Dalam al Qur’an dikatakan, “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka, apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?”. (QS. Yunus: 99).
Ayat di atas merupakan alarm peringatan kepada umat Islam, betapa mudah Tuhan andai berkehendak menyeragamkan semua manusia memeluk agama Islam. Demikian pula andai kata seluruh umat manusia dijadikan satu etnis seluruhnya, sangat mungkin apabila Yang Maha Kuasa berkehendak. Sesungguhnya, keragaman manusia dari berbagai aspek itu adalah kehendak-Nya. Apakah kita hendak mengingkari hal itu? Sebagai manusia yang beriman, tentu saja tidak akan mengingkari pluralitas tersebut.
Kenapa ada perintah amar ma’ruf nahi mungkar? Mengajak manusia ke dalam pelukan agama Islam menjadi kewajiban umat Islam. Tapi, tugas itu hanya sebatas menyampaikan kebenaran Islam, selebihnya Tuhan yang menentukan.
“Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki. Dia, lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”. (QS. al Qashash: 56).
Dua ayat di atas memberikan pelajaran kepada umat Islam, sesungguhnya pluralitas merupakan sunnatullah yang tak terelakkan. Karenanya, beriman kepada Allah meniscayakan menerima keberagaman tersebut. Sementara itu, tugas berdakwah hanya sebatas menyampaikan kebenaran Islam, baik melalui perkataan maupun tindakan. Itupun harus disampaikan secara bijak, tidak boleh dengan kekerasan dan pemaksaan.
Berangkat dari sini, Islam mengajarkan ukhuwah insaniyyah, suatu persaudaraan atas dasar kemanusiaan. Semua manusia adalah bersaudara, antara satu dengan yang lain tidak boleh melakukan kekerasan dan menyakiti karena perbedaan yang ada. Baik perbedaan agama, etnis, ras dan sebagainya.
Persaudaraan kemanusiaan atau ukhuwah insaniyyah seperti diamanatkan oleh al Qur’an (QS. al Nisa’: 1) dalam term fikih masuk pada ranah mu’amalah. Dalam mu’amalah kaidah yang berlaku adalah, segala transaksi akibat relasi antar manusia semuanya boleh selama tidak ada teks agama yang melarang. Artinya, dalam ruang mu’amalah segala sesuatu boleh saja dikerjakan selama tidak ada dalil yang melarang. Dengan demikian, sesuatu yang tidak ditegaskan secara jelas (qath’i) dalam al Qur’an maupun hadits boleh saja dilakukan tanpa harus mengorek dalil sebagai alasan untuk melarangnya.
Natal Masuk Kategori Mu’amalah atau Ibadah?
Mengucapkan selamat Hari Natal bagi umat Kristiani menjadi polemik klasik tak berujung hingga saat ini. Polemik melelahkan dalam konteks spiritual ini terus saja mengalir dan menguat menjelang perayaan Natal. Sebagian mengatakan, boleh saja mengucapkan Selamat Natal karena hanya sebatas mengucapkan selamat terhadap saudara, kolega atau tetangga, dan tidak berarti membenarkan keimanan keimanan kaum Kristiani.
Sedangkan yang mengharamkan mengucapkan Selamat Natal karena ucapan tersebut bisa merusak akidah umat Islam. Dengan mengucapkan Selamat Natal otomatis membenarkan ajaran umat Kristiani yang menganggap Yesus atau Nabi Isa sebagai Tuhan.
Sejatinya, dua pendapat di atas tidak perlu diperuncing menjadi perdebatan teologis yang berujung pada gesekan di internal umat Islam. Apalagi, kalau hal itu sampai menimbulkan keretakan ukhuwah Islamiyyah.
Dua pendapat tersebut sebenarnya bisa dikompromikan; pendapat yang mengatakan haram adalah langkah preventif, hati-hati dalam menjaga kekokohan akidah. Sementara yang mengatakan boleh sebagai wujud ukhuwah insaniyyah. Pendapat ini pun tidak mengurangi kadar keimanan seseorang karena sebatas mengucapkan Selamat Natal saja dan tidak membenarkan akidah atau keimanan umat Kristiani.
Justru, memperdebatkan ucapan Selamat Natal akan merusak kualitas keimanan umat Islam sendiri. Perdebatan seperti itu akan menyemaikan benih-benih permusuhan di intern umat Islam sendiri. Padahal, diperdebatkan atau tidak tidak ada kewajiban bagi umat Islam mengucapkan selamat Natal. Begitupun umat Kristiani, mereka tidak akan terganggu atau menunggu ucapan Selamat Natal dari umat Islam.
Mana yang Lebih Maslahat dari Dua Pendapat Tersebut?
Dalam konteks negara Indonesia yang multikultural, pendapat yang membolehkan lebih bermanfaat untuk membina dan merekatkan persaudaraan sesama manusia. Terutama bagi mereka yang hidup bergaul dengan umat Kristiani, atau tetangga dan kerabatnya ada yang memeluk agama Kristen.
Mencari yang lebih bermanfaat dari dua pendapat apabila kedua pendapat tersebut sama-sama tidak memiliki dalil sharih (tegas) dalam al Qur’an maupun hadits. Dalam pembicaraan kita sekarang, memang tidak ada ayat al Qur’an dan hadits yang secara tegas berbicara tentang ucapan Selamat Natal.
Sebagai contoh, pendapat yang mengatakan boleh mengucapkan Selamat Natal berdasar pada makna tersurat ayat al Qur’an berikut.
“Dalam sejahtera (semoga) dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, hari wafatku, dan pada hari ketika aku dibangkitkan hidup kembali “. (QS. Maryam: 33).
Makna tersurat dalam ayat di atas, bahwa Nabi Isa mengucapkan Natal (hari kelahiran Nabi Isa) untuk dirinya sendiri. Karena hal itu diceritakan oleh al Qur’an, maka menjadi dalil bolehnya mengucapkan Selamat Natal.
Kita, umat Islam, harus yakin dengan sesungguhnya, agama Islam adalah agama terakhir dari Tuhan. Satu-satunya kebenaran. Meskipun demikian, tidak dibenarkan untuk memaksakan Islam kepada non muslim, serta tidak boleh meyakini ajaran di luar Islam.
Namun, masih ada hal lain yang diperintahkan oleh Tuhan, yakni hubungan baik sesama manusia sekalipun berbeda agama. Artinya, mengucapkan Selamat Natal merupakan bagian dari penjelmaan keimanan yang kokoh. Ucapan Selamat Natal dimaksudkan supaya ukhuwah insaniyyah lebih mudah terwujud.
Sikap terbuka untuk bergaul dan bersahabat dengan non muslim akan lebih mencairkan suasana. Jika suatu waktu terjadi kesalahpahaman antar penganut agama akan lebih mudah diselesaikan. Beda hal kalau menutup diri dari penganut agama lain, rentan terjadi konflik.
Apa sebabnya? Karena sikap tertutup lebih mudah tersinggung dan mudah di adu domba pihak lain. Karena itu, Islam menganjurkan membina ukhuwah insaniyyah untuk mewujudkan keadilan, kedamaian dan ketentraman di muka bumi.