Puasa merupakan bentuk ibadah jasmani dan rohani. Artinya puasa bukan hanya berurusan dengan fisik saja, tapi juga menekankan aspek non fisik, yakni mental dan spiritual. Orang yang berpuasa tidak hanya dilatih agar kuat dan tahan secara fisik, tapi juga dilatih untuk menata jiwanya agar kuat dan tahan dari segala godaan nafsu duniawi.
Dalam istilah Jawa sendiri puasa atau biasa disebut dengan poso berarti ngeposno poso yang berarti menghentikan hawa nafsu dan hasrat lahir maupun batin. Puasa tidak akan bermakna jika seseorang melakukannya tanpa ada kesadaran untuk mengendalikan diri dan mengekang hawa nafsu dari perbuatan yang tidak terpuji.
Dalam literatur Fikih, puasa diartikan dengan imsak yang memiliki arti menahan atau mengendalikan dari hal-hal yang mampu membatalkan puasa. Perlu diingat bahwa puasa tidak sebatas mengendalikan diri secara lahiriah saja namun juga rohaniah.
Puasa dilakukan dalam bentuk pengendalian diri dari makan, minum, dan hubungan seksual sejak fajar sampai terbenam matahari. Sedang secara hakiki, puasa meliputi pengendalian diri dari semua keinginan, sikap, dan tindakan tercela, baik dalam hal individual maupun sosial. Itulah sejatinya hakikat puasa.
Dengan perintah puasa, sejatinya Allah menghendaki agar manusia mampu mengendalikan diri, karena wujud pengendalian diri merupakan titik lemah terbesar manusia. Dalam al-Quran Allah berfirman, “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.”
Keinginan sumber Malapetaka
Nabi Adam ketika di surga diperbolehkan menikmati semua yang tersedia di dalam surga kecuali satu buah yang tidak boleh dimakan. Namun sayangnya Nabi Adam meninggalkan peringatan Allah dan tetap memakan buah tersebut.
Dari kisah ini, manusia diberikan cobaan yakni keteguhan hati dan kesabaran dari perkara yang Allah larang. Ada nafsu dan keinginan yang sejatinya harus ditahan. Manusia mempunyai potensi besar melanggar semua aturan karena keinginan dan kemauan yang kuat yang mendorong dirinya jatuh kepada kenistaan.
Sudah seharusnya apa yang dialami oleh Nabi Adam mampu menjadi pelajaran bagi keturunannya. Namun sayangnya tabiat keturunan sama seperti tabiat bapak mereka (Adam). Adam memiliki sifat sulit mengendalikan hawa nafsu, sayangnya keturunannya pun juga memiliki turunan sifat yang sama.
Namun, kemudian Nabi Adam segera bertobat dari kesalahannya, mengakui kesalahannya, lalu dosa-dosanya diampuni. Begitupun kita sebagai keturunannya, dengan bertaubat dan mampu melatih pengendalian diri, maka dosa kita akan terampuni.
Sebenarnya kisah Nabi Adam di atas merupakan kisah yang mampu memberikan pelajaran berharga bahwa segala permasalahan manusia sejatinya bermula dari ketidakmampuan manusia untuk mengendalikan diri.
Dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa, pengendalian diri mampu menjadi salah satu kunci untuk menjalani kehidupan yang bahagia. Seseorang yang mampu mengendalikan diri akan berpikir jauh sebelum bertindak, mereka cenderung tidak akan bersikap gegabah dan serampangan sehingga tidak akan melakukan tindakan yang merugikan. Dengan begitu manusia akan lebih terhindar dari masalah tentunya berdampak pada ketenangan hati dan pikiran serta akan lebih bahagia dalam menjalani kehidupan.
Puasa Belajar Mengendalikan Keinginan
Esensi menjalankan ibadah puasa sendiri adalah mengendalikan diri kemauan dan keinginan manusiawi. Mengendalikan bukan berarti menghapus hawa nafsu dan keinginan. Nafsu adalah manusiawi yang tidak akan pernah bisa ditolak. Justru membuang hawa nafsu berarti menentang sunnatullah.
Namun, manusia harus belajar mengendalikan, mengelola dan mendorong keinginan menjadi daya dorong untuk kebaiakan. Menghentikan sejenak nafsu dan keinginan agar tidak menguasai diri. Caranya adalah dengan puasa.
Perhatikanlah puasa. Ibadah ini tidak hanya melarang yang haram, bahkan yang halal pun pada hari biasanya dilarang. Makan dan minum merupakan pekerjaan halal, tetapi dilarang. Berhubungan dengan istri merupakan Tindakan halal, tetapi dilarang.
Apa hikmahnya? Puasa sedang memberikan pelajaran penting bagi manusia untuk mengendalikan nafsu dan keinginan. Karena sesungguhnya tragedi dalam sejarah manusia karena kelalaian manusia dalam mengontrol keinginan. Akhirnya, justru keinginan yang menguasai diri manusia.
Karena itulah, puasa membiasakan manusia untuk menahan segala dorongan dan keinginan untuk sementara ditangguhkan dan dikelola secara baik dari pagi hingga sore. Tujuannya ialah untuk mendidik manusia agar mampu mengelola keinginan dan hasratnya dengan baik. Manusia mengerti kapan harus menahan keinginan dan kapan harus menyalurkan keinginan di waktu yang tepat.