Perkembangan teknologi komunikasi sebagai bagian dari globalisasi yang terjadi dalam beberapa dekade belakangan telah berhasil mengubah pola penyebaran ideologi transnasional. Pra globalisasi penyebaran ideologi transnasional lebih banyak terjadi di dunia nyata, melalui kegiatan keagamaan, sosial dan politik. Pelakunya pun relatif bisa diidentifikasi dengan mudah lantaran kebanyakan dilakukan oleh individu yang berafiliasi dengan organisasi islam transnasional. Selain itu, di masa pra-globalisasi penyebaran ideologi transnasional pun terbatas di kalangan kelompok masyarakat yang termarjinalkan.
Pasca-globalisasi terjadi pergeseran signifikan pada penyebaran ideologi radikal transnasinoal. Berkembangnya teknologi komunikasi menyebabkan penyebaran ideologi transnasional menjadi cenderung acak dan tidak berpola, baik dari segi medium, strategi, pelaku dan sasarannya. Dari medium, penyebaran ideologi transnasional kini lebih banyak dilakukan melalui internet dan media sosial. Pelakunya pun relative sulit diidentifikasi karena bisa dilakukan oleh siapa saja. Sedangkan sasarannya pun cenderung meluas, tidak hanya di kalangan kelompok marjinal namun merambah ke seluruh lapisan masyarakat.
Menjadi wajar jika jari ini ideologi transnasional telah menyusup ke mana saja, mulai dari profesional, pegawai pemerintah, kaum intelektual, mahasiswa bahkan hingga kalangan pelajar datau remaja. Banyaknya pelaku bom bunuh diri yang diketahui masih berusia muda bahkan remaja mengonfirmasi kekhawatiran kita semua bahwa jaringan kelompok islam transnasional mulai menyasar kelompok remaja dan anak sebagai sasaran indoktrinasi, kaderisasi dan rekrutmen. Di titik inilah penting kiranya untuk mencegah ekspansi ideologi radikal sejak dini.
Dolanan anak atau mainan tradisional anak yang pernah populer pada masanya kiranya bisa menjadi alternatif kearifan lokal yang efektif menangkal penetrasi ideologi radikal di kalangan anak dan remaja. Seperti kita tahu, Indonesia sangat kaya akan jenis permainana anak atau dolanan yang diajarkan secara turun-temurun lintas-generasi. Dolanan anak, meruju pada penelitian Mahyudi (2003) merupakan jenis aktivitas anak yang memiliki banyak fungsi. Pertama, membangun ketahanan fisik. Beragam jenis permainan anak memang didesain agar anak beraktivitas fisik secara aktif, namun tetap aman.
Kedua, mengembangkan intelektualitas anak. Permainan anak dirancang untuk menstimulasi kecerdasan akal anak dan merangsang pertumbuhan otak anak agar maksimal. Ketiga, mengembangkan keterampilan sosial anak. Hampir semua permainan tradisional yang dikenal di Indonesia dimainkan secara kolektif. Di dalamnya termuat nilai-nilai tentang kerjasama kelompok (team-work), kepemimpinan (leadership), kejujuran (honesty), dan sikap adil (fairness).
Jika dilacak dari akar historisnya, dolanan anak memiliki akar yang kuat pada kebudayaan asli Nusantara yang acapkali bercampur dengan nilai-nilai agama (Islam). Misalnya saja di Jawa Tengah dan Yogyakarta, banyak permainan dan lagu anak yang ternyata penciptanya ialah Sunan Kalijogo. Melalui permainan dan tembang anak itu, Sunan Kalijogo menyelipkan pelajaran dan nilai-nilai luhur tentang kemanusiaan.
Nilai-nilai luhur kebijaksanaan itu tidak dikhotbahkan kepada anak namun disisipkan secara implisit ke dalam aturan atau tatacara permainan. Maka, secara langsung anak akan mendapatkan tiga hal sekaligus, yakni fisik yang sehat, kecerdasan yang optimal dan sisi sosial yang terasah. Permainan tradisional dengan demikian tidak diragukan merupakan kekayaan budaya lokal yang tidak hanya patut dilestarikan namun juga dikembangkan agar lebih kontekstual dan relevan dengan perkembangan zaman.
Sangat disayangkan jika permainan tradisional sebagai bagian dari kearifan lokal itu kini tergusur oleh berbagai penetrasi budaya dan teknologi asing. Misalnya permainan (game) digital yang menjadi kegandrungan anak-anak dan remaja di masa sekarang. Tidak hanya membuat anak berperilaku asosial, tertutup dan apatis (cuek), permainan digital secara tidak disadari juga kerap menjadi pintu bagi masuknya doktrin kekerasan. Seperti kita tahu, banyak permainan digital hari ini yang mengumbar adegan kekerasan dan berpengaruh buruk pada perkembangan psikologis anak dan remaja.
Menghidupkan kembali tradisi dan khazanah permainan anak atau dolanan sebagai bagian dari merawat kearifan lokal dan menangkal ideologi transnasional kiranya merupakan hal yang urgen untuk dilakukan. Dalam hal ini, diperlukan sinergi apik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta tokoh masyarakat di masing-masing wilayah untuk mengidentifikasi jenis permainan tradisional apa saja yang memiliki nilai edukatif terutama untuk membentuk generasi yang berkarakter humanis dan nasionalis.
Seturut perkembangan zaman, digitalisasi permainan tradisional tentu perlu dilakukan dengan tanpa menghilangkan esensi dan filosofi dasar permainan tersebut. Digitalisasi permainan anak itu semata dimaksudkan agar anak-anak dan remaja yang lahir sebagai digital native bisa dengan mudah mengakses permainan tradisional tanpa merasa bahwa hal itu merupakan hal yang kuno atau ketinggalan zaman. Dengan begitu, dolanan anak kiranya akan menjadi sarana efektif dalam menangkal ideologi radikal transnasional sejak dini.