Namanya adalah Muhammad Yusuf Ronodipuro, ia adalah seorang pejuang yang berjasa mengabarkan kemerdekaan ke seluruh dunia dengan media. Tidak bisa dibayangkan betapa sulitnya konsolidasi kemerdekaan tanpa peran Yusuf kala itu. Setelah mendapatkan kabar Jepang menyerah tanpa syarat pada sekutu dan kemerdekaan diproklamasikan, dengan keberaniannya Yusuf menyiarkan berita itu ke radio tempat ia bekerja.
Mental sebagai manusia merdeka bagi seluruh masyarakat Indonesia kala itu begitu cepat terbangun, demikian juga pengakuan internasional yang cepat diraih NKRI yang salah satunya karena peran media dalam menyebarkan kabar kemerdekaan dari para penjajah. Begitulah jasa media saat itu; menyebarkan berita/kabar dengan cepat dan akurat.
Kisah Yusuf dan media radio yang digelutinya adalah sebuah kisah idel, dimana para jurnalis dan radio memiliki visi dan semangat yang seiring dan sejalan dengan cita-cita rakyat NKRI. Demikian pula seharusnya media berperan; menjadi corong bagi cita-cita luhur, bukannya terdorong untuk menebarkan kebencian yang dapat membuat persatuan masyarakat hancur. Hidup memang tidak selamanya Indah, terkadang bahagia, namun tidak jarang pula kita harus susah. Demikian pula dengan media, setelah sekian abad lamanya menjadi kompas bagi arah pembangunan, kini media justru mulai ternoda oleh tukang fitnah yang sepertinya senang melihat orang lain susah.
Kini setelah 70 tahun NKRI meraih kemerdekaannya, sosok dengan semangat dan dedikasi sekelas Muhammad Yusuf Ronodipuro semakin langka. Dengan kemajuan teknologi, khususnya di bidang informasi, seharusnya berita atau kabar yang sejalan dengan semangat dan cita-cita bangsa dapat menyebar keseluruh penjuru Indonesia, sehingga kecintaan dan kebanggan masyarakat terhadap Indonesia dapat terus terjaga.
Namun yang terjadi belakangan ini justru mengkhawatirkan, efektifitas teknologi digital dan internet sebagai pembentuk kesadaran baru justru mulai dimanfaatkan oleh para pembenci. Mereka menebar kabar-kabar bohong berisi pesan-pesan penuh kebencian dan permusuhan. Entah karena motif apa, kini banyak kita temukan akun-akun yang menebar prasangka dan fitnah. Para pelaku kejahatan media itu kini seperti bekerja dengan rapi dan terstruktur dengan baik. Sehingga kabar-kabar bohong yang mereka tampilkan tampak seolah benar dan dapat diikuti isinya.
Karenanya, membaca berita atau kabar yang bertebaran di media harus dibarengi dengan sikap waspada dan kritis, tidak mudah percaya terhadap isi sebuah berita minimal sebelum menemukan bacaan pembanding. Beberapa situs media yang keukeuh menebar kebencian dengan berita-berita bohong memiliki ciri-ciri utama, tiga diantaranya adalah; Pertama, konsisten pada satu akun dengan isu spesifik. Media penebar kebencian dikenal dengan konsistensinya untuk tetap ‘setia’ pada satu akun saja, yang biasanya dijadikan sole chanel (kanal tunggal) untuk isu spesifik. Sehingga mereka dengan sangat detil menggali lebih banyak kebohongan agar masyarakat semakin kebingungan.
Ciri yang kedua adalah kebal terhadap kritik dan masukan konstruktif, jangankan untuk diberi nasehat dan masukan yang bersifat membangun, dihujani kritik sekalipun mereka –media penebar kebencian—tidak akan bergeming. Sepertinya mereka tidak sudi untuk ambil pusing terhadap banyaknya kritik yang menghujam mereka, mungkin mereka mengira bahwa semakin banyak kritik yang masuk, berarti semakin dalam kebencian yang mereka sebar telah merasuk kedalam masyarakat kita yang majemuk. Banyaknya kritik pedas baginya adalah key performance indicator yang menjadi acuan kesuksesan
Ciri yang terakhir (ketiga) adalah setia pada satu kanal fitnah, jika mereka fokus menebar fitnah melalui kanal facebook misalnya, maka mereka akan setia untuk fokus hanya pada kanal itu saja. Bukan hal yang sulit bagi kita saat ini untuk menemukan ‘selebritis’ media sosial, karena pengikut mereka yang relatif banyak dan beritanya juga monoton dan sensasional. Catatan penting dari kisah akun-akun fitnah ini adalah, bahwa media yang jauh dari kaidah moral sekalipun tetap akan menemukan kejayaannya jika dikelola dengan baik dan konsisten. Demikian juga sebaliknya, berita yang valid dan membawa misi kebaikkan jika tidak dikelola dengan baik dan tidak istiqamah maka Ia hanya akan menjadi kabar yang terpinggirkan. Dalam kontek ini pesan moral sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. sangat patut kita renungkan, al-haqqu bila nidham yaghlibuhulbathil binnidham, kebatilan yang diorganisasi dengan rapi akan mengalahkan kebaikan yang tidak diorganisasi dengan baik.