Hijrah Menuju Pesantren Bersinar

Hijrah Menuju Pesantren Bersinar

- in Narasi
1813
0
Foto by rumaysho.com

Tahun baru Islam 1 Muharram 1438 Hijriah bertepatan dengan tanggal 2 Oktober 2016 Miladiah, menjadi momen penting bagi komunitas Islam di seluruh dunia untuk melakukan introspeksi diri, muhasabah, berkaca untuk menata hari esok yang lebih pasti, hari esok yang lebih bagus dari hari ini, hari esok lebih damai, aman, sejahtera dan sentosa. Tiap orang selalu berharap hari-hari yang akan dilewati lebih bermakna, lebih membawa perubahan yang lebih membahagiakan, lebih menyejukkan bagi diri, keluarga dan lingkungannya. Bukan hari yang merenggut nyawa sendiri dan nyawa orang lain dengan aksi bom bunuh diri, bukan pula hari mengkafirkan orang lain yang hanya karena berbeda tafsiran dari pesan-pesan suci dalam firman Tuhan.

Hijrah merupakan proses transformasi baik secara fisik maupun mental, Rasulullah saw bersama para sahabat melakukan hijrah berpindah dari Mekkah menuju Madinah untuk mengembankan syiar Islam setelah selama 10 tahun lamanya berdakwah di Mekkah, beliau mendakwakan Islam pada masyarakat Mekkah, isyarat yang diajarkan oleh Rasulullah saw, sebagai pemimpin umat dan kepala negara bahwa dalam memajukan suatu masyarakat, proses tranformasi merupakan alternatif memajukan komunitas yang dipimpinnya. Baik transformasi secara fisik maupun transformasi secara mental.

Selaian bermakna transformasi fisik, berpindah dari tempat yang tidak aman menuju tempat yang lebih aman, berpindah dari lokasi yang gersang menuju ke daerah yang lebih subur, berpindah dari lingkungan yang penuh dengan polusi ke lingkungan yang lebih sehat dan segar. Rasulullah saw, lebih memprioritaskan makna hijrah secara mental spiritual, berpindah dari pikiran yang sempit menuju ke cara berpikir yang lebih maju, berpindah dari mind set yang rigit, kaku dan sempit menuju kepada model berpikir yang kritis akomodatif.

Distorsi pemaknaan hijrah dalam abad moderen masih kadang ditemukan, hijrah dimaknai berpindah secara fisik dari negeri yang aman, damai berpindah ke negara yang kacau balau dengan kriminalitas yang sangat tinggi, minggat dari Indonesia bergeliria menuju Syiria dan Iraq yang berkecamuk perang dan pembantaian banyak manusia yang tidak berdosa, tidak sedikit kaum Hawa yang diperkosa dan dibunuh, kaum Adam digorok dan diseret oleh kelompok pemberontak yang mengaku jihadis dan pejuang yang sedang menegakkan hukum Allah swt. tetapi mengabaikan nilai kemanusiaan. Memprihatinkan gambaran kehidupan di kawasan tersebut, karena aksi yang tidak manusiawi dilegitimasi atas nama penegakan syariat Islam dan pembentukan khilafah dengan simbol teriakan “Allahu Akbar”. Teriakan Allah Maha Besar namun sesungguhnya nafsu amarahnya yang lebih besar.

Hijrah : Transformasi Menuju Damai dalam Keragaman

Setiap tahun kita selalu memperingati tahun baru Islam 1 Muharram, momen tersebut datang dan berlalu dalam kehidupan umat manusia, banyak umat Islam yang tidak melewatkan momen penting tersebut, ada yang memperingati dengan cara melakukan napak tilas perjalanan dari satu tempat menuju tempat yang lain dengan mengilustrasikan proses perjalanan Rasulullah saw dari Mekkah menuju Madinah, ada pula yang memperingatinya dengan tradisi membaca doa bersama keluarga dan tetangga, masyarakat Islam yang tinggal di pelosok desa memperingatinya dengan mengundang muballigh untuk menjelaskan sejarah, hikmah dan pelajaran dari proses hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah saw bersama para sahabatnya.

Tradisi pengajian dan pembelajaran tersebut, perlu dipertahanakan dan dilestarikan terutama kepada para generasi muda, agar masyarakat memahami hakekat hijrah yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw, dalam mengemban amanat yang diperintahkan oleh Allah kepadanya.

Terjadinya distorsi pemaknaan hijrah dalam masyarakat Islam utamanya kalangan generasi muda karena penjelasan dari alim ulama, cerdik cendekia, intelek ulama hanya mengulas secara harfiah hijrah yang dilakukan Rasulullah saw dan hanya diulas pada saat menjelang tanggal 1 Muharram setiap tahun. Uraian hakekat dan makna hijrah harus lebih fokus pada makna spiritualnya yaitu berhijrah dan bertransformasi dari cara beribadah yang ikut-ikutan sejak lahir, menuju kepada cara beribadah yang difahami sebagai kebutuhan bathin dalam posisinya sebagai hamba Tuhan.

