#Beda Pilihan,Tetap Toleran : Menjaga Pemilu dari Segregasi, Polarisasi dan Radikalisasi

#Beda Pilihan,Tetap Toleran : Menjaga Pemilu dari Segregasi, Polarisasi dan Radikalisasi

- in Editorial
159
0
#Beda Pilihan,Tetap Toleran : Menjaga Pemilu dari Segregasi, Polarisasi dan Radikalisasi

Pemilihan umum (Pemilu) selalu menjadi momen yang penting dan menarik dalam kehidupan demokratis suatu negara. Namun, di tengah antusiasme mengenai beda pilihan, sering kali muncul ketegangan yang berpotensi memicu segregasi, polarisasi dan bahkan radikalisasi. Kampanye gerakan dengan tagline “Beda Pilihan, Tetap Toleran” bukan hanya sebuah slogan, melainkan panggilan untuk menjaga harkat martabat manusia dan nilai-nilai demokrasi di tengah kontestasi politik.

Dalam setiap Pemilu, kontestasi politik merupakan sesuatu yang wajar. Namun, tingkat ketegangan yang berlebihan antar peserta dan pendukung politik dapat membuka pintu bagi ancaman perpecahan. Kontestasi yang bertujuan menguatkan demokrasi dapat berubah menjadi pertarungan yang mematikan, di mana suporter lebih fokus pada membenci lawan politik daripada membela ide-ide dan solusi konstruktif.

Dalam sejarah Islam kita dapat mengambil pelajaran berharga. Dampak kontestasi politik yang berujung pada radikalisasi, seperti munculnya kelompok Khawarij telah menimbulkan perpecahan hingga warisan ideologi kebencian dan kekerasan hingga saat ini. Mereka muncul dalam konteks politik dengan memanfaatkan ketidakpuasan politik untuk menjustifikasi tindakan ekstrem. Inilah gambaran bahwa politik yang disakralisasi oleh agama dapat menjadi bibit dan daya dorong bagi radikalisme.

Ketika kontestasi politik disakralisasi oleh agama, risiko intoleransi dan radikalisasi meningkat. Dukungan antar pendukung calon dibawa ke alam emosi yang lebih tinggi dalam ruang sentiment keagamaan. Seolah mendukung calon adalah sebuah kewajiban agama, sementara mengingkarinya adalah sebuah dosa.

Oleh karena itu, kampanye “Beda Pilihan, Tetap Toleran” adalah panggilan untuk menjadikan politik sebagai wahana inklusi, bukan eksklusi, alat integrasi bukan segregasi dan polarisasi.

Politik harus menjadi alat untuk menyatukan masyarakat, bukan untuk memecahbelahnya.

Sikap toleran tidak berarti kita setuju dengan segala hal atau kebijakan yang diusung oleh lawan politik. Toleransi adalah sikap menghormati perbedaan dan memandang perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai ancaman. Kontestasi politik membuka ruang dialog, diskusi, dan kerjasama yang bersifat konstruktif. Beda pilihan adalah kewajaran, tetapi toleransi adalah keniscayaan.

Gerakan ini perlu menjadi upaya bersama seluruh masyarakat untuk menjaga spirit demokrasi dan menjauhkan diri dari ancaman segregasi, polarisasi dan radikalisasi. Politik yang sehat adalah politik yang memperjuangkan gagasan, bukan sekadar menyalahkan atau mengeksklusi pihak lain. Gerakan ini juga mengajak semua pihak untuk menanamkan sikap saling menghormati dan bekerja sama untuk kepentingan bersama.

Penting diingat bahwa radikalisme politik dapat membawa dampak jangka panjang yang merugikan, seperti perpecahan dan konflik sosial. Melalui kampanye “Beda Pilihan, Tetap Toleran,” kita berupaya mencegah terjadinya ketegangan yang berlebihan, memahami bahwa keberagaman adalah kekayaan, dan memastikan bahwa pemilu tidak menjadi sumber perpecahan, tetapi alat memperkuat kedaulatan dan persatuan masyarakat.

Dalam rangka menciptakan masyarakat yang toleran, kita perlu meresapi nilai-nilai demokrasi, menghormati hak asasi manusia, dan membangun dialog yang konstruktif. Kampanye “Beda Pilihan, Tetap Toleran” bukan hanya tanggung jawab pemimpin politik, melainkan panggilan kepada setiap warga negara untuk turut serta dalam menjaga kesehatan demokrasi dan persatuan bangsa. Mari bersama-sama membangun masa depan Indonesia yang demokratis, inklusif, harmonis, dan penuh toleransi.

Beda Pilihan, Tetap Toleran

Facebook Comments