Belajar Kearifan Lokal dalam Relasi Islam-Kristen di Desa Ilawe

Belajar Kearifan Lokal dalam Relasi Islam-Kristen di Desa Ilawe

- in Kebangsaan
56
0
Belajar Kearifan Lokal dalam Relasi Islam-Kristen di Desa Ilawe

Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dikenal akan kekayaan budaya, tradisi, dan kearifan lokalnya yang sangat beragam. Dari Sabang hingga Merauke, setiap daerah memiliki karakteristik unik yang mencerminkan sejarah, lingkungan, dan nilai-nilai masyarakat setempat. Kearifan lokal ini tidak hanya berfungsi sebagai identitas budaya, tetapi juga sebagai jembatan yang memperkuat hubungan antar masyarakat dari berbagai latar belakang.

Pentingnya kearifan lokal dalam konteks keberagaman di Indonesia tidak dapat diabaikan. Kearifan lokal menjadi sumber daya yang berharga dalam membangun solidaritas dan toleransi antar umat beragama serta antar suku. Melalui nilai-nilai yang diajarkan oleh kearifan lokal, masyarakat diajak untuk saling menghargai dan memahami perbedaan, menjadikannya sebagai kekuatan bersama dalam menjaga keutuhan bangsa. Dengan merangkul kearifan lokal, Indonesia dapat terus memperkuat jalinan persaudaraan yang harmonis, serta menciptakan masyarakat yang damai dan berdaya saing di tengah keragaman yang ada.

Sebagai contohnya, masyarakat Islam dan Kristen di Desa Ilawe, sebuah komunitas kecil yang terletak di antara lereng bukit dan pantai Teluk Mutiara, pulau Alor, Nusa Tenggara Timur, memiliki kearifan lokal yang disebut Tara Miti Tomi Nuku. Kearifan lokal tersebut telah berhasil menjadi dasar untuk memperkukuh kerukunan hidup antara 178 keluarga Muslim dan 53 keluarga Kristen. Meskipun jumlah pemeluk agama Islam lebih banyak, budaya toleransi di Desa Ilawe tetap terjaga dengan baik.

Pada tahun 2016, Desa Ilawe menerima penghargaan dari Kementerian Agama Republik Indonesia atas upayanya dalam membangun dan menjaga kerukunan antarumat beragama. Masyarakat Ilawe berpartisipasi aktif dalam pembangunan gereja dan masjid, yang uniknya, nama keduanya diambil dari bahasa masing-masing agama. Masjid diberi nama “Masjid Ishak,” sedangkan gereja dinamakan “Ismail.”

Apa itu Tara Miti Tomi Nuku? Bagaimana kearifan lokal tersebut menjaga keharmonisan Islam dan Kristen di Ilawe? Pelajaran penting apa yang dapat kita pelajari dari kearifan lokal tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini akan saya jabarkan lebih lanjut pada bagian-bagian di bawah ini.

Filosofi Tara Miti Tomi Nuku

Dalam penelitian thesisnya, Thesa Djobo (2019) mengungkapkan bahwa hubungan damai di Ilawe didasari oleh filosofi hidup masyarakat Alor yang dikenal sebagai Tara Miti Tomi Nuku. Secara historis, Tara Miti Tomi Nuku, yang berarti persatuan dalam keberagaman, berasal dari bahasa Abui dan mencerminkan identitas serta pandangan dunia masyarakat Kabupaten Alor. Meskipun masyarakat di Kabupaten Alor berbeda dalam bahasa, budaya, dan agama, mereka bersatu dalam komitmen terhadap kesetaraan dalam keberagaman. Sebagai kearifan lokal, Tara Miti Tomi Nuku mengedepankan sikap saling mengakui, menerima, dan menghormati antar individu dan kelompok yang memiliki perbedaan agama dan kepercayaan. Konsep ini mendukung pluralitas budaya dan agama.

