Toleransi Pancasila : Bukan Basa-Basi, Tetapi Ekspresi Keimanan untuk Kebajikan Sosial

Toleransi Pancasila : Bukan Basa-Basi, Tetapi Ekspresi Keimanan untuk Kebajikan Sosial

- in Narasi
104
0
Toleransi Pancasila : Bukan Basa-Basi, Tetapi Ekspresi Keimanan untuk Kebajikan Sosial

Pancasila merupakan dasar, ideologi dan falsafah hidup bangsa Indonesia. Ini berarti, seluruh sendi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia harus berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai luhur Pancasila tidak hanya berkaitan dengan ranah politik dan sosial, tetapi juga memiliki dimensi yang sangat dalam pada konteks keagamaan. Karena itulah, Sila Pertama Pancasila berasaskan pada nilai penting “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Menarik jika kita baca, munculnya redaksi Sila Pertama ini sebagai sebuah afirmasi negara Indonesia yang berke-Tuhan-an, sekaligus sebagai bentuk rekognisi terhadap keragaman. Artinya, Negara Indonesia bukan negara sekuler yang memisahkan agama dengan urusan negara. Namun, Indonesia juga bukan negara agama yang hanya mengakui secara sah satu agama. Indonesia memiliki beberapa jenis agama yang sudah diakui oleh Negara yaitu Islam, Kristen Katolik dan Protestan, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu dan aliran kepercayaan. Setiap agama tersebut memiliki rumah ibadah, kitab suci, ajaran, simbol, dan hari rayanya masing-masing.

Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa bukan sebagai proses sinkretisme agama-agama, tetapi mengambil nilai dan ruh semua agama sebagai semangat bernegara. Perbedaan agama yang dimiliki Indonesia merupakan kekayaan di mana para penganut agama yang berbeda bisa saling menghargai, saling belajar, saling menghormati serta memperkaya dan memperkuat nilai-nilai keagamaan dan keimanan masing-masing. Karena itulah, sila pertama ini kemudian melahirkan semangat toleransi sebagaimana dalam pembukaan UUD 1945 pasal 29 ayat 2 yang menyebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya sendiri-sendiri dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya”.

Nilai-nilai luhur Pancasila tersebut diharapkan mampu merawat perbedaan yang ada dan bisa menangkal aksi yang mengarah pada radikalisme yang mengakibatkan perpecahan antar umat beragama. Munculnya, ekstremisme dan konflik sejatinya berawal dari pandangan keagamaan yang monolitik dan klaim kebenaran tunggal. Cara pandang beragama seperti ini bertentangan dengan nilai agama sekaligus dengan nilai Pancasila.

Pancasila mengajarkan bahwa dalam hubungan antara agama tidak boleh bersikap ekslusif, tetapi juga bukan sinkretik. Sila Pertama mengajarkan pentingnya mengambil ruh dan semangat setiap agama. Ketuhanan Yang Maha Esa berarti nilai-nilai esensial dalam setiap agama. Artinya, umat beragama harus memahami kesamaan esensial, walaupun dalam ragam ekspresi formal dan ritual yang berbeda. Tidak boleh ritual dicampuradukkan, tetapi secara sosial semua agama memiliki kesamaan tentang ajaran kebajikan.

Dengan cara pandang ini, umat beragama kemudian belajar untuk mengembangkan sikap toleransi. Toleransi dalam beragama memiliki makna sikap saling menghargai antar pemeluk agama. Toleransi dalam bergama ini dapat diwujudkan bukan hanya dengan menghormati agama yang diyakini orang lain, tidak memaksanakan keyakinan agama, dan tidak memandang rendah agama lain, tetapi juga bekerjasama dan gotong royong dalam kebaikan.

Toleransi bukan sekedar saling menghargai dan menghormati. Toleransi yang diajarkan Pancasila adalah praktek yang menyeluruh dengan bekerjasama dalam mengembangkan kemanusiaan, menjaga persatuan, melaksanakan musyawarah dan mewujudkan keadilan sosial. Toleransi bukan sekedar acara formal basa-basi untuk selaing menghormati, tetapi komitmen untuk saling berlomba dalam kebaikan.

Karena itulah, dapat dipahami semakin orang toleran semakin ia memiliki keyakinan yang kuat tentang kebenaran agamanya. Toleransi bukan berarti melunturkan akidah dan keyakinan, tetapi praktek kebajikan sosial yang diilhami oleh keyakinan agama.

Pancasila mengajarkan bahwa masyarakat yang berke-Tuhan-an (baca : beragama) adalah masyarakat yang saling bekerjasama dalam mewujudkan nilai-nilai prinsip agama seperti kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan. Semua agama memiliki nilai yang sama yang harus saling bekerjasama. Itulah esensi dan makna toleransi berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang akan menciptakan kerukunan, menjaga stabilitas sosial, serta menjungjung tinggi keadilan dan kesetaraan antar umat beragama.

Karena itulah, Pancasila memiliki peran vital dalam mengatasi nilai-nilai intoleransi dalam masyarakat. Nilai-nilai Pancasila mendorong penghargaan terhadap perbedaan suku, agama, budaya dan pandangan politik. Dengan menginternalisasikan nilai-nilai tersebut, masyarakat dapat mengatasi prasangka, stereotip, dan diskriminasi terhadap kelompok yang berbeda, sehingga dapat meredam nilai-nilai intoleransi.

Melalui pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai Pancasila dan upaya kolektif dalam menginternalisasi serta mengamalkan nilai-nilai tersebut, maka Pancasila dapat membantu meredam konflik dan perpecahan antar umat beragama dan memperkuat budaya toleransi dalam masyarakat Indonesia. Perlu ditekankan bahwa toleransi adalah nilai krusial dalam kehidupan berbangsa. Dengan mengembangkan sikap toleransi, masyarakat dapat menciptakan lingkungan yang inklusif, saling menghormati dan saling mendukung.

Facebook Comments