Membaca Transformasi Ideologi Pasca Deradikalisasi di Tahun Politik

Membaca Transformasi Ideologi Pasca Deradikalisasi di Tahun Politik

- in Narasi
104
0
Membaca Transformasi Ideologi Pasca Deradikalisasi di Tahun Politik

Masa tahanan bukanlah akhir dari perjalanan seseorang, terbukti dari beberapa mantan narapidana kasus terorisme setelah melewati masa hukuman, mereka mengalami transformasi ideologi. Para napiter bukan lagi menjadi budak ideologi radikalisme, melainkan menjadi penyambung pesan perdamaian di bawah bendera kebangsaan.

Program deradikalisasi menjadi kunci dalam membuka jalan menuju pemulihan mereka dan sekaligus menjembatani perdamaian bagi mereka yang masih terjerat radikalisme. Bukanlah hal yang mudah bagi pemerintah maupun mantan napiter untuk mampu melewati masa hukuman.

Di dalam penjara, mereka berhasil menjalani proses transformasi ideologi yang membawa mereka kembali ke pangkuan ibu pertiwi dengan semangat moderat dan toleran. Pemahaman baru tentang Islam yang mengedepankan perdamaian dan toleransi menggantikan ideologi yang sebelumnya dipenuhi dengan kekerasan yang berujung kepada tindakan radikalisme.

Program deradikalisasi memberikan ruang bagi mereka untuk belajar, merenung, dan memahami bahwa kekerasan bukanlah jalan yang benar. Mereka memahami sistem negara dan demokrasi yang berjalan sejatinya telah memberikan ruang kebebasan dan kenyamanan bagi umat beragama untuk menjalankan keyakinannya.

Dengan kehidupan napiter yang baru, yakni dengan menjadi mitra deradikalisasi, mereka mampu menjalankan peran krusial sebagai penyambung pesan perdamaian. Bukan sekedar bertransformasi, para mantan napiter juga memiliki kredibilitas unik untuk berbicara kepada rekan-rekan mereka yang masih terjerat dalam ideologi radikal.

Pemilu 2024 yang kita ketahui merupakan tahun politik di mana di tanggal 14 Februari, Indonesia akan melakukan Pemilihan Umum. Seluruh rakyat Indonesia akan berpartisipasi dalam memilih Presiden dan wakil presiden untuk memimpin negara Indonesia.

Banyak mantan narapidana terorisme yang menjadi bagian penting dari proses demokrasi ini. Sebelumnya mereka menolak sistem demokrasi yang dianggap sistem kafir dari pemerintahan yang thagut. Tetapi, program deradikalsisasi mentransformasikan pemahaman ini menjadi lebih terbuka dan adaptif terhadap sistem.

Tentu saja, Pemilu 2024 bukan hanya sekadar acara politik biasa. Tahun ini juga merupakan panggung di mana hasil dari upaya deradikalisasi dapat diukur dengan jelas. Keberhasilan deradikalisasi tercermin dari bagaimana mantan napiter terorisme terlibat dalam proses pemilu, menjadi warga negara yang aktif, dan membuktikan bahwa mereka telah berubah.

Partisipasi mereka dalam berbagai kegiatan politik, seperti kampanye perdamaian dan dialog antarkelompok, menjadi indikator keberhasilan deradikalisasi. Kehadiran mereka dalam arena pemilu menjadi bukti bahwa transformasi ideologi dapat membuka pintu bagi keterlibatan positif dalam pembangunan masyarakat.

Pemilu damai kini bukan lagi sekadar cita-cita dan angan-angan bangsa saja, pemilu damai merupakan realitas yang dapat diwujudkan melalui hasil konkret dari program deradikalisasi. Mantan napiter yang berhasil bertransformasi menjadi agen perdamaian adalah bukti bahwa kebijakan deradikalisasi dapat menciptakan dampak positif yang nyata.

Pemilu menjadi panggung bagi mereka untuk membuktikan komitmen mereka pada nilai-nilai kebangsaan dan kebhinekaan. Partisipasi aktif mereka membawa pesan bahwa perdamaian bukan hanya kata-kata, melainkan sebuah aksi nyata yang dapat meresapi semua lapisan masyarakat.

Pemilu 2024 akan menjadi penilaian demokrasi yang sehat di mana warga negara bisa berbeda, tetapi tetap toleran. Di samping itu Pemilu akan menjadi tolak ukur keberhasilan deradikalisasi saat ini yang memberikan harapan akan masa depan yang lebih toleran dan damai. Melalui kisah sukses mantan nara pidana terorisme, masyarakat dapat melihat bahwa perubahan ideologi dan pemahaman yang moderat adalah kemungkinan yang nyata.

Facebook Comments