Kita sedang menghadapi sebuah paradoks besar dalam dunia pendidikan. Generasi muda kita kini memiliki akses tak terbatas ke informasi. Dalam hitungan detik, Google, YouTube, hingga ChatGPT siap menyajikan data apa pun yang mereka minta. Ironisnya, di tengah banjir informasi ini, mereka justru tenggelam dalam krisis makna. Siswa kita mungkin pintar secara akademis, menguasai banyak “fakta”, tetapi banyak dari mereka yang bingung akan identitas, gamang soal tujuan hidup, dan rapuh secara ...
Read more 0 Archives by: Dinda Permata Pratiwi
Dinda Permata Pratiwi
Dinda Permata Pratiwi Posts
Jika kita diminta membayangkan seorang ‘pahlawan’, citra yang muncul seringkali adalah gambaran monolitik sosok gagah berani di medan perang, menghunus pedang atau senapan. Kita teringat pada heroisme fisik para pejuang kemerdekaan atau ketangguhan para sahabat Nabi yang perkasa di medan Badar dan Uhud. Namun, membatasi heroisme hanya pada pertarungan fisik adalah sebuah kekeliruan di era modern. Medan juang telah berevolusi. Musuh terbesar kita hari ini bukanlah tentara di seberang parit, ...
Read more 0 Diskursus kebangsaan kita sering kali terjebak dalam dua tarikan ekstrem. Di satu sisi, terdapat kerinduan, atau trauma, terhadap model “globalisasi” Pancasila yang kaku, sebuah upaya penyeragaman yang menempatkan ideologi sebagai doktrin pusat yang steril dan berjarak dari realitas budaya. Di sisi lain, era pasca-reformasi menghadirkan ledakan lokalisasi, di mana identitas partikular—baik etnisitas, agama, maupun kedaerahan—muncul begitu kuat. Namun, kemunculan ini sarat risiko menjadi fanatisme sempit yang mengancam tenun kebangsaan. Tragedi ...
Read more 0 Bagi para eks napi teroris di Republik ini, Sumpah Pemuda bukanlah ikrar pertama mereka. Jauh sebelum kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, mereka telah mengucapkan sumpah lain. Sumpah pertama itu adalah baiat. Ikrar setia buta kepada amir-amir mereka, kepada tanzhim, kepada utopia transnasional yang secara sadar menolak eksistensi Indonesia. Di satu sisi, esensi Sumpah Pemuda 1928 adalah kristalisasi kesadaran untuk membunuh ego primordial. Para pemuda Jong Java, Jong Sumatranen Bond, ...
Read more 0 Narasi “jihad adalah menegakkan hukum Allah” sambil membenarkan kekerasan adalah sebuah distorsi sejarah yang akut. Ketika narasi ini dibenturkan dengan tradisi santri di Indonesia, ia menjadi ahistoris dan sama sekali tidak berakar pada tradisi Islam Nusantara. Ironisnya, klaim ini justru paling gencar disuarakan untuk menargetkan generasi muda santri. Padahal, jika kita menelusuri jejak sejarah dan makna autentik jihad, kita akan menemukan jurang yang dalam antara jihad yang dipahami para ...
Read more 0 Pada Januari 2015, sebuah respons menarik muncul di dunia maya sebagai tanggapan atas penyanderaan dan pembunuhan dua jurnalis Jepang oleh ISIS, yaitu seorang gadis manga bernama ISIS-chan. Diciptakan oleh sekelompok aktivis siber Jepang yang menamakan diri mereka “ISIS Vipper” , ISIS-chan adalah karakter perempuan muda bermata hijau, mengenakan pakaian hitam khas militan memegang pisau untuk mengupas melon. Meme ISIS-chan menantang militerisme yang dipraktikkan secara setara oleh ISIS dan oleh para ...
Read more 0 Pada Januari 2025, seorang pria bernama James Wesley Burger menggunakan Robloxuntuk secara terbuka menyiarkan ancaman serangan ekstremis. Kasus ini merupakan ilustrasi gamblang dari tren yang mengerikan. Roblox dieksploitasi sebagai lahan subur untuk radikalisasi, rekrutmen, dan mobilisasi (GNET, 2025). Karena itu, melihat Roblox hanya sebagai sebuah game entertainment adalah sebuah kesalahan. Sebaliknya, ia harus dipahami sebagai sebuah proto-metaverse. Sebuah “Dunia Ketiga” dengan lebih dari separuh dari 100 juta pengguna hariannya berusia ...
Read more 0 Gamis, abaya, atau jubah seringkali dipandang sebagai tolok ukur kesalehan visual di Indonesia. Pakaian yang identik dengan budaya Timur Tengah ini seolah menjadi seragam standar bagi seorang Muslim. Dalam ranah kultural, mengidentikkan umat Muslim dengan Timur Tengah sebetulnya sah-sah saja. Hanya saja, ini bukan hanya asimilasi budaya. Semakin lama, ia semakin politis. Pertama-tama kita perlu melihatnya dalam kaca mata pribumisasi Islam yang dipopulerkan oleh Gus Dur. Ia menawarkan kerangka berpikir ...
Read more 0 Validasi adalah sebuah elemen yang melekat pada Generasi Z. Keduanya berkelindan. Tak terpisahkan. Beberapa tahun terakhir, muncul sebuah fenomena baru, yang sebetulnya tidak baru-baru amat, yaitu performative male. Para lelaki ini menampilkan citra yang seolah mendobrak maskulinitas toksik. Namun demikian, fenomena ini justru membuka celah manipulasi dan menjadi lahan subur bagi revalidasi identitas oleh kelompok ekstremis. Pergeseran definisi maskulinitas ini, meski berpotensi positif, menyimpan risiko pencitraan dangkal dan kerentanan terhadap ...
Read more 0 Jalanan sudah kembali bersih. Aktivitas warga berangsur normal, dan suara bising unjuk rasa telah digantikan oleh deru lalu lintas seperti sedia kala. Secara fisik, krisis yang sempat membuat kita semua menahan napas itu seolah telah usai. Namun, di balik ketenangan yang tampak ini, ada luka yang belum kering: retaknya kepercayaan antar sesama dan kesadaran betapa rapuhnya persatuan kita. Kekacauan beberapa waktu lalu adalah puncak dari cara kita berpolitik yang sudah ...
Read more 0
