Potensi bias kebangkitan terorisme di Indonesia pasca kejatuhan Bashar Assad di Suriah sangatlah menghiraukan dan harus kita waspadai. Sebab, pemberontakan yang dilakukan kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) ini akan dijadikan kiblat baru oleh kelompok terorisme di Indonesia. Sebab, terorisme di Indonesia memiliki kecenderungan yang “fleksibel”. Mereka akan “berkiblat” terhadap faksi kelompok teroris yang dipandang kuat dan berhasil menguasai tatanan.
Secara politis dan ideologis, kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS) sebetulnya tak jauh berbeda dengan faksi terorisme al-Qaeda. Yakni harapan untuk membangun kekhalifahan dengan menerapkan apa yang disebut hukum Islam itu. Meskipun HTS menyatakan “hanya wilayah Suriah” dan tidak bersifat global terhadap negara-negara mayoritas muslim. Tetapi ini akan melahirkan bias terorisme dengan sengkarut yang lebih transparan bagi bangkitnya terorisme di Indonesia.
Meng-Conter Bias Terorisme International dengan Moderasi
Moderasi tak sekadar sebagai prinsip beragama yang menjunjung prinsip-prinsip kemaslahatan bagi bangsa. Tetapi, moderasi juga akan menjadi (counter) terhadap bias terorisme international. Sehingga, kita bisa menyelamatkan bangsa ini dari kehancuran yang ingin dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan jihad perjuangan agama itu.
Moderasi beragama dapat membersihkan prinsip-prinsip beragama dari tujuan-misi politis yang destruktif. Semangat moderasi membangun semangat keagamaan untuk menjaga dunia tetap aman, seimbang dan tanpa konflik. Jadi, moderasi akan menjadi semacam tameng kita dalam beragama dan bernegara. Sehingga, kita tak mudah terpengaruh terhadap ajakan atas ilusi menegakkan kekhalifahan atau-pun negara Islam itu.
Menjadikan Moderasi sebagai Kiblat Beragama Kita di Indonesia
Moderasi bukan barang baru atau-pun sesuatu yang dianggap di luar ajaran Islam. Sebab, moderasi adalah satu orientasi beragama yang sangat sejalan dengan tujuan Inna rashalnakah illa rahmatan lil alamin. Bahwa menjaga keseimbangan hidup (berbangsa dan beragama) yakni menjaga keamanan, kebersamaan dan persatuan yang seimbang adalah orientasi penting dalam menggapai nilai-nilai rahmat itu sendiri.
Jadi, di sinilah orientasi moderasi beragama sebagai kiblat kita dalam beragama di Indonesia. Agar, kesadaran beragama kita tetap menjadi orientasi bagi semangat nasionalisme. Sehingga, kita bisa kebal dari bias kebangkitan terorisme yang kerap berangan-angan tentang semangat menerapkan hukum Islam itu.
Beragama secara moderat adalah upaya penegasan bahwa realitas terciptanya umat manusia itu majemuk (beragam). Secara prinsip, moderasi mengajak umat manusia menaruh kesadaran untuk merawat dan menghargai segala yang telah dikehendaki oleh-Nya yakni kemajemukan dan keberagaman itu. Seperti NKRI yang harus kita jaga ini.
Moderasi adalah satu kesadaran untuk menyemai apa yang telah menjadi perintah, kehendak dan orientasi yang telah ditetapkan dalam Islam (bukti: Al-Qur’an). Misalnya, umat Islam di dalam Al-Qur’an diperintahkan untuk selalu berbuat/berlaku adil kepada siapa-pun yang tidak memerangi kita. Termasuk, ini sebagai satu prinsip-prinsip perjanjian yang sakral.
Paradigma moderasi di atas tampak ditegaskan dalam (Qs. Al-Mumtahanah:8) Bahwa: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil”.
Memahami substansi moderasi sebagai kiblat daa berIslam pada hakikatnya merepresentasikan kebenaran-Nya yang selalu menjunjung pentingnya keseimbangan dalam hidup. Yakni kehidupan berbangsa: sosial dan beragama. Jadi, cakupan-cakupan perintah yang dinisbatkan di dalam AL-Qur’an tentang perkara keseimbangan itulah yang menjadi substansi, kita wajib menjunjung moderasi sebagai kiblat beragama kita di negeri ini.
Misalnya, kita tentu sangat familiar dengan kebenaran (Qs. Al-Hujurat:13) “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti”. Mengapa banyak orang yang lalai dengan maksud dan tujuan di balik kebenaran ayat di atas?
Dalam konteks menjadikan moderasi sebagai kiblat beragama. Kita mengupayakan kesadaran kita tentang betapa terangnya kebenaran Tuhan yang sangat menjunjung keseimbangan itu. Bahkan, kita dilarang mencaci, mencela dan bahkan menghina orang yang beda agama. Seperti yang ditegaskan: (Qs. al-An’am:108) “Dan janganlah kalian mencela orang-orang yang berdo’a kepada selain Allah, yang menyebabkan mereka mencela Allah dengan permusuhan dengan tanpa ilmu. Demikianlah kami menghiasi untuk setiap umat amalan mereka, lalu Dia mengabarkan kepada apa yang mereka lakukan”.
Dari semua argumentasi di atas, tentunya kita harus menyadari. Bahwa, menjunjung moderasi sebagai kiblat beragama kita di Indonesia itu penting. Sebab, kita akan sadar, bahwa asas kesejatian hukum Islam dalam membangun sebuah negara itu, sejatinya terpancar dalam semangat menjaga keseimbangan dan kemaslahatan itu. Sehingga, prinsip semacam ini akan menjadi karakter yang dapat meng-counter kebangkitan propaganda terorisme dalam bentuk tipu-muslihat apapun.