Membumikan Kembali Trilogi Persaudaran

Membumikan Kembali Trilogi Persaudaran

- in Narasi
1439
0

72 tahun lalu, Negara Kesatuan Republik Indonesia diproklamirkan. Sejak saat itu, republik yang berdiri di bekas wilayah Imperium Majapahit ini menjadi negara kepuluaan dengan memiliki ribuan pulau. Ribuan pulau tersebut dihuni oleh banyak suku dengan bahasa, adat dan istiadat yang berbeda satu dengan lainnya. Agama yang dipeluk pun beragam, mulai dari Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu dan agama kepercayaan yang penganutnya tersebar di berbagai wilayah Indonesia.

Semua suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote tersebut sepakat bersatu dan melebur menjadikan Negara Indonesai sebagai rumah bersama. Mereka menjalin persaudaraan yang erat antara satu dengan lainnya. Tak peduli apa pun agama dan sukunya, asal berstatus sebagai warga negara Indonesia, berarti saudara. Bhineka Tunggal Ika dan rasa persaudaraan akibat sama-sama pernah terjajah menjadi perekat kuat antar suku. Maka, terbentuklah rumah besar bernama Republik Indonesia yang menaungi ribuan suku.

72 tahun berjalan, Indonesia sebagai rumah bersama semua golongan bukan tanpa tantangan dan batu sandungan. Berbagai pemberontakan pernah mencoba menguasai negeri ini, dari yang paling kiri (baca: pemberontakan G30/S/PKI) sampai yang paling kanan (baca: pemberontakan Negara Islam Indonesia). Akan tetapi, semua pemberontakan tersebut bisa dipatahkan dan dihancurkan. Hingga hari ini, Indonesia dengan Pancasila masih berjaya berkat ikatan persaudaraan yang kuat.

Meskipun begitu, Indonesia hari ini tidak begitu saja lepas dari ancaman. Menguatnya kelompok kanan yang selalu ingin mendirikan khilafah adalah ancaman paling nyata. Mereka yang begitu getol menyuarakan penerapan syariat Islam dalam naungan khilafah menjadi ancaman yang bisa menghancurkan bingkai persaudaraan antar pemeluk agama di negeri ini. Pasalnya mereka seringkali menyulut perpecahan dengan menyempitkan makna persaudaraan hanya sebatas golongan mereka saja. Selain mereka, dianggap bukan satu golongan atau dalam bahasa lain kafir yang layak dimusuhi, disingkirkan dan dikucilkan. Kasus Ahok yang memunculkan gelombang demo berjilid-jilid adalah fakta nyata menguatnya kelompok kanan di negeri ini yang bisa memutus tali persaudaraan antar suku yang telah terjalin puluhan tahun.

Trilogi Persaudaraan

Menguatnya pengaruh kelompok kanan yang memperuncing konflik antar suku dan golongan dengan pemaksaannya terhadap penerapan syariat Islam harus segera diantisipasi. Salah satunya adalah dengan meneguhkan dan membumikan kembali trilogi persaudaraan yang dicetuskan oleh Rais Aam PBNU 1984-1981 KH. Ahmad Shiddiq menjelang Muktamar NU di Krapyak tahun 1989. Trilogi persaudaraan yang dirumuskan oleh Kiai Ahmad Shiddiq tersebut adalah ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia).

Pertama, persaudaraan sesama umat Islam. Semua sudah tahu bahwa mayoritas masyarakat Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Bisa dikatakan, jika umat Islam pecah, maka Indonesia pun akan terbelah. Sebaliknya, jika umat Islam bersatu, Indonesia akan kokoh dan maju. Oleh karenanya, umat Islam di negeri ini harus bersatu dan mempererat persaudaraan. NU dan Muhammadiyah sebagai organisasi keagamaan terbesar di negeri ini harus mampu menyatukan seluruh umat Islam demi jayanya Indonesia di masa depan

Kedua, persaudaraan dalam ikatan kebangsaan. Persaudaraan yang kedua ini sangat penting artinya untuk menyatukan seluruh suku, golongan yang ada di Indonesia. Jangan hanya memperkuat persaudaraan antar umat Islam saja, tapi melalaikan persaudaraan yang lain. Umat Kristiani, Budha, Hindu dan lain sebagainya juga saudara dalam bingkai kebangsaan yang harus dirangkul bukan dipukul karena berbeda. Persaudaraan kedua ini akan semakin mengokohkan negara Indonesia karena siapa pun yang lahir, tinggal dan menghirup udara Indonesia adalah saudara, apa pun suku, golongan dan agamanya.

Pemahaman ini harus disebarkan ke seluruh generasi anak bangsa negeri ini. Agar mereka paham. Bahwa siapa pun yang di luar golongan mereka, selama tinggal di Indonesia adalah saudara. Dengan pemahaman seperti ini, persaudaraan sesama anak bangsa akan kokoh dan sulit untuk diadu domba satu dengan yang lainnya.

Ketiga, persaudaraan sesama umat manusia. Persaudaraan yang ketiga ini lebih luas lagi maknanya. Bahwa manusia lahir dan berasal dari ayah dan ibu yang sama yakni Adam dan Hawa. Sungguh tidak elok sama sekali jika hanya karena perbedaan saling bermusuhan. Berbeda adalah wajar. Manusiawi. Sunnatullah yang memang harus ada. Jika di dunia ini hanya manusia yang seragam, tentu tidak asik. Oleh karenanya, sesama manusia harus saling menghargai, menghormati dan saling tolong menolong satu sama lain. Sayyidina Ali pernah berkata bahwa dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan.

Sampai di sini, di tengah gejolak negeri ini yang mengarah kepada perpecahan sesama anak bangsa akibat perbedaan, penting sekali untuk membumikan konsep trilogi persaudaraan kepada seluruh komponen bangsa. Agar bangsa ini, terutama generasi penerus paham dan tahu posisi duduknya masing-masing, bahwa mereka adalah saudara, baik sebagai umat Islam, sebagai sesama anak bangsa, atau pun sesama umat manusia. Akhirnya, seperti yang dikatakan Gus Dur, “tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melalkukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah tanya apa agamamu.” Mari kokohkan persaudaraan untuk Indonesia yang lebih baik di masa depan.

Facebook Comments