R.A. Kartini: Dari Kegelapan Konflik, Menuju Cahaya Perdamaian

R.A. Kartini: Dari Kegelapan Konflik, Menuju Cahaya Perdamaian

- in Narasi
174
0
R.A. Kartini: Dari Kegelapan Konflik, Menuju Cahaya Perdamaian

Minggu 21 April 2024 diperingati hari Kartini. Sebagai seorang perempuan, ada satu hal yang harus kita sadari, bahwa Kartini bukanlah “sekadar” nama yang hanya dikenang. Kartini adalah simbol perjuangan kaum perempuan yang akan terus hidup dan abadi di dalam jati diri kita masing-masing.

Dalam konteks argumentasi di atas, Saya tertarik dengan ungkapan terkenal R.A. Kartini, “Habis Gelap, Terbitlah Terang”. Perempuan harus menjadi “cahaya” yang terang (melepaskan kegelapan) di tengah konflik yang terjadi di negeri ini maupun di negara Timur Tengah.

Perempuan harus menjadi terang lewat perannya dalam membawa cahaya-cahaya perdamaian. Dari kegelapan konflik menuju cahaya perdamaian. Jangan terjebak ke dalam kegelapan konflik karena perempuan kehilangan perannya (stagnansi peran) lalu terjebak ke dalam pola eksploitatif.

Di dalam prinsip Islam, Allah SWT menegaskan dalam (Qs. Ibrahim:1-2) “Ini adalah Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu (mengeluarkan) manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang-benderang”. Ayat ini berupaya melepaskan “bias gender” yang kerap diskriminatif terhadap peran perempuan.

Secara relevan, ayat di atas menunjukkan satu paradigma. Bahwa, keberadaan agama memberi jalan/hak yang sama terhadap perempuan. Kalau di zaman kita saat ini, perempuan harus keluar dari kongkongan kegelapan eksploitasi kaum Radikal. Menuju terangnya cahaya dalam berperan mengikat persatuan, cahaya perdamaian di tengah konflik dan cahaya kebersamaan bangsa di tengah kepentingan politis pemecah-belah.

Perempuan-perempuan hari ini memang tak semasa dengan R.A Kartini. Tetapi, kita bisa menjadi Kartini-Kartini selanjutnya dalam perjuangan yang berbeda. Dengan tetap berpijak pada semangat, perempuan tak boleh menjadi gelap yang berarti (buta peran) dan Perempuan harus menjadi (cahaya) yang perannya membawa cahaya perdamaian bagi bangsa ini.

Jika kita berpacu pada prinsip (Qs. Ibrahim:1-2) yang dipaparkan di atas. Bahwa perempuan juga memiliki basis orientasi yang sama dalam membawa cahaya-cahaya agama dan tentunya dalam segala hal di tengah lanskap kehidupan sosial. Hal ini bisa dilihat dari peran Ibu Nyai di Pesantren dan re-generasi perempuan di Pesantren menjadi lokomotif transformasi dari kegelapan kebodohan, menuju cahaya ilmu pengetahuan untuk kontribusi perempuan bagi bangsa yang lebih baik.

Banyak sekali stereotip bahwa perempuan tak perlu belajar karena hanya dianggap cukup berperan sebagai ibu rumah tangga dan kerjaan-nya di dapur saja. Problematika “kegelapan” semacam ini tentunya tak sekadar “meredupkan” cahaya peran perempuan. Tetapi problematika kegelapan yang diskriminatif semacam ini dapat dimanfaatkan kaum-kaum perusak bangsa, dengan mengeksploitasi perempuan ke dalam perilaku gelap seperti aksi-aksi teror/intolerant.

Maka di sinilah pentingnya bagi kita untuk terus menghidupkan semangat dari ungkapan R.A Kartini, “Habis Gelap, Terbitlah Terang”. Bahwa perempuan juga berhak berubah sebagaimana sirkulasi alam bisa berubah dari gelap ke terang.. Bahwa perempuan juga memiliki masa depan dan perempuan berhak berubah menjadi lebih pintar (belajar, sekolah dan mengejar cita-cita) dan lebih berperan dalam berkontribusi bagi bangsa ini.

Kesadaran-kesadaran semacam ini tentu akan melahirkan semangat yang Saya tegaskan di awal. Bahwa perempuan berhak “sejajar” dalam konteks kehidupan sosial-kebangsaan. Sebagaimana, perempuan harus berperan mengubur kegelapan di tengah konflik yang masih mengitari bangsa ini dan di daerah negara lain seperti di Timur Tengah. Perempuan harus “Terbit” yang berarti lahir dengan semangat revolusioner dalam membawa cahaya-cahaya perdamaian, kebersamaan, persatuan di negeri ini dan di seluruh dunia.

Facebook Comments