Februari 2024 adalah bulan pemilu. Sedangkan Maret 2024 adalah bulan suci Ramadhan. Kita selama ini dipisahkan oleh pemilu, namun kita dapat disatukan oleh berkah dan rahmat bulan suci Ramadhan.
Rahmat dan berkah bulan suci Ramadhan sejatinya dapat mengembalikan kebersamaan-kebersamaan yang telah sejak lama terpisah akibat perbedaan pilihan politik. Karena secara subtansial, semangat persatuan di bulan Ramadhan lahir dari orientasi puasa yang dapat mengajarkan arti pentingnya berpikir/bertindak yang bisa menjaga seimbang/moderat (tak terjerumus ke hawa nafsu/ego)
Allah SWT memerintahkan kita berpuasa sekaligus berbuka. Artinya, puasa tak mengajarkan sikap berlebihan dalam urusan agama (ghuluw) yakni harus seimbang/moderat (adil). Begitu juga dalam kepentingan politik, kita tak boleh berlebihan seperti bersikap fanatik berlebihan atas pilihan politik, hingga melahirkan perilaku pembangkangan (bughat).
Sikap berlebihan adalah akar dari perpecahan dan permusuhan. Sedangkan semangat keseimbangan adalah akar dari semangat persatuan. Karena pola-pikir yang seimbang pasti akan menyadari, bahwa dalam hidup kita pasti saling membutuhkan satu-sama lain, yang berarti butuh yang namanya kebersamaan yang harmonis.
Meskipun kita dipisahkan oleh pemilu, namun kini kita aka disatukan oleh Ramadhan dengan spirit (keseimbangan itu). Karena titik-korelasi puasa selama 30 hari agar kita bisa terbiasa dan tumbuh menjadi fitrah (kesejatian) manusia cara berpikir yang adil dan seimbang.
Berpikir seimbang berarti adil pada diri sendiri dan adil pada orang lain. Seperti berpikir adil atas hasil demokrasi dan menjaga keseimbangan sosial dengan kembali ke fitrah awal kita yang bersaudara dan bersama.
Semangat keseimbangan dalam konteks pesta demokrasi adalah keseimbangan diri di dalam menjaga stabilitas dan kesatuan bangsa. Jadi, tak terlena ke dalam fanatisme namun tetap kokoh dalam nasionalisme menjaga persatuan di tengah keterpisahan secara politik di waktu pemilu itu.
Segala perpecahan, permusuhan dan kebencian itu selalu lahir dari pola-pikir/bertindak yang tak seimbang. Artinya ada kecenderungan ego dan hawa nafsu diri yang dominan menguasai setiap laku kita. Sehingga, kecenderungan semacam ini dapat mengorbankan keseimbangan umat menjadi penuh perpecahan dan perpecahan.
Di sinilah fakta penting dari perjalanan spiritual puasa Ramadhan sebagai jalan menuju fitrah kita sebagai manusia yang moderat (seimbang). Yakni, pikiran seimbang dapat menjaga keseimbangan tatanan, yakni mengembalikan persatuan di tengah terpisahkan secara politik 5 tahunan.
Manusia yang moderat pro-persatuan karena tak lepas dari fitrah manusia sebagai (manusia sosial). Sebagaimana, fitrah kehidupan dalam beragama, sosial dan politik yang penuh dengan keragaman. Manusia yang beriman harus menjaga tali persaudaraan dalam konteks (hablum minannas) dengan pikiran-pikiran moderat di tengah perbedaan itu sendiri.
Sebagaimana dalam kebenaran-Nya, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka (berpegang) pada tali (agama dan tali (perjanjian) dengan manusia” (Qs. Ali-‘Imran:112). Entitas tali perjanjian dengan (manusia) mengacu pada hak beragama, hak sosial politik di dalam menjaga tak berpecah-belah atau ber-tumpah-darah karena berlarut dalam sentiment politik.
Maka, di sinilah titik-korelasi, kita dipisahkan oleh pemilu namun dapat disatukan oleh Ramadhan. Karena, di dalam spirit puasa Ramadhan, ada korelasi nilai teologis yang dapat mengembalikan fitrah kita sebagai manusia bisa berpikir/bertindak yang adil atau penuh keseimbangan (moderat). Yakni kembali menjaga kemajemukan di negeri ini agar kembali harmonis pasca berakhirnya politik 5 tahunan itu.