Malam itu ketika kami sedang duduk santai di Masjid Raya Bogor, tiba-tiba datang seorang pemuda menghampiri kami, tanpa basa-basi ia langsung berkata; “Saya sudah siap berhijrah”. Kami sempat termenung sejenak sambil mengamati pemuda itu, dari sekilas pandang tampak bahwa pemuda ini memiliki fisik tegap dan tampak ideal sebagai seorang anggota pasukan tempur. Belakangan kami baru tahu alasan pemuda itu mendatangi kami adalah karena Ia beranggapan kami bisa membawanya ke Filipina Selatan, mengantarnya ber-‘hijrah’.
Saat itu kami memang bersama dua orang ustadz dari Filipina Selatan, akan tetapi tentu saja tidak dalam kontek rekrutmen apapun. Kami pun akhirnya tahu bahwa pemuda yang menemui kami di Masjid Raya Bogor itu adalah salah satu dari entah berapa banyak anak-anak muda di Indonesia yang memiliki keinginan kuat untuk berjuang menegakkan ajaran Allah, Li I’lai kalimatillah. Meski kami juga tidak terlalu yakin pemuda itu memahami benar makna hijrah, namun semangat kuatnya untuk berhijrah membuat kami geleng kepala; kami salut sekaligus khawatir dengan semangatnya. Pengetahuan dan semangatnya sedikit kurang seimbang.
Dua orang kawan saya yang kebetulan asli orang Sulu, salah satu daerah di Filipina Selatan, itu hanya tersenyum simpul pada pemuda itu sebelum akhirnya menanyakan arti Hijrah kepada pemuda yang duduk bersila di hadapan kami. Tidak ada jawaban pasti yang diberikan waktu itu, ia hanya mengatakan siap bergabung untuk menegakkan syariaat Islam di Filipina Selatan, apapun resikonya.
Niat kuat pemuda itu berhijrah, sekaligus ketidak tahuannya tentang makna Hijrah memberikan inspirasi pada saya untuk menulis artikel ini. Perlu saya tekankan bahwa saya tidak sedang meremehkan pemuda itu, karena semangat yang tinggi untuk berjuang di jalan Allah tentulah harus dihargai. Namun demikian, semangat yang tidak disertai dengan pemahaman yang utuh tentang apa yang dilakukan justru akan kontra produktif terhadap perjuangan Islam itu sendiri.
Seorang ulama fiqh terkemuka, Imam Syafi’i memberikan ulasan jelas mengenai hijrah. Menurutnya, hijrah adalah termasuk amalan yang amat sangat dianjurkan dalam Islam. Beliau mengatakan “Pergilah dari rumahmu demi lima manfat, yaitu menghilangkan kejenuhan, mencari bekal hidup, mencari ilmu, mencari teman, dan belajar tatakrama.” Begitulah arahan sang Imam kelahiran Palestina itu kepada pemuda Islam.
Sebuah hijrah tidak dapat disebut produktif atau berhasil jika tidak memiliki lima fungsi dia atas. Manfaat pertama yang harus dicapai saat berhijrah adalah hilangnya kejenuhan. Kejenuhan akan membawa manusia dalam kehidupan yang stagnan dan sepi akan makna. Kejenuhan juga menyumbat aliran energi positif, sehingga orang yang jenuh tidak akan maksimal melakukan hal-hal positif. Secara biologis jika manusia memiliki asupan energi yang lebih namun tidak tersalurkan dengan baik, maka lemak di tubuh akan menumpuk dan bisa merusak kesehatan.
Manfaat hijrah yang kedua adalah untuk memperoleh bekal hidup, beberapa kalangan mengartikan bekal hidup ini sebagai harta, namun hemat saya, yang dimaksud oleh sang Imam bukanlah harta melainkan life skill. Keduanya tentu sangat penting, terutama life skills, karena hidup semakin hari semakin kompetitif, siapapun yang gagal dalam menjalani hidup akan tertinggal oleh para pesaingnya. Orang bijak mengatakan sekolah hidup adalah hidup itu sendiri.
Tujuan ketiga dari hijrah adalah mencari ilmu, bertambahnya ilmu yang didapat selama berhijrah merupakan salah setu ukuran utama untuk keberhasilan hijrah itu sendiri. Dengan kata lain, jika hijrah yang dilakukan ternyata tidak menambah ilmu sama sekali, maka hijrah yang dilakukan tersebut dapat dikatakan gagal. Nabi sendiri bahkan bersabda “Tuntutlah ilmu sampai ke Cina”, artinya kita tidak boleh hanya berdiam diri saja, tetapi harus mencari ilmu dimanapun ia berada.
Manfaat keempat dari hijrah adalah mencari teman sejati, yang dimaksud dengan teman sejati di sini adalah teman baik yang dapat selalu menemani dalam berbuat kebaikan. Quraish Shihab suatu ketika pernah berujar bahwa teman yang baik adalah teman yang tidak pernah lupa pada Tuhannya, karenanya ia akan menyayangi kita sebab ia tahu kita adalah ciptaan Tuhan yang selalu ia puja. karenanya sahabat yang baik adalah sahabat yang membawa kita lebih dekat kepada Allah.
Manfaat terkahir dari hijrah adalah belajar tata krama. Di luar sana, di medan hijrah, ada banyak orang yang hidup dengan kebudayaan dan tradisi luhur yang berbeda-beda, berjumpa dengan mereka berarti belajar untuk mengenali dan menghargai kebudayaan lain, sehingga ketika menjumpai perbedaan, orang yang telah berhasil melakukan hijrah tidak akan cepat marah.
Penjelasan Imam Syafii tentang Hijrah ini benar-benar membimbing kita menuju jalan hijrah yang benar. Penjelasan yang ditulis ratusan tahun silam ini sampai kini masih terasa urgensinya. Ketika sebagian warga Indonesia pergi ke Syam atau Iraq untuk melakukan “HIjrah”, penjelasan sang Imam ini seakan menohok sikap migrasi itu. Betapa tidak, bagaimana mungkin lima manfaat hijrah didapat dari medan pertempuran yang membunuh, merusak dan menebar kebencian? ISIS dan prilakunya yang merusak muruah Islam tentu tidak akan memberikan teladan apapun bagi warga Indonesia yang berbudaya.
Semoga kita semua selalu dapat memperbaiki niat hijrah dan menjadi kaum muhajirin yang ideal.