Dalam banyak tradisi Kristen, surat-surat Paulus menjadi salah satu bagian penting dari bangunan teologinya. Tulisan-tulisan Paulus membawa dampak besar kepada cara komunitas Kristen menghadapi dunianya melalui doktrin tentang hubungan antara anggota keluarga, tentang keberadaan Yesus sebagai manusia, dan Tuhan sekaligus, hingga doktrin tentang kebangkitan manusia di akhir zaman.
Di antara tulisan-tulisan tersebut adalah surat Paulus kepada jemaat di Efesus. Salah satu baris surat Efesus mengandung perkataan yang cukup menarik, dan bahkan terkesan cukup konfrontatif pada permukaannya. Dalam surat itu penulisnya mengatakan demikian:
“… karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan kuasa-kuasa dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara.” (Efesus 6:12 TB2)
Sekilas, perkataan tersebut membuat kita membayangkan adanya sebuah pertarungan di mana dua pihak berhadap-hadapan, antara umat Tuhan melawan sosok-sosok jahat yang seram dan penuh kuasa di dunia kegelapan. Ayat ini sering kali digunakan oleh kalangan Kristen radikal di negara-negara lain sebagai pembenaran mereka terhadap kekerasan. Akan tetapi, dengan memahaminya dalam konteks keberagaman Indonesia, kita dapat memahami secara lebih mendalam dan secara lebih jernih, menjauhkan ayat tersebut dari pemahaman-pemahaman keliru yang justru menuju pada kekerasan dan konflik.
Di tengah konteks keberagaman hidup beragama masyarakat Indonesia, konflik berbasis agama selalu menjadi tantangan besar. Bahkan, melihat adanya kasus-kasus intoleransi di beberapa tahun ke belakang, kita menyadari bahwa radikalisme juga berkembang di tengah umat Kristen, walaupun seringkali tidak mendapat sorotan yang cukup luas. Untuk itu, tulisan ini akan menyodorkan temuan peneliti sosial tentang proses radikalisasi dan deradikalisasi. Lalu tulisan ini akan kembali kepada peringatan Paulus tentang kuasa kegelapan dan roh jahat tadi untuk memahami ayat tersebut dalam kerangka anti-kekerasan.
Lima Poin Kontra-Radikalisasi
Sebuah penelitian berjudul tahun 2013 yang ditulis oleh Alex P. Schmid menjabarkan jalur-jalur radikalisasi dan kontra-radikalisasi dari beragam penelitian lainnya. Di dalam bagian tulisannya, ia menangkap adanya sebuah pertanyaan yang muncul dari berbagai pengamatan tentang radikalisme. Ia memperhatikan bahwa, walaupun banyak orang yang terpapar dengan paham-paham radikalisme, ia melihat hanya relatif sedikit yang betul-betul terjatuh pada ekstremisme yang berujung pada kekerasan. Lantas, pertanyaan yang muncul kemudian adalah: “Apa yang membedakan orang-orang yang berhasil bertahan dari ajakan ekstremisme dari mereka yang gagal?”
Dari pengamatan yang ia lakukan, ada paling tidak lima poin yang ia perhatikan dalam diri orang-orang yang berhasil mempertahankan diri dari radikalisasi. Lima poin tersebut adalah:
- Kebanyakan dari mereka yang berhasil memiliki ikatan yang lebih kuat dengan keluarga, kawan-kawan, dan komunitasnya.
- Mereka hidup di masyarakat yang beragam, tapi kohesif.
- Mereka bertemu dengan narasi-narasi yang kontra ideologi radikal.
- Mereka memiliki pemahaman yang lebih dewasa tentang keagamaan.
- Adanya saluran-saluran lain untuk menyalurkan kegelisahan mereka.
Dari kelima poin tersebut, kita bisa melihat bahwa sebenarnya proses radikalisasi bukanlah proses yang berjalan sendirian. Seseorang tidak sekonyong-konyong menjadi oknum ekstremis yang radikal, melainkan melalui suatu proses perlahan yang diperkuat oleh situasi seseorang dalam hubungannya dengan orang-orang terdekatnya. Ketika seseorang memiliki hubungan yang kuat dengan keluarga dan kawan-kawan, memiliki pemahaman yang terbuka tentang ideologi dan keagamaannya, serta memiliki cara-cara yang sehat untuk menyalurkan waktu dan energinya, ia tidak akan jatuh terjerumus pada lubang hitam radikalisme.
Pertama, kita dapat melihat kepada diri sendiri dalam hubungan kita dengan orang-orang terdekat kita, dan hubungan kita dengan kelompok-kelompok lain di sekitar kita. Lalu, dari sini kita dapat membawanya kembali pada peringatan Paulus tentang kuasa-kuasa kegelapan itu.
Melawan Kuasa Gelap dan Jebakan Radikalisme
Paulus berkata bahwa perjuangan seorang manusia itu bukan melawan darah dan daging. Sering kali yang menjadi kesalahan pola pikir adalah bahwa perjuangan seseorang adalah melawan orang lainnya. Hal ini membuat usaha kita untuk kebaikan, malah menggunakan cara-cara yang jahat. Padahal, dengan melihat penelitian tentang radikalisasi tadi, kita melihat bahwa akar kejahatan dan radikalisasi bukanlah terletak hanya pada orang itu sendiri saja, akan tetapi pada sistem dan situasi lingkungan yang membentuk orang itu. Kesalahan pemahaman bahwa kita sedang melawan orang tertentu adalah cara yang salah dalam melihat usaha deradikalisasi tersebut.
Proses radikalisasi bukanlah sebuah usaha melawan orang, akan tetapi melawan pola-pola pikir yang salah, yang telah membuat orang-orang terjerumus pada kekerasan dan konflik. Dengan begitu, kuasa-kuasa kegelapan yang disebutkan oleh Paulus tidak menunjuk kepada orang tertentu yang seringkali digambarkan sebagai oknum yang membawa kejahatan, akan tetapi pada kejahatan itu sendiri.
Bayangan perang di mana umat Tuhan digambarkan oleh Paulus sedang berhadap-hadapan dengan sosok-sosok penguasa kegelapan, merupakan peringatan Paulus terhadap cara-cara sistemik yang menjatuhkan orang-orang pada dosa. Kita bisa melihat bahwa proses radikalisasi seringkali dilakukan secara sistematis. Organisasi-organisasi radikal menebarkan kekerasan dan menjatuhkan orang-orang pada pola pikir yang merusak melalui cara-cara yang rapi dan seringkali tidak kita sadari bentuknya. Sekarang kita bisa memahami peringatan Paulus tentang penguasa kegelapan itu dapat kita lihat dalam usaha-usaha radikalisme yang terorganisir, yang perlu kita waspadai.
Efesus 6:12 tidak memperhadapkan satu orang dengan orang lainnya dalam sebuah konflik karena Kristus tidak mengajarkan tentang perang, melainkan kedamaian. Kristus tidak mengajarkan pembalasan dendam, melainkan pengampunan. Radikalisasi adalah roh jahat yang menebar kekerasan secara sistematis, dan Paulus telah memperingatkan kita sebagai umat Tuhan untuk waspada akan usaha-usaha tersebut. Mengasihi diri sendiri dan orang-orang terdekat kita adalah cara yang efektif untuk kita saling menjaga satu sama lain dari bahaya radikalisme.