Indikator Keberhasilan BNPT

Indikator Keberhasilan BNPT

- in Editorial
2810
0

Indikator keberhasilan program BNPT dapat diketahui dari tiga aspek, pertama aspek struktur kelembagaan negara, kedua aspek substansi dan ketiga aspek kultur.

Pertama, aspek struktur kelembagaan negara akan diurai secara terpisah. Adapun aspek kedua yaitu aspek substansi yang diurai dalam artikel ini,juga terbagi pada dua bagian; yaitu secara hard effect, tidak ada lagi aksi bom bunuh diri di tengah khalayak ramai, terutama di tempat-tempat fasilitas umum seperti aksi bom bunuh diri yang dilakukan Nurrohman di polresta Sukorharjo sehari sebelum idul fitri 2016. Termasuk juga atraksi Sunakim alias Afif awal januari 2016 lalu di jalan Thamrin, demikian pula seperti aksi yang banyak terjadi di Syiria, Iraq, Turki, Somalia, Perancis, Jerman dan Saudi Arabia.

Secara soft effect, penyebaran permusuhan dan penanaman kebencian tidak ada lagi –paling tidak berkurang– dalam masyarakat yang selama ini menyebar merata dengan menggunakaan lembaga keagamaan seperti pesantren, sekolah umum, kampus dan masjid sebagai tempat menyemaikan paham yang dipaksakan interpretasinya dari substansi ajaran Islam, di antaranya; jihad, hijrah, syahid, khilafah dan fa’i.

Fenomena bom bunuh diri yang menewaskan pelakunya sendiri merupakan keberhasilan yang bisa lebih sering dan lebih banyak lagi dilakukan oleh para teroris, radikalis anarkis agar jumlahnya habis dan punah serta tidak mengorbankan orang lain, tidak merusak dan menghancurkan lingkungan juga tidak membajak Islam dengan cara melakukan interpretasi monopolis emosional.

Aksi bom bunuh diri dan mati konyol merupakan bagian dari cara mereka meraih surga dengan bidadari menantikan mereka. Mereka memang telah sejak dini mempersiapkan diri untuk ‘mati syahid’ menurut interpretasi kelompok dan jaringan mereka sendiri. Hanya saja penafsiran tersebut tidak benar dan tidak satu pun ajaran agama yang membenarkannya, jika dilakukan di tempat keramaian dan fasilitas vital lainnya. Terlebih lagi kalau dilakukan atas nama ajaran syariat Islam.

Indikator keberhasilan tersebut, diungkapkan oleh mantan kepala BNPT, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dalam acara lepas sambut Kepala BNPT yang baru, Komjen Pol Suhardi Alius pada tanggal 23 Juli 2016, sabtu siang di gedung MaggalaWanabhakti Jakarta.

Adapun indikator kegagalan BNPT adalah masih adanya kejahatan aksi teror yang dilakukan mantan napi teroris, atau mantan napi teroris kembali beraksi di tengah masyarakat seperti Sunakim alias Afif, Santoso alias Abu Warda yang menjadi pemimpin kelompok Mujahidin Indonesia Timur. Nama terakhir telah dihentikan aksi jahatnya dengan timah panas oleh pasukan operasi Tinombala di gunung Tambarana Poso bersama pengikutnya, Mukhtar.

Namun demikian, tidak sedikit oknum masyarakat yang menyimpulkan bahwa program deradikalisasi gagal atau tidak berjalan hanya dengan melihat program dan kegiatan secara terpisah atau menyorot kerja aparat dengan berbagai kekurangan tanpa mau melihat success story atau best practices, oknum masyarakat seperti itu sama sekali tidak memiliki positif thingking terhadap kebijakan pemerintah, semua dilihat miring, kurang dan negatif.

Mereka selalu sibuk dengan pikiran yang memojokkan aparat keamanan yang menangani penanggulangan terorisme, tidak pernah sedikitpun berpikir positif terhadap negara, paling tidak memberi saran dan kritik membangun kepada pemerintah atau kementerian terkait.

Selanjutnya, uraian aspek ketiga yaitu kultur masyarakat atau sikap dan prilaku masyarakat dalam menyikapi aksi terorisme dan menangkal paham radikal anarkis. Jika segenap masyarakat care, peka dan berempati terhadap bahaya kejahatan kemanusiaan ini, maka dapat diwujudkan suasana kondusif, kondisi yang tenang, damai dan tenteram.

