Peran Influencer Muslim dalam Mengamplifikasi Pesan Binadamai di Tengah Gejolak Timur Tengah

Peran Influencer Muslim dalam Mengamplifikasi Pesan Binadamai di Tengah Gejolak Timur Tengah

- in Narasi
4
0
Peran Influencer Muslim dalam Mengamplifikasi Pesan Binadamai di Tengah Gejolak Timur Tengah

Membincangkan Timur Tengah seolah tidak lepas dari persoalan kemanusiaan dan konflik berkepanjangan. Satu konflik berakhir, muncul konflik lainnya. Begitu terus sampai kekerasan membentuk lingkaran setan yang sukar diputus. Kali ini, gejolak Palestina merembet ke perang antara Iran dan Israel. Dua musuh bebuyutan ini saling unjuk kekuatan militer.

Roket Israel menghantam pusat militer Iran. Menewaskan sejumlah petinggi militer negara tersebut. Beberapa saat kemudian serangan balasan dilancarkan Iran ke Israel. Diluar dugaan, pertahanan Israel ternyata dengan mudah ditembus roket Iran. Sejumlah kawasan di Tel Aviv pun hancur lebur.

Perang tidak hanya terjadi di dunia nyata. Di media sosial, perang opini dan narasi di antara netizen pun terjadi. Netizen pro Israel mending Iran menyerang fasilitas umum Israel dan menyasar warga sipil. Pendukung Iran menganggap Israel sedang menerapkan strategi playing victim. Di Indonesia, perang opini dan narasi itu juga melibatkan para influencer keislaman dan tokoh agama.

Tidak sedikit influencer keislaman yang mengglorifikasi serangan yang dilakukan Iran sengaja bentuk jihad melawan kezaliman. Bahwa apa yang dilakukan Iran adalah awal kehencuran Israel dan kemerdekaan bangsa Palestina.

Di saat yang sama, banyak influencer keislaman yang mengajak umat Islam Indonesia bersolidaritas terhadap perjuangan Palestina. Ajakan solidaritas terhadap Palestina tentu hak baik. Namun, mengglorifikasi peperangan tentu berpotensi menimbulkan persoalan internal di kalangan bangsa sendiri.

Bagaimana tidak? Indonesia adalah negara yang majemuk, terdiri atas beragam agama, suku, dan etnis. Indonesia berada dalam situasi damai dan aman tanpa konflik dan peperangan. Namun, di saat yang sama kita juga masih menghadapi ancaman radikalisme dan ekstremisme agama.

Di permukaan, gerakan radikal ekstrem memang berhasil kita tumpas. Namun, di bawah tanah, gerakan radikal ekstrem tetap bergerak, bermanuver, menyebarkan indoktrinasi dan melakukan rekrutmen dengan beragam pola dan strategi. Salah satunya adalah dengan membonceng isu-isu konflik di Timur Tengah. Termasuk isu Palestina yang kerap dieksploitasi untuk membangkitkan ghiroh jihad di kalangan umat Islam Indonesia.

Gejolak Palestina dan Timur Tengah selama ini telah menjadi isu yang dieksploitasi kaum radikal ekstrem. Bahkan, ada upaya untuk mengimpor konflik Timur Tengah ke Indonesia. Tempo hari misalnya, lini masa media sosial kita diramaikan oleh propaganda untuk men-Suriah-kan Indonesia. Kampanye itu berisi ajakan untuk memberontak pada pemerintahan yang sah, sebagaimana terjadi di Suriah. Bukan tidak mungkin, kampanye serupa muncul di tengah panasnya gejolak antara Iran dan Israel ini.

Di tengah ancaman kebangkitan radikalisme dan ekstremisme itulah, penting kiranya para influencer keislaman untuk bijak dalam merespons isu Iran dan Israel. Para influencer keislaman idealnya menahan diri untuk menyebar narasi provokatif terkait konflik Iran dan Israel. Para influencer keislaman di satu sisi tidak boleh mengglorifikasi peperangan, dan di sisi lain tidak menjadikan isu ini sebagai momen menyebar ujaran kebencian terhadap pemeluk agama lain.

Sebaliknya, para influencer keislaman ini seharusnya menyebarkan pesan binadamai di kanal media sosialnya. Pesan binadamai ini penting untuk menjaga stabilitas keamanan di tengah gejolak Palestina. Binadamai adalah gerakan untuk menjaga perdamaian dan menghindari penggunaan kekerasan bersenjata sebagai jalan menyelesaikan persoalan atau konflik. Secara sederhana, gerakan binadamai mengajak masyarakat untuk mempromosikan perdamaian dan nirkekerasan serta mengamputasi akar konflik secara sistematis dan terstruktur.

Kampanye binadamai di media sosial dapat disuarakan oleh para pemengaruh atau influencer di media sosial. Di era digital seperti sekarang, para influencer keislaman menduduki posisi strategis dalam produksi opini dan narasi di dunia mereka.

Opini dan persepsi mereka atas sebuah isu kerapkali lebih diperhatikan oleh netizen ketimbang pandangan para ahli atau tokoh agama (kiai, ulama, ustad) sekalipun. Dengan kekuatan follower dan pemahaman atas algoritma media sosial, mereka menjadi aktor baru yang mendominasi praktik produksi pengetahuan di ranah digital.

Posisi strategis ini idealnya dimanfaatkan untuk menyebarkan pesan damai di kalangan umat Islam. Sayangnya, masih banyak influencer keislaman yang justru terjebak dalam sentimen ideologis dan ikut arus dengan mengglorifikasi kekerasan dan merayakan perang secara euforia. Hal ini tentu patut disayangkan, lantaran potensial diikuti oleh umat Islam. Terutama kalangan remaja dan kaum muda yang mengidolakan mereka.

Di tengah konflik di Timur Tengah, kita membutuhkan narasi yang menebarkan pesan damai. Terutama di media sosial yang saat ini menjadi arena battle ground baru bagi pertarungan narasi keagamaan. Pesan damai di tengah memanasnya konflik Timur Tengah penting agar umat Islam tidak hanyut dalam arus glorifkasi perang dan euforia kekerasan.

Facebook Comments