Tara Miti Tomi Nuku sangat mendalam berakar dalam kearifan lokal masyarakat Ilawe. Para tetua adat di desa ini menceritakan legenda yang dimulai dengan belut air dan ikan laut yang berubah menjadi manusia dan menikah. Sumpah tradisional yang dikenal sebagai “bela” menyatakan, “saudara, saudari, ibu, ayah, dan anak-anak tidak boleh marah hingga akhir dunia; jika tidak, mereka akan mati.” Oleh karena itu, di Ilawe, umat Muslim dan Kristen bekerja sama dalam membangun tempat ibadah meskipun ada perbedaan agama di antara mereka.

Zulkarnain (2020), dalam penelitiannya tentang pendidikan kewarganegaraan di Ilawe, menekankan bahwa peran pemimpin agama dan masyarakat sangat vital dalam menjaga kerukunan sosial dan agama. Masyarakat Ilawe secara alami terlibat dalam berbagai kegiatan, seperti olahraga, saling membantu dalam kegiatan keagamaan, menjalin hubungan pernikahan lintas agama, dan memelihara hubungan melalui persahabatan dan toleransi, serta menggunakan bahasa yang menghormati perbedaan etnis. Selain itu, masyarakat Ilawe aktif menjaga dan melestarikan ritual serta budaya bersama. Tarian dan musik tradisional menjadi bagian penting dalam berbagai acara publik, termasuk pernikahan, upacara tanam, dan perayaan nasional seperti Hari Kemerdekaan Indonesia. Di Ilawe, dialog, aksi, ritual, dan budaya adalah tiga komponen utama dalam hubungan antara umat Muslim dan Kristen.

Kearifan Lokal untuk Memperkokoh Keberagaman

Mengacu pada konsep toleransi berbasis kearifan lokal (local-based tolerance) yang diperkenalkan oleh Nancy Ammerman (2021), saya percaya bahwa ideologi Bela dan Tara Miti Tomi Nuku telah menjadi bagian dari toleransi yang dihayati dalam kehidupan sehari-hari oleh umat Muslim dan Kristen di Ilawe. Komunitas di Ilawe menunjukkan bahwa adalah mungkin untuk hidup berdampingan dengan merangkul kedua agama tersebut, sambil tetap menghormati pandangan dunia leluhur yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Keyakinan asli masyarakat Ilawe telah ada jauh sebelum kedatangan agama Kristen dan Islam. Oleh karena itu, dasar toleransi di antara masyarakat Ilawe bukan hanya ajaran agama, tetapi juga cerminan kasih sayang antarumat beragama yang didasarkan pada kearifan lokal.

Dari pengalaman komunitas Muslim dan Kristen di Ilawe, terdapat beberapa panduan etika antarumat beragama yang penting untuk memperkuat hubungan antarumat di Indonesia. Pertama, kearifan lokal sebagai adalah dasar penting dalam mempersatukan perbedaan identitas agama. Komunitas Islam dan Kristen di Ilawe menunjukkan bahwa kearifan lokal menjadi landasan untuk membangun cinta kasih yang sama kuatnya dengan ajaran agama. Kearifan leluhur memiliki nilai yang sebanding dengan ajaran Kristen dan Islam, sehingga perbedaan bukanlah sebuah masalah. Yang terpenting adalah merawat kebudayaan lokal sebagai basis hubungan antara kedua agama. Kedua, kearifan lokal sebagai dasar perjumpaan antar umat beragama. Komunitas Kristen dan Islam menunjukkan bahwa interaksi antarumat beragama perlu memperkuat hubungan sosial. Kegiatan bersama, seperti olahraga, perayaan hari raya keagamaan, dan perayaan kemerdekaan, berfungsi sebagai perekat sosial tanpa memandang perbedaan. Ketiga, nilai Cinta Kasih dalam keberagaman, kearifan lokal Ilawe menjadi simbol bahwa hubungan antarumat beragama yang berbasis ajaran cinta kasih merupakan nilai yang kuat untuk menjaga keutuhan bangsa. Hubungan cinta kasih yang didasarkan pada kearifan lokal di Ilawe juga membuktikan bahwa cinta kasih merupakan nilai utama dalam kebersamaan. Oleh karena itu, cinta kasih harus menjadi dasar persaudaraan, seperti yang dimandatkan oleh Pancasila sebagai dasar negara kita.

Facebook Comments