar salam. Ajaran salam mengandung nilai yang sangat luhur, sampai Rasulullah menempatkan mereka di surga dengan penuh damai. Sayang, belakangan ini, makna salam belum membumi dalam jati diri umat Islam. Tidak sedikit yang gembira menebarkan teror dan kekerasan kepada saudaranya muslim dan saudara sebangsa sendiri. Lebih menyakitkan lagi, perbuatan itu dijustifikasi sebagai jalan menuju surga. Ini jelas sebuah pendangkalan ajaran agama dan penafsiran ajaran yang tak sehat, pincang.
Hadits dari Abu Hurairoh di atas juga menegaskan bahwa ajaran salam ini sangat berbeda dengan bom bunuh diri. Perintah menebarkan salam itu juga berarti larangan (al-nahyu) untuk melakukan kekerasan, apalagi bom bunuh diri. Sangat tegas ini, bahwa bom bunuh diri itu dilarang dalam Islam. Sesuatu yang dilarang oleh Islam berarti mengandung aspek kemaslahatan dan kemanusiaan. Kalau tidak ada bom bunuh diri, maka manusia akan selamat dan damai.
Ajaran salam yang sudah diteladankan Nabi dan sahabat menjadi catatan penting umat Islam untuk terus menebarkan setiap saat dan dimanapun berada. Saatnya kita berebut dahulu untuk menebarkan salam dan kedamaian. Niscaya kita akan menemukan hidup damai, saling menyayangi, dan saling bersyukur. Pastilah, bila kita jalankan dengan baik, Nabi akan menunggu kita di surga dengan penuh bahagia.
Umat manusia, khususnya bangsa Indonesia mesti belajar dari berbagai tragedi bom bunuh diri bahwa peradaban masa depan tidak bisa dilakukan dengan paksaan, apalagi sampai mengancam nyawa. Peradaban masa depan mesti didesain dengan semangat damai dan kekeluargaan.