Gelombang dan trend Islamofobiadi negeri Barat mengalami peningkatan. Salah satu sasaran dari narasi islamofobia adalah tentang Nabi Muhammad. Banyak sekali opini salah dan penuh kebencian terhadap Rasulullah yang diungkapkan baik dalam tulisan, ucapan hingga lukisan.
Islamofobia sebenarnya lahir dari ketidaktahuan terhadap Islam dan Nabi Muhammad yang melahirkan rasa kebencian dan permusuhan. Islam digambarkan sebagai agama barbar, agama perang dan agama yang dekat dengan kekerasan. Nabi pun dianggap bagian dari aktor yang menyeru kekerasan. Sambil lalu mereka menyerang pribadi mulia Nabi Muhammad dari aspek seksual.
Ketidaktahuan dan prejudicetentang Islam, pada satu sisi, membentuk opini negatif dan kebencian terhadap Islam. Sementara sisi lain, memang ada kelompok ekstrim umat Islam yang memamerkan tindakan kekerasan dengan begitu bangga mengatasnamakan Islam.
Marah, emosi, dan tidak suka terhadap cara mereka yang mengidap islamofobia adalah wajar. Tetapi membalas dengan kekerasan tentu bukan sikap Islami. Rasulullah dan umat Islam sudah terbiasa dihina, dicaci, dimaki bahkan dilukai oleh masyarakat jahiliyah. Dengan perlakuan mereka yang sadis, Islam tetap tinggi dan Rasulullah banyak menuai simpati.
Jika umat Islam saat ini ingin melawan Islamofobia dan menghapus ketidaktahuan non muslim terhadap Islam dan Nabi Muhammad, sejatinya Islam mempunyai tradisi perayaan yang efektif dalam mengenalkan Islam dan Rasulullah yang sebenarnya. Perayaan Maulid Nabi adalah tradisi mulia yang dikenalkan para ulama salaf terdahulu tidak saja untuk mengekspresikan cinta kepada Rasulullah, tetapi juga bisa menjadi syiar dan dakwah mengenalkan Islam.
Seluruh dunia hari ini merayakan Maulid Nabi dan mengekspresikan kecintaannya terhadap Rasulullah di tengah gelombang islamofobia yang mengejek dan menghina Nabi Muhammad. Apakah Rasulullah menjadi terhina? Tidak! Bahkan non-muslim pun yang mengetahui sejarah dan kemuliaan akhlak Nabi akan mengutuk Islamofobia.
Perayaan Maulid tidak sekedar membaca shalawat, tetapi mengaji dan mengkaji serta mengenalkan sirah nabawiyah. Banyak sekali orang luar yang tidak memahami bagaimana Islam disebarkan dengan cinta, santun dan ramah oleh Nabi Muhammad. Dicaci, dimaki, dihasut hingga dilukai oleh penduduk Thaif, Rasulullah memilih mendoakan mereka karena ketidaktahuannya.
Islamofobia sejatinya adalah bagian dari proses panjang sejarah yang ingin membentuk persepsi tentang Islam. Islam telah lama didefinisikan oleh kalangan orientalis lama yang tendensius, subyektif dan punya kepentingan. Islam dipahami secara keliru baik sengaja maupun tidak sengaja untuk dikerdilkan pengaruhnya.
Mempelajari kembali sirah nabawi dengan penuh perasaan cinta adalah cara Maulid Nabi dirayakan. Tidak cukup mempelajari sejarah Nabi jika tidak dilandasi dengan cinta. Ketika ingin mengulik sejarah Rasul, para Orientalis lama melandasinya dengan kebencian sehingga lahirlah tafsir keliru terhadap Islam dan Nabi Muhammad. Perayaan Maulid Nabi adalah perayaan yang ingin selalu mengkaji sejarah Rasul dengan cinta sehingga umat manusia menjadi terbuka tentang pesan rahmat Islam dan akhlak mulia Rasulullah.
Ketika Islamofobia merebak, persaudaraan umat Islam jangan mudah tercerai berai. Tentu saja keinginan para pembenci Islam adalah melihat umat yang tercerai dan terpecah. Namun, umat Islam yang memegang teguh perayaan Maulid tidak akan terpecah belah. Umat akan menemukan idolanya kepada Rasulullah yang berhasil menyatukan pendatang dan pribumi, Yahudi, Nasrani dan Muslim, orang kaya dan miskin, penguasa dan rakyat jelata dalam satu naungan Negara Madinah.
Perayaan Maulid akan selalu mengikat sejarah umat dengan Rasulullah. Perayaan ini pun akan selalu mengikatkan hati umat dengan Rasulullah. Seberapa pun besarnya badai islamofobia jika umat Islam tetap meneladani Rasulullah dan menjaga ukhuwah semua akan berlalu. Islam akan terus menang dan Rasulullah akan selalu dikenang.