Secara bahasa, kata “kurban” berasal dari bahasa Arab qaraba-yuqaribu-qurbanan-qaribun, yang berarti “dekat” atau “mendekatkan”. Para ulama mengartikannya sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada Allah, karenanya kurban hanya ditujukan kepada Allah semata. Selain untuk mendekatkan diri kepada Allah, kurban juga memiliki fungsi untuk mendekatkan diri kepada sesama manusia. Jalaludin Rakhmat (1996) menjelaskan bahwa kurban memiliki pesan moral, yakni mendekatkan diri kepada saudara-saudara kita yang kekurangan. Karena dalam kurban terselip semangat untuk berbagi kepada orang lain agar rizki yang kita miliki semakin terberkahi.
Dalam pengertian yang lain, kurban adalah kepasrahan hati untuk bukan saja rela berbagi kelebihan rizki, tetapi lebih dari itu, kurban adalah keikhlasan untuk menjadi insan yang sederhana; yang tidak terlalu jauh berbeda dengan sesamanya. Karena tidak peduli seberapa kaya atau tingginya pangkat yang disandang oleh si pemberi kurban, mereka memakan daging yang sama dengan yang ia bagikan kepada orang-orang lain. hal ini merupakan pertanda bahwa berkuban adalah berbagi, sama-sama menikmati dan mensyukuri.
Karenanya tidak berlebihan kiranya jika kita menempatkan ajaran utama yang terletak pada kurban adalah tentang kesederhanaan. Seseorang yang melaksanakan kurban tidak serta merta menjadi orang yang lebih mulia di mata sesama, karena justru dengan berkurban kita sedang memposisikan diri setara dengan orang lain; kita berbagi dan menikmati rizki itu secara bersama-sama. karena itu, tidak tepat kiranya jika menggunakan kurban sebagai momen untuk meninggikan kesombongan. Semangat kesederhanaan seperti yang tertuang dalam ritual kurban harus pula dijadikan patokan agar kita tidak gampang berlebihan.
Para ulama juga mengartikan bahwa perintah Allah untuk berkurban dengan menyembelih binatang memiliki makna yang lebih penting dari sekedar bagi-bagi daging, prosesi penyembelihan binatang merupakan simbolisasi untuk penyembelihan terhadap sifat-sifat kebinatangan yang ada dalam diri kita, seperti rakus, liar, dst. Karenanya, berkurban adalah mengakhiri kebinatangan.
Semangat untuk mengakhiri sifat-sifat kebinatangan ini penting untuk kembali digelorakan, terutama terkait dengan maraknya aksi-aksi kekerasan yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang terjadi belakangan ini. Meskipun aksi-aksi tersebut kerap secara serampangan diatasnamakan untuk kepentingan agama, namun kita semua tahu bahwa berlaku kasar dan kejam tidak mungkin bisa dilakukan oleh mereka yang masih ‘manusia’.
Dalam kurban kita diajari untuk ringan tangan dan ikhlas demi kebaikan sesama. Hal ini merupakan bukti nyata bahwa Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Islam, karenanya, sangat anti terhadap kekerasan dan ketidakadilan. Segala hal yang melibatkan kekerasan dan kesewanang-wenangan sangat bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
Munculnya kelompok-kelompok yang mengaku memperjuangkan nilai-nilai Islam namun tetap berlaku kejam terhadap sesama belakangan ini tentu merupakan sebuah ironi, karena Islam dan kekerasan adalah dua hal yang sangat berbeda. Ritual Kurban telah secara jelas menunjukkan bahwa Islam mengajarkan kita untuk menjadi insan yang sederhana; dengan bersikap terbuka dan mengedepankan kebaikan bersama. Dengan menyembelih sifat-sifat kebinatangan yang mungkin masih ada pada diri kita, berarti kita telah siap untuk berproses menjadi manusia yang seutuhnya; yang menghormati dan mengasihi sesama.