Berhijrah dari Paham Radikal

Berhijrah dari Paham Radikal

- in Narasi
1753
0

Seiring dengan berkembangnya teknologi yang demikian cepatnya, arus informasi dari berbagai belahan dunia bisa mudah didapatkan. Apalagi dengan bantuan laptop, gadget smartphone dan lain sebagainya, manusia di era ini bisa dengan mudah mendapatkan informasi hanya dengan sekali “klik.” Hal itu menjadikan dunia ini seolah tanpa batas lagi. Dunia internet atau yang lebih dikenal dengan dunia maya pun menjadi medan pertarungan pemikiran dan gagasan dari berbagai belahan dunia.

Salah satu pemikiran yang ikut ambil bagian dalam pertarungan di dunia maya tersebut adalah paham radikal. Tak kurang ribuan situs di internet dengan masif menyebarkan paham-paham radikal kepada pengunjung dunia maya. Akhirnya, paham-paham radikal yang mengajarkan kekerasan, tindakan teror kepada masyarakat dan makar menyebar dengan mudah di kalangan pengunjung dunia maya yang rata-rata para remaja yang akrab sekali dengan gadget di tangan mereka. Oleh karena itu, jangan heran jika para “pengantin” bom bunuh diri di negeri ini atau para jihadis ISIS sebagian besar adalah kaum muda.

Beredarnya paham-paham radikal yang dengan mudah meracuni para pemuda tentu mengancam keutuhan sebuah bangsa dan negara. Para pemuda adalah tulang punggung negara. Bung Karno pernah berkata dengan lantang, “berikan sepuluh pemuda, maka akan aku ubah dunia.” Tentu, ungkapan Bung Karno tersebut bukan isapan jempol belaka. Pemuda, dengan segala potensi yang ada memiliki kekuatan yang besar untuk menentukan arah masa depan sebuah bangsa. Baik pemuda hari ini, maka baik pula masa depan sebuah bangsa dan negara ke depan. Pun sebaliknya, buruk pemuda hari ini, maka buruk pula masa depan sebuah bangsa.

Hijrah Pemikiran

Berasal dari bahasa Arab, hijrah memiliki arti meninggalkan, menjauhkan dan berpindah tempat. Dalam konteks sejarah, hijrah adalah peristiwa perpindahan Rasulullah Saw., beserta para sahabat dari Kota Makkah yang saat itu penuh dengan konflik menuju Madinah yang damai. Sementara dalam konteks maknawi, hijrah memiliki makna berpindah, beralih atau berpaling dari sesuatu yang buruk, merusak, merugikan bahkan yang menghancurkan kepada sesuatu yang baik, yang membangun, menguntungkan dan yang menyatukan.

Dengan demikian, hijrah tidak selalu memiliki arti berpindah dari tempat satu ke tempat lainnya. Apalagi jika tempat yang dituju malah lebih buruk dari tempat sebelumnya. Beralih atau berpaling dari pemikiran sempit, kesukuan dan paham radikal kepada pemikiran yang luas, luwes dan santun juga merupakan sebuah hijrah. Itulah yang dinamakan hijrah fikriyah atau hijrah pemikiran. Berpaling dari bacaan-bacaan radikal yang ada di buku, majalah, buletin dan situs-situs garis keras kemudian beralih ke bacaan yang lebih berisi tulisan santun, dan menenteramkan juga merupakan sebuah hijrah. Itu yang dinamakan hijrah bacaan.

Mengapa harus hijrah dari paham radikal? Paham radikal yang saat ini berkembang dengan cepat di negeri ini merupakan salah satu paham yang merusak. Paham radikal mengajarkan kekerasan bahkan teror untuk menggapai tujuannya. Negara Indonesia, bagi penganut paham radikal merupakan sebuah negara thogut atau negara kafir karena tidak menerapkan syariat Islam dalam naungan institusi khilafah.

Bagi penganut paham radikal, halal menumpahkan darah sesama manusia yang menghalang-halangi tujuan mereka untuk mendirikan khilafah Islamiyah. Paham radikal juga cenderung mengubah seseorang menjadi pribadi yang susah menerima perbedaan, tertutup, mudah berkonflik, dan suka melakukan tindak kekerasan. Paham radikal inilah biang kerok terjadinya kekerasan yang berkedok atau mengatasnamakan agama. Mereka yang terpapar paham radikal akan mudah sekali menyalahkan, menyesatkan dan menuduh kafir orang-orang yang berbeda pemahaman dengan mereka. Jika sudah demikian, kedamaian, persatuan dan kesatuan akan sulit untuk diwujudkan.

Berhijrah dari paham radikal bagi orang-orang yang sudah terpapar paham ini memang tidak semudah yang dibayangkan. Sebab, mereka cenderung menutup diri dan sekaligus menjauhkan diri dari bacaan-bacaan lain selain bacaan yang sudah menjadi santapan mereka sehari-hari. Akan tetapi, hal itu bukan berarti mereka yang sudah menganut paham radikal tidak bisa berubah. Mereka bisa berhijrah dari pemikiran radikal kepada pemikiran yang cenderung santun, asal kita yang tidak terpengaruh paham radikal tersebut bisa bersikap lembut kepada mereka. Benci atau tidak suka kepada paham radikal boleh, tapi membenci orang yang berpaham radikal itu yang tidak diperbolehkan. Mereka adalah korban pertarungan pemikiran (ghoswul fikr) di era ini. Sudah tugas kita untuk menyadarkan mereka. Pahamnya yang kita perangi, bukan orangnya yang kita musuhi!

Facebook Comments