Muslim sejagad baru saja memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Tanpa mengecilkan peringatan atau perayaan hari lain, Isra’ Miraj memiliki kedudukan istimewa dalam Islam. Kejadiannya bahkan melampaui capaian ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang. Hanya keimanan yang mampu meyakinkan kepercayaan bagi umat Islam. Peristiwa Isra’ Mi’raj sendiri dalam teologi Islam diyakini sebagai mukjizat Rasulullah SAW.
Bukan hanya oleh umat Islam, Isra’ Mi’raj juga dipandang sebagai peristiwa besar oleh ilmuwan barat. Adalah John Renerd dalam bukunyaIn the Footsteps of Muhammad(Azra, 2010) yang mengakui Isra Mi’raj sebagai satu dari tiga perjalanan terpenting dalam sejarah hidup Rasulullah SAW. Perjalanan lainnya adalah Hijrah dan Fathu Makkah. Hijrah menjadi permulaan dari sejarah kepemimpinan Muslimin. Fathu Makkah menandai penguasaan kaum Muslimin atas kota suci Mekah. Sedangkan Isra Mi’raj menjadi puncak perjalanan seorang hamba menuju Al-Khalik.
Kondisi umat dan peradaban kini masih menghadapi beragam tantangan. Salah satunya adalah penyakit sosial, seperti korupsi, narkoba, miras, kriminalitas, konflik, dan lainnya. Muslim sebagai mayoritas di negeri ini saatnya tampil terdepan menyuguhkan solusinya. Spirit refleksi Isra’ Mi’raj penting diaktualisasikan dalam kehidupan nyata, misalnya dalam upaya memberantas paenyakit sosial.
Refleksi Spiritual
Syeikh Muhammad al-Ghazali memaparkan bahwa Isra Mi’raj merupakan tonggak lahirnya Islam sebagai agama fitrah. Perintah shalat adalah fondasi peradaban yang akan menegakkan keadilan sesuai nilai-nilai teologis dan sosial. Spirit lahirnya keadilan tersebut wajib kiranya menjadi sumber keteladanan umat.
Isra’ Mi’raj bukan sekadar pembuktian ke-Maha Kuasa-an Alloh SWT. Peristiwa besar ini adalah ujian bagi keimanan sahabat kala itu. Umar Ra menjadi sahabat pertama yang menyatakan keimanannya akan Isra’ Mi’raj yang dilakukan Nabi SAW. Hingga kini ujian ini masih relevan, tidak sedikit pihak yang meragukan atau menganggap yang terjadi hanyalah kiasan semata.
Isra’ Mi’raj memiliki implikasi teologis. Salah satu peristiwa besar dalam rangkaiannya adalah turunnya wahyu shalat. Pasca itu shalat menjadi kewajiban utama umat Muhammad. Rasulullah membuktikan kearifannya. Melihat kemampuan umatnya, maka kewajiban shalat yang beliau pinta kepada-Nya adalah lima kali dalam sehari. Energi shalat pun mulai banyak yang terkuak, mulai dari aspek spiritual, medis, sosial, budaya, dan lainnya.
Aktualisasi Sosial
Segudang penyakit sosial masih menghinggapi umat dan bangsa ini. Ada yang sudah kronis ada pula yang masih gejala. Teologi sosial Islam melalui spirit Isra’ Mi’raj mesti dioptimalisasi dalam upaya memberantas penyakit sosial.
Pertama adalah peredaran miras dan narkoba. Negeri ini sudah masuk kategori darurat narkoba. Kasus demi kasus terus terungkap. Termasuk kejadian tewasnya pengguna miras oplosan yang terus menghiasi media.
Sudah keberapa kali, aparat keamanan menggagalkan penyelundupan narkoba. Volumenya sangat fantastis sekaligus miris. Ukurannya sudah puluhan ton. Penangkapan pengguna dan pengedar juga sangat sering, termasuk para artis dan publik figur lainnya.
Kondisi di atas mengantarkan Indonesia menjadi negara darurat narkoba sejak 2014. BNN (2016) melaporkan angka prevalensi penyalah guna narkotika di Indonesia pada survei tahun 2015 mencapai 2,20 persen. Artinya lebih dari 4 juta orang yang terdiri dari penyalah guna coba pakai, teratur pakai, dan pecandu.
Pendekatan spiritualisme dapat menjadi bagian fundamental bagi upaya mencegah dan memberantas narkoba. Penguatan ini mesti hadir mulai dari rumah, sekolah, lingkungan sosial, lingkungan kerja, dan seterusnya. Status haram narkoba mulai dari penggunaan hingga pengedaran bahkan membantunya saja mesti ditanamkan kuat khususnya bagi generasi muda. Diam melihatnya saja juga dilarang, karena termasuk membiarkan kemunkaran.
Selanjutnya adalah korupsi. Korupsi sudah menjadi penyakit paling kronis bangsa ini. Pemberantasan korupsi adalah harga mati dan menjadi sesuatu yang mendesak (al-hajat al-dhururriyyah). Konsekuensi logis bagi muslim adalah pemberantasan korupsi menjadi salah satu implementasi jihad kontemporer. Pemberantasan korupsi menjadi bagianamar ma’ruf nahi munkar. Doktrin’isy kariman au mut syahidan(hiduplah mulia atau mati syahid) harus dimaknai bahwa perang memberantas korupsi adalah perbuatan mulia dan mati yang disebabkan olehnya adalah mati syahid.
Prinsip di atas juga berlaku dan penting diaktualisasikan guna memberantas penyakit sosial lainnya. Selain itu guna mengimbangi penyebaran kebathilan dari penyakit sosial, mesti dikuatkan ikatan dan aktualisasi teologi sosial. Iklim religiusitas di lingkungan sosial dapat menjadi benteng ampuh. Penguatan ikatan sosial juga mesti dihadirkan. Umat Islam mesti terbuka dalam pergaulan sosial dan tidak eksklusif agar bisa berkontribusi dalam pemberantasan penyakit sosial.