Mengapa Khilafah Tidak Relevan Lagi di Tengah Negara Bangsa ?

Mengapa Khilafah Tidak Relevan Lagi di Tengah Negara Bangsa ?

- in Editorial
734
0
Mengapa Khilafah Tidak Relevan Lagi di Tengah Negara Bangsa ?

Pada tanggal 6 Februari 2023 dalam rangka memperingati 1 Abad Nahdlatul Ulama, Ulama dari berbagai dunia berkumpul di Sidoarjo dalam perbincangan menggagas Fikih Peradaban. Fikih sebagai produk ijtihad hukum dalam Islam tidak hanya mengatur urusan ritual, tetapi juga sosial, budaya dan politik, termasuk hubungan antar negara.

Sebagai produk ijtihad pemikiran, fikih tidak statis, tetapi selalu bergerak dinamis. Ia sangat terikat konteks meliputi ruang dan waktu agar selalu relevan dalam menjawab tantangan zaman. Selalu dibutuhkan produk ijtihad kekinian dengan merujuk sumber utama Al-Quran dan hadist yang berlaku universal.

Fikih Peradaban merupakan suatu gagasan cerdas untuk mereformulasi produk hukum lama yang usang dalam mendefinisikan negara, bangsa dan hubungan antara negara. Pendekatan dikotomik dalam pemikiran fikih klasik yang mendudukkan wilayah secara diametral antara Islam dan non muslim (darul islam dan darul harbi) dianggap tidak sesuai dengan semangat zaman.

Begitu pula ketika berbincang seputar khilafah dengan impian menyatukan negara-negara dalam satu kepemimpinan berdasarkan identitas agama merupakan proyek ilusi yang tidak hanya mustahil, tetapi mudharat untuk diwujudkan. Dalam tatanan dunia baru saat ini, proyek khilafah cenderung memberikan dampak destruktif dan negatif terhadap pergaulan antar bangsa dan kemanusiaan.

Proyek gagal ISIS mendeklarasikan khilafah yang ingin menyatukan dan memanggil umat Islam dari berbagai negara untuk hijrah ke negeri yang katanya dijanjikan telah menandai tragedi kemanusiaan di abad ini. Konflik, kekerasan dan perang atas nama agama melahirkan pertikaian, kebencian dan permusuhan yang mengorbankan nyawa manusia.

Jika sistem khilafah sebagai bagian dari sejarah dan produk ijtihad keagamaan, sejatinya dalam konteks kekinian ia tidak lagi mampu menampung tujuan syariat (maqasyid syariah). Tujuan syariat untuk menjaga nyawa (hidfz nafs), menjaga agama (hifdz din), menjaga akal (hifdz aql), menjaga keluarga (hifdz nasl), dan menjaga harta (hifdz mal) hilang dalam pergerakan khilafah.

Alih-alih memuat prinsip syariat, gerakan menegakkan khilafah seperti ISIS telah menggampangkan nyawa, mencoreng citra Islam, merusak akal generasi muda, memisahkan keluarga dan merusak kesejahteraan umat Islam. Artinya, perjuangan menegakkan khilafah bukan saja tidak relevan dalam konteks saat ini, tetapi nyata bertentangan dengan tujuan syariat itu sendiri.

Perjuangan umat Islam saat ini yang harus ditegaskan adalah mewujudkan kesejahteraan dan kemashlahatan seluruh umat manusia sebagai perwujudan nilai islam yang rahmatan lil alamin. Umat Islam, negara Islam dan pemimpin Islam harus mampu bergaul dan berinteraksi dengan komunitas global dalam semangat persaudaraan kemanusiaan, bukan lagi semangat permusuhan dan kebencian atas nama agama.

Itulah sejatinya misi Islam yang rahmat dengan 5 prinsip tujuan syariat. Syariat ditegakkan bukan untuk membawa mudharat dan kerusakan, tetapi memberikan maslahah dan kemanfaatan kepada seluruh alam semesta.

Ala kulli hal, Fikih peradaban bukan sekedar slogan tetapi harus diwujudkan dalam produk pemikiran hukum yang bisa diterapkan dalam menjawab tantangan saat ini. Islam dan umat Islam harus siap memasuki dunia baru pergaulan dan persahabatan antar negara dan kemanusiaan, bukan hidup dengan pemikiran masa lampau yang terus menghidupkan ilusi dan terisolasi.

Facebook Comments