Pemaknaan lain dari proses hijrah yang lebih membumi adalah mewujudkan suasana dari pribadi, keluarga dan lingkungan masyarakat yang tenang, sejuk menuju kepada suasana yang lebih tenang, lebih sejuk dan lebih damai. Hal itulah diharapkan dalam hakekat hijrah yang dicontohkan Rasulullah saw. Bahkan beliau dapat mempersatukan suku Aus dan suku Khasraj, dua suku kaum Anshar yang bertikai sejak zamaan jahiliah, setelah Rasulullah datang ke Madinah, mereka didamaikan oleh Rasulullah saw, bahkan beliau mendamaikan antara kaum Anshar di Madinah dan kaum Muhajirin dari Mekkah bersatu menjadi saudara, berbaur menjadi satu penduduk Madinah.

Upaya Rasulullah saw mendamaikan suku-suku yang bertikai menjadi satu komunitas Madinah yang bersatu dan damai, meski mereka berasal dari suku yang berbeda, keyakinan yang beragam, hakekat hijrah yang ditanamkan Rasulullah adalah hidup damai dalam keragaman. Pada abad moderen sekarang, nilai hijrah yang dilakoni Rasulullah saw, patut diteladani dalam mewujudkan kedamaian dalam masyarakat yang plural. Dalam mewujudkan harapan tersebut, perbedaan harus dimaknai sebagai sebuah dinamika, perbedaan bukanlah sebuah pertikaian, kita bisa menjadi kuat dan tangguh karena kita berbeda.

Masyarakat Indonesia khususnya kamum muslimin yang ada di Indonesia harus menjadikan lakon sejaraha Nabi Muhammad dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam keragaman, bukan keseragaman yang dituntut dalam menciptakan masyarakat yang tangguh dan kuat, tetapi dari masyarakat yang plural dapat diwujudkan kekuatan untuk membangun agama, bangsa dan negara.

Pesantren Bersinar

Menyambut tahun baru Islam 1 Muharram 1438 Hijriah, terobosan baru yang dilaksanakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Drs. Suhardi Alius, SH, bekerja sama dengan Bank Rakyat Indonesia (BRI) mendistribusikan 1000 paket lampu LED dan 300 lampu penerangan jalan kepada 10 lembaga pendidikan keagamaan se-Solo Raya yang terdiri dari 6 kabupaten 1 kota. Hal serupa dapat dilaksanakan pada wilayah lainnya di seluruh Indonesia sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap lembaga pendidikan keagamaan yang telah banyak melahirkan kader dan pemimpin bangsa sejak masa kemerdekaan hingga masa sekarang ini yang membutuhkan banyak calom pemimpin yang memiliki jati diri dan karakter bangsa yang handal dan sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia yang tertuang dalam emapt konsensus dasar berbangsa.

Secara fisik bantuan dan distribusi lampu penerang jalan bagi pesantren bermanfaat untuk penerangan jalan ke pondok pesantren, asrama santri, ruang belajar santri, masjid dan ruangan lainnya yang dipegunakan para santri melaksanakan kegiatan belajar, pelatihan dan kursus pada malam hari. Jika upaya tersebut dapat diwujudkan kepada semua lembaga pendidikan keagamaan, terus menerangi sudut-sudut gelap dalam lingkungan pesantren, optimisme lahirnya ulama intelek dan intelek ulama sangat dinantikan dalam membangun manusia Indonesia yang seutuhnya.

Namun demikian, jika setiap pesantren masih berada dalam suasana kegelapan, belum dapat memaksimalkan kegiatan belajar dan halaqah pada malam hari terutama pada sepertiga malam, para santri bangun mendirikan solat tahajjud dan melakukan tadabbur terhadap ayat-ayat suci qalamullah, tidak menutup kemungkinan keluaran lembaga pendidikan agama tersebut memiliki cara pandang yang sempit, cara pandang yang dirasakan saat berada dalam kegelapan, cara pandang yang kaku dan dangkal, akibatnya muncullah istilah pesantren radikal atau oknum yang menyalah gunakan pesantren untuk mengajarkan faham keagamaan yang radikal dan interpretasi ayat yang lokal dan temporal, tidak holistik, integral dan komprehensif.

Diharapkan pula dari pesantren yang bersinar, pondok yang bercahaya akan melahirkan alumnus yang memiliki cara berpikir yang terang benderang, cara berpikir yang menuntun umat menuju jalan kehidupan yang tidak remang-remang. Dari sanalah akan lahir pemimpin bangsa yang dapat menerangi negeri ini dengan hati yang tulis pikiran yang cemerlang, bukan pemimpin yang tidak memiliki visi dan misi yang jelas, kabur dan remang-remang. Jakarta 27 September 2016

Facebook Comments