Habib Umar bin Hafidz, ulama tersohor asal Yaman tengah melakukan safari dakwah di Indonesia. Minggu 20 Agustus lalu, Habib Umar mengisi pengajian di Masjid Istiqlal Jakarta. Acara pengajian itu viral di media sosial lantaran dihadiri oleh sejumlah selebritas.
Nama-nama yang selama ini populer di jagad hiburan Indonesia hadir dalam pengajian tersebut. Antara lain Deddy Corbuzier, Ananda Omesh, Arie K. Untung, Baim Wong, Irfan Hakim, Bebi Romeo, Gilang Dirga, Abdul Qadir Jaelani, Tisaa Biani, Citra Kirana, Umi Pipik (istri mendianh Ustad Jefri), Lesti Kejora, Inara Rusli, Meisya Siregar, Inara Rusli dan sejumlah nama lainnya.
Habib Umar bin Hafidz merupakan ulama yang tidak asing bagi umat Islam Indonesia. Sejak dekade 1990an awal ia sudah sering berdakwah dan bertemu tokoh Islam di Indonesia. Ada setidaknya dua hal menarik terkait viralnya pengajian Habib Umar di Istiqlal tempo hari.
Pertama, mayoritas jemaah dalam pengajian tersebut merupakan kaum kelas menengah muslim-urban. Golongan ini dicirikan dengan sejumlah karakter. Antara lain, berlatar belakang pendidikan tinggi, mapan secara ekonomi, dan adaptif terhadap gaya hidup modern. Dalam hal keagamaan, mereka cenderung menyukai kajian yang bersifat praktis.
Kedua, jamaah dari kalangan artis yang hadir di pengajian Habib Umar itu tidak hanya didominasi oleh satu golongan (moderat atau konservatif) saja. Buktiknya, Arie Untung yang identik dengan Islam konservatif, bahkan sempat mengampanyekan khilafah hadir di majelis tersebut. Namun, Dedy Corbuzier yang seorang mualaf dan cenderung berpandangan moderat juga hadir dalam pengajian tersebut.
Inilah daya tarik dan kekuatan seorang Habib Umar yang mampu menyatukan kelompok yang berbeda pandangan keagamaan dalam satu majelis. Fenomena ini tentu hal yang langka. Seperti Selama ini, parapenceramah agama di Indonesia kerap terjebak dalam kotak pandoranya masing-masing.
Habib Umar dan Model Dakwah yang Simpatik Tanpa Menghakimi
Penceramah agama yang berhaluan moderat, cenderung hanya bisa menjangkau jemaah di kalangan tertentu, seperti NU dan Muhammadiyah saja. Para penceramah agama berhaluan moderat acapkali kesulitan menembus kalangan konservatif yang kadung membangun tembok tebal.
Alhasil, dakwah Islam moderat tersegmentasi hanya di kalangan yang sebenarnya sudah toleran dan inklusif. Ibaratnya, dakwah Islam moderat di kelompok yang toleran dan inklusif itu tidak lebih dari perilaku “menggarami lautan”.
Namun, Habib Umar bisa melampaui sekat-sekat ideologis tersebut. Meski kerap menunjukkan pandangan keislaman yang moderat, ia mampu menarik perhatian kalangan konservatif. Ini tentu langkah maju yang patut diapresiasi. Lantas, mengapa ia bisa menarik perhatian kaum konservatif terutama yang berlatar kelas menengah urban?
Di luar dari statusnya sebagai keturunan Rasulullah, Habib Umar berhasil menjadi magnet bagi kaum muslim menengah lantaran gaya komunikasinya yang simpatik dan jejaring pergaulannya yang luas.
Saban kali berdakwah, ia mampu berbahasa Indonesia secara fasih dan terlihat sangat hati-hati dalam menyusun kalimat. Bahkan, ketika mengkritik penyimpangan umat Islam pun, ia tidak pernah menyudutkan apalagi menghakimi kelompok tertentu. Gaya dakwah simpatik inilah yang disukai kalangan menengah urban.
Tersebab, pesan yang disampaikan tidak hanya mencerahkan namun juga menyejukkan. Bagi kaum menengah urban yang memiliki tingkat stress yang tinggi, nasihat yang menyejukkan itu sangat penting. Mereka cenderung menghindari pembahasan agama yang filosofis karena sukar dicerna dan sulit dipraktikkan dalam kehidupan keseharian mereka.
Meneladani Dakwah Habib Umar untuk Mengampanyekan Islam Moderat
Selain gaya komunikasi yang simpatik, Habib Umar juga menunjukkan kedekatan dengan semua kalangan, baik muslim maupun non-muslim. Berkali-kali ia bertemu dengan para tokoh NU atau Muhammadiyah, bahkan menjalin dialog dengan tokoh-tokoh agama lain. Hal ini lantas membentuk citra dirinya sebagai tokoh yang inklusif dan mampu merangkul semua kalangan.
Model dakwah ala Habib Umar yang simpatik dan mampu merangkul beragam kalangan ini patut dicontoh oleh para pengiat Islam moderat. Wacana Islam moderat perlu digaungkan ke seluruh kelompok umat, terutama yang masih berpandangan konservatif bahkan radikal.
Kampanye Islam moderat terutama di kalangan kaum konservatif idealnya dilakukan secara simpatik. Dalam artian tidak menghakimi apalagi mendeskreditkan kelompok lain dengan berbagai stereotipe dan tudingan miring.
Wacana Islam moderat juga perlu disampaikan dengan gaya komunikasi yang mudah dipahami dan praktis. Dengan begitu, wacana Islam moderat akan mudah dipahami dan diterima oleh kalangan kelas menengah muslim yang saat ini jumlahnya sangat besar dan bisa dibilang dominan membentuk warna keislaman di Indonesia.
Mendakwahkan Islam moderat di kalangan kelas menengah muslim urban tentu bukan hal yang mudah dan instan. Apalagi harus diakui bahwa belakangan ini, kelompok menengah muslim lebih dekat pada aliran konservatif ketimbang moderat.
Di titik inilah kita idealnya meneladani gaya dakwa Habib Umar bin Hafidz yang simpatik dan merangkul semua golongan tanpa menghakimi. Model dakwah moderat ala Habib Umar ini kiranya bisa diadaptasikan sehingga wacana Islam moderat bisa diterima oleh kelompok konservatif.