Bukti Kekejaman KKB terhadap Warga Sipil Bertentangan dengan HAM

Bukti Kekejaman KKB terhadap Warga Sipil Bertentangan dengan HAM

- in Narasi
616
0
Bukti Kekejaman KKB terhadap Warga Sipil Bertentangan dengan HAM

Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) Papua kembali melakukan aksi teror dan kekerasan terhadap warga sipil. Terbaru, kelompok yang dipimpin Egianus Kogoya itu membakar pesawat Susi Air di Lapangan Terbang Paro, Ngadu, Selasa (7/2) dan menyandera enam penumpangnya, termasuk sang pilot, Philips Marthen. Lima penumpang berhasil dibebaskan, sementara sang pilot sampai saat ini masih berada di bawah kendali KKB.

Ironi KKB

Aksi kekerasan yang dilancarkan KKB ini bukanlah yang pertama kali. Sejak 2017 hingga 2023, tercatat KKB telah membantai 34 warga sipil dan 12 aparat keamanan (Koran Sindo, 15/2/2023). Ini jelas adalah kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa dibenarkan atas nama apa pun. Terlebih, yang menjadi objek pembantaian kebanyakan adalah warga sipil, yang dalam hukum perang (law humaniter) sekali pun, terlarang diserang dan diperangi.

Dalam konvensi keempat Konvensi Jenawa yang merupakan salah satu hukum internasional yang mengatur tentang perang dan konflik bersenjata, disebutkan bahwa warga sipil berhak mendapat perlindungan dan perlakuan secara manusiawi yang sama seperti tentara yang sakit atau terluka seperti tertuang dalam Konvensi Kenapa itu. Konvensi itu dibuat dan disepakati mengingat warga sipil bukanlah subjek dan objek perang itu sendiri.

Kemanusiaan yang Menjadi Korban

Pembunuhan dan pembantaian warga sipil adalah kejahatan kemanusiaan dan merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM). Mengutip Universal Declration of Human Rights Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1948, yang sampai kini telah diratifikasi oleh sejumlah besar negara-negara dunia, setidaknya ada 30 pasal hak asasi manusia yang wajib dihormati dan dilindungi oleh semua pihak mana pun.

Tiga puluh (30) pasal Declration of Human Rights Majelis Umum PBB itu adalah: Kebebasam dan kesetaraan; HAM untuk semua; Hak atas hidup, keamanan dan kebebasan; Hak untuk bebas dari perbudakan; Hak untuk bebas dari tindak penyiksaan; Hak atas kesetaraan di mata hukum; Hak akses terhadap hukum; Hak mendapat pendampingan hukum; Hak dari penahanan yang tidak sesuai dengan hukum; Hak diadili secara adil dan terbuka; Tidak bersalah hingga terbukti bersalah; Hak atas privasi; Hak bebas berpindah tempat; Hak mendapatkan perlindungan; Hak atas kewarganegaraan; Tanggung jawab terhadap masyarakat tempatnya berada; Tatanan sosial dan internasional; Hak menikmati kebudayaan dan menciptakan karya; Hak mendapatkan Pendidikan; Hak jaminan kesehatan; Hak istirahat; Hak atas pekerjaan dan mendirikan serikat pekerja; Hak mendapat jaminan sosial; Hak berpartisipasi dalam demokrasi; Kebebasan berkumpul secara damai; Kebebasan berekspresi; Hak memeluk agama; Hak atas properti pribadi; Hak menikah dan membangun keluarga.

HAM tidak bisa dihilangkan dan diganggu-gugat; (30) pasal HAM yang telah dideklarasikan Majelis Umum PBB itu kesemuanya adalah hak dasar setiap insan manusia yang tidak boleh dikurangi dan dicabut. Lebih-lebih hak hidup dan hak hidup untuk aman dan tenang yang merupakan hak asasi paling dasar setiap manusia. Namun, dengan sejumlah aksi kriminalnya, KKB telah merampas sebagian hak asasi masyarakat Papua itu.

Karena itu, meski eskalasi kekerasan KKB itu hanya terjadi di sebagai daerah Papua, namun keberadaannya meski dianggap sebagai musuh bersama karena telah melakukan kejahatan HAM yang tidak bisa ditoleransi atas nama apa pun. Terlebih, aksi-aksi tersebut dilakukan hanya untuk mewujudkan nafsu politik Egianus Kagoya untuk memisahkan Papua dari NKRI (makar), maka jelas aksi-aksi KKB semakin tak bisa dibenarkan.

Dikatakan bahwa gerakan KKB itu hanya untuk memuaskan hasrat dan nafsu politik Egianus Kagoya sebab, KKB yang merupakan wajah baru dari gerakan Operasi Papua Merdeka (OPM), sama sekali tidak mewakili keinginan dan cita-cita politik masyarakat Papua secara umum. KKB bergerak atas nama identitas Papua, namun sesungguhnya mereka bukanlah representasi dan perwujudan dari keinginan warga Papua yang sebenarnya.

Hal itu terlihat dari masyarakat Papua yang mayoritas meneguhkan diri setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu, dengan ini, kita sepenuhnya mendukung langkah-langkah perlawanan kepada KKB sampai kini masih terus diupayakan. Selain gerakan KKB telah melampaui batas dan melanggar HAM (membunuh dan membantai warga sipil), KKB juga bukanlah representasi dari keinginan mayoritas masyarakat Papua.

Facebook Comments