Kondisi demikian merupakan bagian dari keberhasilan BNPT secara umum dan program Deradikalisasi secara khusus. Meski tidak sedikit bukti, kisah dan cerita negatif yang dianggap sebagai kegagalan program deradikalisasi dari masyarakat yang belum memahami konsep, program, strategi dan kebijakan deradikalisasi.

Banyak kisah nyata yang berhasil ditorehkan dalam kegiatan deradikalisasi dalam upaya melakukan pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian terhadap warga binaan pemasyarakatan dalam lembaga pemasyarakatan maupun pembinaan keagamaan, pembinaan wawasan kebangsaan dan pembinaan kewirausahaan bagi mantan napi teroris, mantan teroris, keluarga, dan jaringan yang telah bertaubat, berpola pikir moderat dan kembali hidup normal di tengah masyarakat.

Sorotan lain dari kultur masyarakat adalah sikap yang pesimis, cemas dan masa bodoh terhadap upaya penanggulangan terorisme di Indonesia, hal tersebut ditandai dengan sikap curiga yang berlebihan dari berbagai lapisan masyarakat.

Bagi masyarakat terdidik, kecurigaannya adalah bahwa upaya penanggulangan terorisme di Indonesia merupakan proyek negara asing, jadi segala peralatan dan bantuan budget berasal dari luar negeri.

Kecurigaan yang tidak mendasar tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga sipil negara BNPT dan pihak pemerintah secara umum dalam meyakinkan kelompok masyarakat yang bersikap pesimis, sebab dapat memberikan semangat baru bagi kelompok teroris dan jaringan radikal anarkis.

Bagi masyarakat yang kurang terdidik, kecurigannya adalah bahwa pemerintah yang menciptakan teroris dengan tidak membuka lapangan kerja lebih luas yang dapat menyerap tenaga kerja lebih banyak. Tudingan yang tidak beralasan juga dihembuskan tanpa pengetahuan adalah bahwa pemerintah menganggap ajaran Islam terkait dengan terorisme.

Tudingan tersebut dipengaruhi oleh propaganda kelompok radikal anarkis yang tidak setuju dengan semua peraturan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, bahkan pemerintah dianggap thogut serta produk hukum yang dihasilkan adalah sesat.

Menyikapi berbagai tudingan miring dan respon yang tidak mendasar dari banyak kelompok dan oknum masyarakat ini, dapat disikapi dengan bijak dan diterima sebagai tantangan untuk direspon dan diluruskan, bukan sama sekali dilihat sebagai hambatan dalam menghadapi problematika yang berkembang dalam masyarakat.

Bukan pula rintangan yang dapat menghambat kinerja aparatur sipil negara pada Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan lembaga negara terkait lainnya, sebab negara tidak boleh kalah dengan tindakan terorisme dan teroris, radikal anarkis tidak akan pernah menang melawan negara.

Berbeda dengan kultur dan sikap masyarakat Indonesia yang menyikapi upaya pemerintah menanggulangi tindak pidana terorisme dan in hate speech, masyarakat manca negara khususnya komunitas media dari beberapa negara merespon positif strategi, kebijakan dan program pemerintah menanggulangi tindak pidana terorisme.

Hal tersebut dibuktikan saat tiga orang jurnalis dari negara yang berbeda yaitu Haneen dari Uni Emriat Arab, Australia dan Kerry Standford peneliti dari Amerika Serikat mendatangi penulis dan menanyakan program deradikalisasi yang dilaksanakan oleh BNPT terutama dalam hal pembinaan wawasan keagamaan dan pembinaan wawasan kebangsaan.

Deradikalisasi merupakan strategy dalam merubah mindset radikal anarkis menjadi radikal yang moderat, pluralis dan akomodatif. Tentu secara objektif universal tidak dapat disimpulkan bahwa program deradikalisasi gagal dan tidak berjalan, namun yang pasti program deradikalisasi belum maksimal dan membutuhkan proses yang panjang dalam mewujudkan masyarakat yang moderat, jauh dari prilaku anarkis.

Facebook Comments